Satu tahun sudah peristiwa penyerangan yang menewaskan tiga orang warga Ahmadiyah di Cikeusik, Banten berlalu. Tim pendamping warga Ahmadiyah, Firdaus Mubarik kepada wartawan di kantor YLBHI mengatakan hingga saat ini pemerintah tidak dapat memberikan keadilan dan perlindungan kepada para korban.
Hingga saat ini kata Firdaus belum ada warga Ahmadiyah Cikeusik yang dapat kembali lagi ke rumah mereka. Usaha warga Ahmadiyah Cikeusik untuk kembali ke kampung halaman selalu gagal. Mereka menurut Firdaus justru mendapatkan pengusiran dan intimidasi.
Firdaus menambahkan bahwa ketakutan warga Ahmadiyah tersebut justru bertambah karena tanah dan bangunan yang mereka miliki dikabarkan akan dijual oleh oknum tanpa persetujuan mereka.
Firdaus Mubarik mengatakan, "Kepala desanya bilang oh tentu sebagai kepala desa saya tentu menerima mereka untuk kembali ke desa Umbulan tetapi mereka harus keluar dari Ahmadiyah. Kemudian warga yang mencoba pulang ke rumahnya diusir oleh polisi keesokan harinya. Jadi kita melihat dari aparat negara, yaitu desa hingga polisi itu semua mereka menolak dan mengusir hak dari teman-teman warga Ahmadiyah Cikeusik untuk bisa tinggal di rumahnya."
Ahmad Masihuddin, salah satu Korban peristiwa Cikeusik yang selamat meminta agar tragedi Cikeusik ini jangan dilupakan. Kasus ini menurutnya harus segera diselesaikan hingga tuntas.
"Saya salah satu korban yang bersama 4 orang yang diarak, saya yang selamat, tiga orang meninggal. Tolonglah bantu-bantu kami. Jangan lupakan kasus ini dan jangan terulang lagi kepada siapapun dan apapun agamanya," harap Ahmad Masihuddin.
Sementara, Direktur Penyuluhan dan Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Abdul Kadir Wokubun menyayangkan peristiwa Cikeusik ini justru malah memicu kekerasan yang lebih luas terhadap warga Ahmadiyah di Indonesia. Pasca kejadian tersebut, justru muncul sejumlah peraturan daerah yang melarang kegiatan Ahmadiyah.
Abdul Kadir Wokubun mengungkapkan, "Tercatat sekitar 23 peraturan daerah, (yang) menurut kami ini merupakan tindakan yang sangat sistematis dan bentuk lepasnya tanggung jawab negara terhadap kebebasan untuk berkeyakinan dan beribadah."
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengungkapkan bahwa Presiden SBY dan pemerintahannya memiliki komitmen yang besar terkait kebebasan bergama.
"Tidak boleh kita benarkan seseorang, sekelompok orang yang melakukan kekerasan terhadap seseorang yang beragama lain dengan atas,dasar atas nama agama. Tidak boleh ada tindak kekerasan dalam bentuk apapun dalam masalah agama," kata Julian Aldrin Pasha.
Catatan organisasi Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di Amerika Serikat penyelesaian hukum kasus Cikeusik jauh dari memuaskan. Peneliti HRW, Andreas Harsono mengatakan para pelaku hanya didakwa karena membawa senjata tajam dan mengganggu ketertiban umum. Mereka tidak dihukum karena pembunuhan. Menurut Andreas, keadilan belum ditegakkan karena ada banyak orang yang seharusnya diadili.
Sebanyak 12 orang terdakwa penyerangan ini telah diadili di Pengadilan Negeri Banten dan divonis antara tiga hingga enam bulan penjara. Para penegak hukum juga menyeret salah seorang korban, Deden Sudjana, ke meja hijau. Deden divonis enam bulan penjara.