Tautan-tautan Akses

PBB: 2023 Tahun Paling Mematikan bagi Migran dalam Satu Dekade


Seorang perempuan migran membantu putranya memanjat pagar kawat berduri setelah melintasi sungai Rio Grande dari Meksiko untuk memasuki kota Eagle Pass, Texas di Amerika Serikat (foto: ilustrasi).
Seorang perempuan migran membantu putranya memanjat pagar kawat berduri setelah melintasi sungai Rio Grande dari Meksiko untuk memasuki kota Eagle Pass, Texas di Amerika Serikat (foto: ilustrasi).

Setidaknya 8.565 orang meninggal dalam rute migrasi di seluruh dunia pada 2023, menjadikan tahun lalu sebagai tahun paling mematikan sejak pencatatan dilakukan satu dekade lalu. PBB menyatakan itu pada Rabu (6/3).

“Jumlah kematian pada 2023 menggambarkan peningkatan tragis 20 persen dibandingkan dengan jumlah pada 2022. Ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk tindakan mencegah lebih banyak korban meninggal,” kata lembaga PBB, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dalam sebuah pernyataan.

IOM mengatakan, tahun lalu jumlah korban juga melebihi rekor yang dicatat pada 2016 ketika 8.084 orang meninggal sewaktu bermigrasi.

Sampai saat ini, pada 2024 sudah ada 512 kematian yang dicatat.

IOM mengatakan bahwa karena jalur migrasi yang aman dan teratur masih terbatas, setiap tahun ratusan ribu orang mencoba bermigrasi melalui rute-rute yang tidak biasa dalam kondisi yang tidak aman.

Laut Tengah, di mana banyak migran mencoba memasuki Eropa bagian selatan dari Afrika utara, terus menjadi rute paling mematikan bagi para migran, dengan setidaknya 3.129 kematian dan orang hilang tercatat tahun lalu.

Itu adalah angka kematian tertinggi di rute migrasi Laut Tengah sejak 2017.

Dalam satu insiden saja, sebuah kapal pukat yang penuh sesak bernama Adriana, tenggelam di pesisir Yunani pada 14 Juni 2023, dengan kematian mencapai lebih 600 jiwa.

Jumlah kematian migran yang belum pernah terjadi, tercatat tahun lalu di seluruh Afrika sebanyak 1.866 dan Asia dengan 2.138 kematian.

Di Afrika, kematian umumnya terjadi di Gurun Sahara dan di rute laut menuju kepulauan Kenari di Spanyol.

Di Asia, ratusan kematian pengungsi Afghanistan dan Rohingnya tercatat tahun lalu.

Separuh lebih sedikit dari total kematian migran pada 2023 terjadi akibat tenggelam, dengan sembilan persen disebabkan oleh kecelakaan kendaraan dan tujuh persen karena kekerasan.

Proyek Migran Hilang dari IOM dimulai pada 2014 sebagai sumber data dengan akses terbuka bagi kematian dan hilangnya para migran. Sejak itu, proyek tersebut telah mendokumentasikan 63.872 kasus di seluruh dunia.

Meskipun begitu, angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi karena tantangan-tantangan dalam pengumpulan data, khususnya di lokasi-lokasi terpencil seperti celah Darien di hutan Panama, dan di rute-rute maritim, di mana perahu-perahu hilang tanpa bisa dilacak.

Sejak 2014, jasad 26.553 orang yang meninggal sewaktu bermigrasi belum dapat ditemukan, menurut proyek tersebut.

IOM mendesak negara-negara untuk bekerja sama guna mencegah lebih banyak korban jiwa dan menjaga martabat serta hak-hak semua individu yang bermigrasi. [ns/ka]

Forum

XS
SM
MD
LG