Delapan tahun telah berlalu sejak dibunuhnya aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib pada 7 September 2004.
Ketua Tim Legal Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) Chairul Anam kepada VOA, Selasa (4/9) menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggung jawab untuk menuntaskan kasus kematian Munir.
Ia menilai Presiden Yudhoyono telah ingkar janji karena telah mengabaikan kasus tersebut, padahal beberapa saat setelah kematian Munir, Presiden berjanji akan menyelesaikan kasus tersebut secara tuntas.
Presiden, menurut Anam, sebenarnya saat ini dapat memerintahkan Jaksa Agung Basrief Arif dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo melakukan penyidikan ulang untuk persiapan peninjauan kembali.
Ia menambahkan, jika Presiden tidak mau menyelesaikan kasus Munir secara tuntas berarti reformasi di badan Intelijen Negara tidak akan berjalan secara baik karena badan ini diduga terlibat dalam pembunuhan aktivis HAM Munir
“[Presiden Yudhoyono] mengabaikan begitu saja padahal dia punya kuasa untuk itu. Tidak melakukan itu berarti menunjukan komitmen Presiden ini sangat lemah. Ia akan tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang hanya tebar janji tanpa adanya tindakan konkrit kasus Munir,” ujar Anam.
“Jaksa Agung sudah memberi lampu hijau untuk PK (Peninjauan Kembali) tetapi memang saya nilai Jaksa Agung ragu-ragu karena memang tidak ada dukungan dari Presiden, sebab dia paham betul kasus ini kalau tidak ada dukungan dari Presiden juga susah karena dia tahu pelaku, konspirasinya kayak apa dan sebagainya. Itu problem yang mendasar.”
Anam menambahkan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir juga terus meminta dunia internasional untuk terus mempertanyakan penyelesaikan kasus pembunuhan Munir kepada Presiden Yudhoyono.
Suciwati, istri almarhum Munir, mengatakan penuntasan kasus kematian Munir ini sangat penting agar tidak ada lagi aktivis yang dibunuh atau disiksa karena perjuangannya.
Suciwati mengatakan hingga saat ini dia terus berjuang agar kasus kematian suaminya dapat dituntaskan.
“Sampai saat ini saya masih terus meminta kasus ini dituntaskan karena ini persoalan kredibilitas bangsa kita seperti yang di ungkapkan presiden kita Susilo Bambang Yudhoyono,” ujarnya.
Sementara itu Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menyatakan Presiden Yudhoyono sangat mendungkung pengungkapan kasus kematian Munir. Sejauh ini, kata Julian, kasus yang berkaitan dengan kematian Munir sedang ditangani di kejaksaan dan kepolisian.
“Kalau memang ternyata ada temuan baru, secara prosedur bisa diterima, diteruskan sebagai suatu upaya pengungkapan baru. Untuk berkaitan dengan isu-isu berkaitan dengan HAM segera diproses, diselesaikan atau dituntaskan.
Munir Said Thalib tewas di dalam pesawat Garuda dalam penerbangan menuju Belanda pada 7 September 2004 lalu karena diracun.
Dalam kasus ini, pengadilan telah memvonis dua orang yakni mantan pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, dengan hukuman 20 tahun penjara dan mantan direktur utama PT Garuda Indonesia, Indra Setiawan, dengan hukuman 1 tahun penjara.
Sedangkan mantan deputi penggalangan BIN Muchdi Purwoprandjono divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ketua Tim Legal Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) Chairul Anam kepada VOA, Selasa (4/9) menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggung jawab untuk menuntaskan kasus kematian Munir.
Ia menilai Presiden Yudhoyono telah ingkar janji karena telah mengabaikan kasus tersebut, padahal beberapa saat setelah kematian Munir, Presiden berjanji akan menyelesaikan kasus tersebut secara tuntas.
Presiden, menurut Anam, sebenarnya saat ini dapat memerintahkan Jaksa Agung Basrief Arif dan Kapolri Jenderal Timur Pradopo melakukan penyidikan ulang untuk persiapan peninjauan kembali.
Ia menambahkan, jika Presiden tidak mau menyelesaikan kasus Munir secara tuntas berarti reformasi di badan Intelijen Negara tidak akan berjalan secara baik karena badan ini diduga terlibat dalam pembunuhan aktivis HAM Munir
“[Presiden Yudhoyono] mengabaikan begitu saja padahal dia punya kuasa untuk itu. Tidak melakukan itu berarti menunjukan komitmen Presiden ini sangat lemah. Ia akan tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang hanya tebar janji tanpa adanya tindakan konkrit kasus Munir,” ujar Anam.
“Jaksa Agung sudah memberi lampu hijau untuk PK (Peninjauan Kembali) tetapi memang saya nilai Jaksa Agung ragu-ragu karena memang tidak ada dukungan dari Presiden, sebab dia paham betul kasus ini kalau tidak ada dukungan dari Presiden juga susah karena dia tahu pelaku, konspirasinya kayak apa dan sebagainya. Itu problem yang mendasar.”
Anam menambahkan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir juga terus meminta dunia internasional untuk terus mempertanyakan penyelesaikan kasus pembunuhan Munir kepada Presiden Yudhoyono.
Suciwati, istri almarhum Munir, mengatakan penuntasan kasus kematian Munir ini sangat penting agar tidak ada lagi aktivis yang dibunuh atau disiksa karena perjuangannya.
Suciwati mengatakan hingga saat ini dia terus berjuang agar kasus kematian suaminya dapat dituntaskan.
“Sampai saat ini saya masih terus meminta kasus ini dituntaskan karena ini persoalan kredibilitas bangsa kita seperti yang di ungkapkan presiden kita Susilo Bambang Yudhoyono,” ujarnya.
Sementara itu Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menyatakan Presiden Yudhoyono sangat mendungkung pengungkapan kasus kematian Munir. Sejauh ini, kata Julian, kasus yang berkaitan dengan kematian Munir sedang ditangani di kejaksaan dan kepolisian.
“Kalau memang ternyata ada temuan baru, secara prosedur bisa diterima, diteruskan sebagai suatu upaya pengungkapan baru. Untuk berkaitan dengan isu-isu berkaitan dengan HAM segera diproses, diselesaikan atau dituntaskan.
Munir Said Thalib tewas di dalam pesawat Garuda dalam penerbangan menuju Belanda pada 7 September 2004 lalu karena diracun.
Dalam kasus ini, pengadilan telah memvonis dua orang yakni mantan pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, dengan hukuman 20 tahun penjara dan mantan direktur utama PT Garuda Indonesia, Indra Setiawan, dengan hukuman 1 tahun penjara.
Sedangkan mantan deputi penggalangan BIN Muchdi Purwoprandjono divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.