Saat omicron, varian baru virus corona, merebak di beberapa negara pekan ini, sejumlah negara segera mengambil langkah pencegahan tambahan. Tak sedikit yang memberlakukan kembali keharusan mengenakan masker dan menjaga jarak, melakukan pembatasan dan larangan perjalanan, hingga mempertimbangkan kembali kemungkinan menghentikan sebagian kegiatan dan penutupan wilayah. Tetapi lepas dari semua langkah itu, semua negara termasuk Indonesia, menggalakkan kembali kampanye vaksinasi.
Hingga hari Senin (6/12), dari 208.262.720 target sasaran vaksinasi vaksin COVID-19 di Indonesia, 142.700.940 orang atau lebih dari 68,2 persen telah menerima satu dosis vaksin, sementara 99.225.572 orang atau 47 persen telah menerima vaksinasi penuh dengan dua dosis vaksin. Sementara itu 1.247.047 orang telah mendapatkan vaksin penguat atau booster.
Setelah mengampanyekan vaksinasi di kalangan pegawai negeri sipil, kampus dan sekolah, warga di perkotaan dan pedesaan, sejak pertengahan Oktober lalu pemerintah Jokowi mulai menggalakkan vaksinasi masyarakat adat dan mereka yang berada jauh di pedalaman. Selain menggandeng otoritas lokal, Kementerian Kesehatan mengajak kelompok-kelompok pencinta alam seperti Mapala UI, Mandalawangi dan Wanadri untuk masuk ke daerah-daerah yang sulit itu.
Menkes : Semua Orang Harus Punya Akses atas Vaksin
Diwawancarai VOA saat memantau langsung vaksinasi masyarakat Baduy di Ciboleger, Lebak, Banten, pertengahan Oktober lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, “urgensi program vaksinasi langsung (di pedalaman.red) adalah memastikan akses semua orang untuk mendapat vaksin. Masyarakat ini yang paling susah mendapat akses ke vaksin. Karena itu diprioritaskan. Semoga dapat dibantu oleh organisasi-organisasi sosial seperti yang dikelola Ibu Rahmi.”
Rahmi Hidayati yang disebut-sebut Menkes itu adalah Ketua Mandalawangi Bergerak, yang merupakan perkumpulan organisasi pencinta alam seperti Mapala UI dan Wanadri serta kelompok-kelompok pencinta alam lokal, yang bekerja keras menjangkau masyarakat adat, melakukan pendakian, kampanye hingga konsumsi dan atribusi lain guna mendorong vaksinasi. Lewat program Vaksinasi Masyarakat Kaki Gunung, Rahmi bersama ratusan pencinta alam bergerak dari satu desa ke desa lain meyakinkan masyarakat adat agar bersedia divaksinasi.
Penduduk di Taman Nasional Hingga Suku Asli Jadi Target
Pada tahap pertama Mandalawangi bekerjasama dengan pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur berkemah menggelar vaksinasi vaksin COVID-19 selama dua hari pada 28-29 Agustus untuk menyasar 1.000 warga di sekitar taman nasional itu.
Dua minggu kemudian mereka bergerak ke Ciboleger, Lebak, Banten, untuk memvaksinasi warga suku Baduy. Dan akhir November lalu Mandalawangi ke Dataran Tinggi Dieng, tidak saja dengan mendirikan “klinik” vaksinasi sementara, tetapi juga menyambangi warga di rumah dan kebun.
“Ada warga desa yang masih menolak vaksinasi. Mereka menganggap enggak perlu. Ada juga yang takut karena dapat kabar-kabar negatif soal vaksin. Jadi rata-rata memang tidak semua datang waktu kita bikin klinik. Dari 1.000 orang target di Baduy, vaksinasi dosis pertama baru terpenuhi dalam dua hari. Tetapi untuk vaksinasi dosis kedua, baru hari pertama saja sudah 481 yang hadir. Sisanya kami datangi ke kebun-kebun dan rumah-rumah penduduk,” papar Rahmi.
Diwawancarai VOA seusai vaksinasi, salah seorang warga suku Baduy Dalam yang dihormati dengan nama panggilan Ayah Mursi, mengatakan “kalau memang nantinya sudah keliatan, warga sudah yakin, tidak lagi terpengaruh pemberitaan dan takut kenapa-kenapa, sudah muncul kesadaran, saya yakin mereka akan turun. Ini tidak bisa dipaksa. Ini tergantung masing-masing individu. Tetapi jika sudah ada kesadaran, pasti mau.”
Setelah vaksinasi di Cianjur dan Banten itu, Mandalawangi datang ke Dataran Tinggi Dieng.
“Mengapa Dieng? Pertimbangan utama Mandalawangi Bergerak adalah karena Dieng adalah daerah atau kawasan terdekat pendakian ke Gunung Prau. Sebagai perkupulan pencinta alam yang peduli pada masyarakat di sekitar lokasi, kami bergiat di titik-titik awal jalur pendakian,” tambah Rahmi.
Selain itu, ujarnya, Dataran Tinggi Dieng yang merupakan daerah wisata alam dan budaya, selalu ramai dikunjungi wisatawan, sehingga “membantu menjaga imunitas warga setempat merupakan salah satu tujuan kami.”
Rahmi Hidayati, yang juga penggagas Komunitas Perempuan Berkebaya, menggarisbawahi perlunya ketersediaan vaksin dan tenaga kesehatan sehingga program vaksinasi dapat menyasar seluruh kelompok masyarakat adat, tanpa terkecuali.
Pendekatan Khusus
Dalam wawancara khusus dengan VOA di Washington DC akhir Oktober lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bekerjasama dengan siapa pun akan dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat seluas mungkin agar bersedia divaksinasi.
“Waktu awal-awal khan gampang, semua kota besar dapat kita vaksinasi. Lalu masuk ke kota-kota kecil mulai sulit karena secara geografis kita ini menantang, kadang mesti masuk hutan, naik gunung atau menggunakan perahu-perahu kecil. Lalu kita mulai menjangkau masyarakat adat yang jumlahnya sangat banyak dan mereka sangat konservatif, sangat mengikuti adat istiadat dan pemimpin mereka. Saya mulai berpikir keras, bagaimana ini masuknya?," jelasnya.
"Akhirnya kami masuk lewat kelompok-kelompok pencinta alam yang memang kerap bersinggungan dengan mereka. Mulai direncanakan vaksinasi di masyarakat pegunungan Dieng, Tengger dan Baduy. Baduy ini yang sulit karena mereka pun ada yang Baduy Luar dan Baduy Dalam. Yang kita vaksinasi kemarin baru suku Baduy Luar, tetapi ada beberapa tokoh kampung di Baduy Dalam yang akhirnya mau keluar dan disuntik. Alhamdulillah,” ujar Menkes Budi Gunadi.
Saat VOA berada di lokasi vaksinasi suku Baduy, warga Baduy Luar ditandai dengan pakaian hitam dan peci atau ikat kepala berwarna biru. Sementara warga Baduy Dalam mengenakan pakaian serba putih.
Lebih jauh Budi Gunadi mengatakan, “Yang penting mereka (masyarakat adat.red) jangan dibuat panik. Perlahan-lahan kita dekati, kita beri informasi, kita rangkul. Insya Allah mereka mau.”
Untuk mendorong vaksinasi masyarakat adat ini, Menteri Kesehatan bekerjasama dengan unit-unit di Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan PMK, antara lain Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, dan Tim Koordinasi Layanan Advokasi Bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat juga Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia FKUI, Yayasan Mandalawangi, Komunitas Perempuan Berkebaya, Pemerintah Kabupaten Lebak dan Perkumpulan Urang Banten PUB. [iy/em]