Tautan-tautan Akses

Pemerintah Lakukan Sosialisasi dan Edukasi Bahaya Perkawinan Dini


Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di kantor Kemen. PPPA, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018. (Foto: VOA/Andylala).
Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di kantor Kemen. PPPA, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018. (Foto: VOA/Andylala).

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan pendekatan terhadap tokoh agama dan masyarakat terkait bahaya perkawinan dini khususnya di kalangan perempuan.

Pemerintah menekankan bahaya perkawinan dini, khususnya terhadap anak perempuan di bawah umur. Rohika Kurniadi Sari selaku Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) di kantor Kementerian PPPA Jakarta, Jumat (25/5) mengatakan, pemerintah akan membuat regulasi atau aturan terkait perkawinan anak. Sambil menunggu proses penyusunaan itu, pemerintah dan pihak terkait melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya perkawinaan dini.

"Kita memang secara nasional akan menyusun sebuah regulasi yang memang mengawal gawang-gawang yang masih bolong-bolong. Pengadilan agama dan Mahkamah Agung perlu menaikan usia dispensasinya itu. Jangan 16 tahun. Merumuskan pencegahan dan penghapusan perkawinan anak itu perlu. Soal nanti bagaimana regulasinya Perppu atau apa. Nanti itu," kata Rohika Kurnia Sari.

Selain mensosialisasikan bahaya perkawinan dini kepada masyarakat, Pemerintah lanjut Rohika dalam hal ini kementerian PPPA juga melakukan pendekatan terhadap kalangan ulama terkait perkawinan dini.

"Kita dorong para ulama-ulama untuk memahami bahayanyaatau dampaknya terhadap anak tersebut nanti. Meski perkawinan itu halal, kalau bahayanya itu lebih banyak, boleh diharamkan. Karena bahayanya itu nanti," kata Rohika.

Rohika juga mengatakan, pemerintah perlu mengajak semua kalanmgan untuk tidak hanya mencermati jumlah perkawinan dini di Indonesia tetapi juga dampak yang ditimbulkannya seperti kematian bayi, kematian ibu saat melahirkan, dan perceraian.

"Angka kanker mulut rahim, angka kematian bayi, angka kekerasan dalam rumah tangga, angka cerai, angka kematian ibu. Tolong dong. Kan 'gak bisa hanya dipotret sendiri ketika bicara angka perkawinan anak. Bukan hanya di angka perkawinan anak, tapi di angka lain. Ternyata ini bahaya daruratnya. Bahaya ini," jelasnya.

Lebih lanjut Rohika Kurniadi Sari mengatakan, keluarga menjadi faktor penentu bagi masa depan anak.

"Bapak ibu mau rahim anaknya rusak. Kan mikir dia. Daripada, undang-undang perkawinannya itu lho. Ah itu anak saya mau apa? Jadi eksekutornya di keluarga. Jadi harus kita dekati terus, ibu apa tidak mau nanti anaknya lebih bahagia? Dengan bahasa seperti itu harus kita dorong," lanjut Rohika.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Rita Pranawati mengatakan sosialisasi dan edukasi bahaya perkawinan dini anak perempuan terhadap tokoh masyarakat dan tokoh agama penting dilakukan.

"Tetapi saya tetap tidak menyarankan di bawah 18 tahun. Keriskanan secara fisik dan psikologis itu sangat tinggi. Ini berjalan simultan menurut saya. Tidak hanya kita mengandalkan perubahan undang-undang tetapi fungsi edukasi semua pihak itu menjadi penting," kata Rita Pranawati.

Pemerintah Lakukan Sosialisasi dan Edukasi Bahaya Perkawinan Dini
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:55 0:00

"Edukasi tokoh agama dan masyarakat itu juga menjadi penting untuk menerangkan bahwa apa yang mereka lakukan tidak baik untuk masa depan anak. Dan akan menambah buruknya kualitas bangsa kita. Karena kualitas bangsa dimulai dari keluarga," imbuhnya.

Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Kementerian Agama berencana menaikkan batas minimum usia nikah. Hal itu dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Menteri PPPA Yohanna Yembise mengatakan kenaikan angka usia nikah telah disepakati kedua kementerian dan didukung lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sejumlah ulama perempuan. Rencananya kenaikan batas usia pernikahan berada pada kisaran tiga sampai empat tahun, 20 tahun untuk anak perempuan dan 22 tahun untuk anak laki-laki.

Saat ini, menurut pasal 7 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, batas minimum usia nikah untuk anak laki-laki adalah 19 tahun, sementara perempuan 16 tahun.

Berdasarkan data UNICEF, Indonesia menempati urutan ke-7 tertinggi di dunia, dan urutan ke-2 tertinggi di ASEAN dalam kasus perkawinan anak. Badan Pusat Statistik (BPS) dan UNICEF mencatat, pernikahan anak di Indonesia hampir terjadi di semua wilayah. Dari laporan tersebut terungkap,angka perkawinan di bawah 18 tahun sudah mencapai 23 persen, dan bahwa perkawinan anak di daerah perdesaan sepertiga lebih tinggi dibandingkan yang terjadi di daerah perkotaan. [aw/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG