Presiden Joko Widodo mengajak semua pihak memerangi wabah COVID-19 yang saat ini melanda hampir semua negara. Ia ingin pada Mei mendatang, kurva pertumbuhan kasus virus corona mulai melambat.
“Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai, sesuai target yang kita berikan yaitu kurvanya sudah harus turun, dan masuk pada posisi sedang, di bulan Juni, di bulan Juli harus masuk pada posisi ringan, dengan cara apapun,” ujarnya ketika membuka Sidang Kabinet di Jakarta, Rabu (6/5).
Ia mengatakan, usaha untuk menurunkan angka kasus ini tidak hanya harus dilakukan oleh Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 dan jajaran pemerintah saja, melainkan juga seluruh elemen bangsa, termasuk organisasi sosial, partai politik dan masyarakat.
Mantan Walikota Solo ini mengungkapkan, negara yang akan memenangkan “perang” pada masa pandemi ini adalah negara yang bisa mengatasi permasalahan dengan baik dan cepat.
“Saya ingin ingatkan fokus kerja yang paling utama sekarang ini tetap pada mengendalikan COVID secepat-cepatnya. Menurunkan secepat-cepatnya. Saya melihat negara yang akan menjadi pemenang adalah negara yang berhasil mengatasi COVID. Untuk itu, semua Menteri, Kepala Lembaga, Panglima TNI, Kapolri, saya minta mengerahkan semua tenaga, mengerahkan semua energi, mengerahkan semua kekuatan untuk mengendalikan COVID ini dan menangani dampak-dampak yang menyertainya,” paparnya.
Jokowi Anggap Ekonomi Indonesia Masih Positif Pada Masa Pandemi COVID-19
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal-I hanya 2,97 persen. Angka ini turun jauh dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal sebelumnya yang bisa mencapai 4,97 persen.
Meski turun drastis, presiden melihat bahwa pencapaian tersebut masih relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
“Walaupun hanya tumbuh 2,97 persen, tapi dibandingkan dengan negara lain yang telah merilis angka pertumbuhannya kinerja ekonomi negara kita relatif masih baik,” tuturnya.
Ia pun membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara. Dijelaskannya, delta penurunan ekonomi Tanah Air secara year on year mencapai dua persen. Hal ini masih lebih rendah daripada negara lainnya.
“Coba kita lihat beberapa negara yang mengalami kontraksi dan tentu saja kontraksinya tumbuh negatif. China turun dari +6 persen menjadi -6,8 persen, artinya ini deltanya 12,8 persen. Perancis, deltanya 6,25 persen, Hong Kong deltanya 5,90 persen, Spanyol deltanya 5,88 persen, dan Italia deltanya 4,95 persen tumbuh negatif," jelasnya.
Ia juga menyoroti Indeks Manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi terdalam dibandingkan dengan negara lainnya di ASEAN. Hal ini, kata Jokowi harus segera dicarikan solusi yang tepat.
“Indonesia berada di level 27,5, lebih rendah dibandingkan Korea Selatan 41,6, Malaysia 31,3 Vietnam 32,7, Filipina 31,6. Untuk itu saya minta menteri-menteri di bidang ekonomi memperhatikan angka-angka yang saya sampaikan secara detail, mana saja sektor subsektor yang mengalami kontraksi paling dalam. Dilihat secara detail dan dicarikan stimulusnya, sehingga program stimulus ekonomi betul-betul harus kita buat, dan harus tepat sasaran. dan bisa mulai merancang skenario recovery di setiap sektor dan subsector,” jelasnya.
Gugus Tugas : Rasio Tes Spesimen di Indonesia Tidak Bisa dibandingkan dengan Negara Lain
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan rasio pengetesan sampel COVID-19 di Tanah Air tidak bisa dibandingkan dengan negara lainnya. Hal ini dikarenakan perbedaan letak geografis dan kekuatan ekonomi pada masing-masing negara.
Hal ini terkait, kritikan yang dilontarkan sejumlah kalangan mengenai lambatnya uji sampel yang dilakukan oleh Gugus Tugas dalam melacak kasus positif di tengah-tengah masyarakat.
“Kami dalam proses pengumpulan data, pembersihan dan menyatukan data dari berbagai provinsi dan kota. Indonesia negara keempat dengan populasi terbesar di dunia. Itu tidak bisa dibandingkan dengan negara ekonomi tinggi dan populasi rendah. Populasi negara indonesia tidak bisa dibandingkan otomatis dengan negara lain yang memiliki perbedaan geografis dan kemampuan ekonomi. Setelah data terintegrasi, kami berharap bisa melaporkan situasi yang akan ada perubahan dan revisi terhadap data setelah tim gugus tugas memerintahkan seluruh data disampaikan apa adanya secepatnya,” ujar Wiku.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia perlu memperkuat sistem untuk pengujian sampel COVID-19. Pemerintah pun terus berusaha menambah laboratorium dengan sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan kapasitas pengetesan sampel yang ditargetkan bisa mencapai 10.000 sampel per harinya.
Guna menambah SDM, pihaknya pun bekerja sama dengan WHO untuk menambah petugas laboratorium untuk memaksimal pengujian sampel COVID-19 dengan cara mengadakan pelatihan bagi personel lab.
Pelatihan ini, akan mulai dilakukan pada bulan ini dengan ratusan peserta. Harapannya, pada akhir Mei ini, semua laboratorium sudah bisa dipenuhi dengan SDM yang dibutuhkan.
“Sehingga kita bisa menjaga jumlah maksimal penelitian tes per harinya," ujar Wiku.
Kasus Corona di Indonesia Capai 1.2438
Juru bicara penanganan kasus virus corona Dr Achmad Yurianto, Rabu (6/5) kembali melaporkan penambahan kasus COVID-19 sebanyak 367. Total kasus virus itu kini dikukuhkan menjadi 12.438.
Sebanyak 120 pasien sudah diperbolehkan pulang, sehingga total pasien yang telah pulih mencapai 2.317 orang. Sayangnya, korban jiwa masih berjatuhan. Tercatat, sebanyak 23 orang meninggal dunia. Total yang meninggal pun menjadi 895 .
Adapun untuk jumlah orang dalam pemantauan (ODP) juga bertambah menjadi 240.726. sedangkan angka pasien dalam pengawasan juga terus bergerak ke level 26.932. [gi/ab]