Tautan-tautan Akses

Jurnalis Togo Dipenjara karena Laporan Terkait Pemilu 


Foto ilustrasi yang menunjukkan seorang jurnalis melihat ke arah pasukan kemananan yang berjaga dalam sebuah aksi protes di Lome, Togo, pada 19 Februari 2013. (Foto: AFP/Daniel Hayduk)
Foto ilustrasi yang menunjukkan seorang jurnalis melihat ke arah pasukan kemananan yang berjaga dalam sebuah aksi protes di Lome, Togo, pada 19 Februari 2013. (Foto: AFP/Daniel Hayduk)

Editor sebuah surat kabar di Togo ditangkap pada Kamis (28/3) malam dan menghadapi tujuh dakwaan termasuk menerbitkan “berita palsu,” menurut pengacaranya. Penangkapan tersebut bersamaan dengan peringatan dari lembaga pengawas media, terkait tindakan keras kepada pers menjelang pemilu mendatang di Togo.

Apollinaire Mewenemesse, editor di surat kabar La Depeche, telah ditahan oleh pasukan keamanan sejak Selasa (26/3), dalam kaitannya dengan sebuah artikel yang dipublikasikan bulan lalu. Artikel tersebut mempertanyakan vonis terhadap seorang jenderal dalam kasus pembunuhan seorang pendukung Presiden Faure Gnassingbe.

Mewenemesse, 71, “masuk ke penjara petang ini,” kata pengacaranya, Me Darius Kokou Atsoo.

Dia telah didakwa dengan “publikasi berita palsu dengan tujuan untuk menghasut masyarakat atau anggota militer agar bangkit melawan negara,” dan beberapa dakwaan kejahatan lain.

Penangkapan tersebut terjadi ketika negara di Afrika Barat itu tengah menghadapi krisis politik kurang dari sebulan sebelum pemilihan legislatif digelar.

Pada Senin (25/3), parlemen mengadopsi sebuah konstitusi baru dengan kesepakatan suara hampir bulat, yang mengakhiri pemilu dalam memilih pemimpin negara tersebut. Sebaliknya, presiden saat ini akan dipilih oleh anggota parlemen “tanpa perdebatan.”

Para kritikus khawatir reformasi itu, yang diusulkan oleh partai yang berkuasa, akan memungkinkan Gnassingbe untuk tetap berada di kekuasaan tanpa batas, meskipun belum jelas kapan perubahan ini akan diterapkan.

Pada 2005, Gnassingbe menggantikan ayahnya, Jenderal Gnassingbe Eyadema, yang merebut kekuasaan melalui kudeta lebih dari 50 tahun yang lalu.

Organisasi pengamat media, Reporters Without Borders (RSF) mengatakan, penangkapan Mewenemesse menunjukkan peningkatan tekanan terhadap media menjelang pemilu legislatif pada 20 April.

Sadibou Marong, direktur RSF wilayah sub-Sahara Afrika, mendesak pembebasan jurnalis ini “tanpa ditunda.”

Sementara Togo memiliki lanskap media yang dinamis dan kebebasan pers yang dilindungi oleh hukum, keselamatan jurnalis tetap menjadi kekhawatiran utama, terutama bagi mereka yang mengkritik pemerintah, menurut RSF.

Organisasi tersebut menempatkan Togo pada peringkat 70 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers terbaru mereka.

Surat kabar Mewenemesse, La Depeche, ditangguhkan selama tiga bulan pada 4 Maret karena artikel yang dirilis pada 28 Februari, yang mempertanyakan hukuman pengadilan terhadap panglima militer Jenderal Abalo Kadangha, menurut Komite Perlindungan Jurnalis.

Kadangha dijatuhi hukuman 20 tahun penjara atas pembunuhan Letnan Kolonel Bitala Madjoulba, seorang pendukung setia Gnassingbe yang ditemukan tewas sehari setelah pelantikan tahun 2020.

Artikel tersebut membandingkan kasus Kadangha dengan kasus kapten tentara Yahudi Prancis, Alfred Dreyfus, yang dihukum walaupun tidak bersalah pada akhir abad ke-19. [ns/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG