Ketut Pujayasa, WNI yang ditangkap karena menyerang dan memperkosa seorang penumpang kapal pesiar, akan menjalani sidang pra-peradilan Selasa (25/2).
HOUSTON —
KJRI Houston yang sudah menemui tim pengacara Pujayasa pekan lalu akan kembali menemuinya di penjara Fort Lauderdale Florida hari Senin 24 Februari. KJRI Houston juga akan mencoba memfasilitasi keinginan Pujayasa untuk bicara langsung dengan keluarganya di Bangli, Bali melalui telepon.
Pejabat Sementara Konsulat Jendral RI di Houston Prasetyo Budhi dalam wawancara dengan VOA Minggu siang membenarkan kabar bahwa Ketut Pujayasa, mantan awak kapal pesiar MV Nieuw Amsterdam yang kini ditahan di sebuah penjara di Fort Lauderdale Florida, akan menjalani sidang pra-pengadilan tanggal 25 Februari. Menurut tim pengacaranya yang terus berkoordinasi dengan pihak KJRI Houston, Pujayasa dituntut atas dua kejahatan yaitu percobaan pembunuhan dan pemerkosaan.
Ketut Pujayasa yang tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya dan sudah bekerja di kapal pesiar MV Nieuw Amsterdam sejak tahun 2012 mengaku menyerang dan memperkosa penumpang kapal yang berkewarganegaraan Amerika itu karena merasa terhina dan marah dengan pernyataan wanita tersebut ketika ia mengantarkan sarapan pagi pada tanggal 13 Februari.
Agen Khusus FBI David Nunez, dalam laporan pemeriksaan yang dikutip sejumlah media lokal di Florida, mengatakan wanita itu meneriakkan kata-kata “wait a minute son of a bitch” ketika Pujayasa mengetuk pintu kamarnya. “Pujayasa mengatakan pernyataan “son of a bitch” itu merupakan penghinaan terhadap dirinya dan keluarga. Ia sangat marah sepanjang hari itu,” demikian pernyataan David Nunez mengutip keterangan Pujayasa.
Pujayasa berencana menampar wanita itu sebagai pembalasan/ tetapi saat tidak bertugas ia justru masuk ke kamar wanita itu menggunakan kunci serep dan menunggu di balkon kamar. Ia sempat tertidur di balkon itu. Ketika terbangun ia melihat wanita itu sudah berada di dalam kamar. Pujayasa memukul wanita itu dengan laptop, serta mencekiknya dengan menggunakan tali setrikaan dan telepon.
Perempuan itu melawan dengan menggigitnya dan membalas pukulan dengan alat pembuka botol yang mengenai alat kelamin Pujayasa. Kepada FBI, sebagaimana dikutip beberapa media lokal di Florida, Pujayasa mengaku berniat membuang wanita itu ke perairan di dekat Roatan, Honduras untuk menghilangkan bukti.
Tetapi sebelum sempat melaksanakan niatnya, seorang penumpang lain mengetuk pintu kamar dan membuat Pujayasa melarikan diri dari balkon kamar tersebut. Wanita itu lari ke luar kamar dengan hanya mengenakan tank-top yang berlumuran darah.
Pujayasa kemudian kembali ke kamarnya dan mengaku kepada teman sekamarnya bahwa ia telah membunuh seorang penumpang. Ia segera ditangkap dan diserahkan pada pihak berwenang setelah kapal merapat di Port Everglades Cruiseport, Fort Lauderdale Florida. Ia ditahan tanpa uang jaminan pembebasan. Sementara wanita tersebut dilarikan ke South Florida Hospital.
Pejabat Sementara Konsulat Jendral RI di Houston Prasetyo Budhi mengatakan telah menyampaikan kepada tim pengacara Amerika yang menangani kasus Pujayasa agar tidak melupakan faktor utama pencetus kejadian itu/ yaitu perbedaan budaya yang sangat dalam antara Barat dan Timur. Kata-kata yang mungkin di Barat dianggap biasa, di Timur merupakan penghinaan. Terlebih bagi Pujayasa yang berasal dari Bangli, Bali, yang dikenal sangat menjungjung tinggi kesantuan berbahasa dan penghormatan terhadap orang tua.
Prasetyo Budi mengatakan, “Saya sampaikan bahwa kejadian yang utama terjadi karena perbedaan budaya yang sangat dalam antara Barat dan Timur. Karena kata-kata korban “wait a minute son of a bitch” sangat menyinggung perasaan orang Timur, bukan hanya Pujayasa. Apalagi ia berasal dari salah satu daerah di Indonesia yang memiliki adat ketimuran yang sangat kuat. Saya sampaikan itu kepada pengacaranya. Pengacaranya itu juga mengakui hal ini. Ia akan menyampaikan hal itu ke pengadilan.”
Dalam pertemuan hari Senin 24 Februari, KJRI Houston juga merencana memfasilitasi keinginan Pujayasa untuk berbicara langsung dengan keluarganya di Bangli, Bali melalui telepon.
“Besok kami bertemu Pujayasa di penjara Senin 24 Februari jam 10.30 pagi. Salah satu permintaan Pujayasa adalah ingin menghubungi langsung keluarganya di Bali. Kami akan mencoba memfasilitasi hal itu dengan memberikan semacam collect-call, KJRI Houston yang akan membayarnya sehingga Pujayasa bisa berhubungan langsung dengan keluarga. Menurut pihak penjara mereka harus membuka account baru terlebih dahulu untuk memudahkan hal itu. Pujayasa ini berasal dari Bangli, Bali,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan baik pihak KJRI Houston maupun media-media di Amerika belum memiliki informasi tentang korban tindak kejahatan Pujayasa. Informasi lebih rinci tentang tindak kejahatan tersebut, identitas korban, tuntutan hukum serta ancaman sanksi yang dikenakan diperkirakan akan disampaikan dalam sidang pra-pengadilan 25 Februari mendatang.
Pejabat Sementara Konsulat Jendral RI di Houston Prasetyo Budhi dalam wawancara dengan VOA Minggu siang membenarkan kabar bahwa Ketut Pujayasa, mantan awak kapal pesiar MV Nieuw Amsterdam yang kini ditahan di sebuah penjara di Fort Lauderdale Florida, akan menjalani sidang pra-pengadilan tanggal 25 Februari. Menurut tim pengacaranya yang terus berkoordinasi dengan pihak KJRI Houston, Pujayasa dituntut atas dua kejahatan yaitu percobaan pembunuhan dan pemerkosaan.
Ketut Pujayasa yang tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya dan sudah bekerja di kapal pesiar MV Nieuw Amsterdam sejak tahun 2012 mengaku menyerang dan memperkosa penumpang kapal yang berkewarganegaraan Amerika itu karena merasa terhina dan marah dengan pernyataan wanita tersebut ketika ia mengantarkan sarapan pagi pada tanggal 13 Februari.
Agen Khusus FBI David Nunez, dalam laporan pemeriksaan yang dikutip sejumlah media lokal di Florida, mengatakan wanita itu meneriakkan kata-kata “wait a minute son of a bitch” ketika Pujayasa mengetuk pintu kamarnya. “Pujayasa mengatakan pernyataan “son of a bitch” itu merupakan penghinaan terhadap dirinya dan keluarga. Ia sangat marah sepanjang hari itu,” demikian pernyataan David Nunez mengutip keterangan Pujayasa.
Pujayasa berencana menampar wanita itu sebagai pembalasan/ tetapi saat tidak bertugas ia justru masuk ke kamar wanita itu menggunakan kunci serep dan menunggu di balkon kamar. Ia sempat tertidur di balkon itu. Ketika terbangun ia melihat wanita itu sudah berada di dalam kamar. Pujayasa memukul wanita itu dengan laptop, serta mencekiknya dengan menggunakan tali setrikaan dan telepon.
Perempuan itu melawan dengan menggigitnya dan membalas pukulan dengan alat pembuka botol yang mengenai alat kelamin Pujayasa. Kepada FBI, sebagaimana dikutip beberapa media lokal di Florida, Pujayasa mengaku berniat membuang wanita itu ke perairan di dekat Roatan, Honduras untuk menghilangkan bukti.
Tetapi sebelum sempat melaksanakan niatnya, seorang penumpang lain mengetuk pintu kamar dan membuat Pujayasa melarikan diri dari balkon kamar tersebut. Wanita itu lari ke luar kamar dengan hanya mengenakan tank-top yang berlumuran darah.
Pujayasa kemudian kembali ke kamarnya dan mengaku kepada teman sekamarnya bahwa ia telah membunuh seorang penumpang. Ia segera ditangkap dan diserahkan pada pihak berwenang setelah kapal merapat di Port Everglades Cruiseport, Fort Lauderdale Florida. Ia ditahan tanpa uang jaminan pembebasan. Sementara wanita tersebut dilarikan ke South Florida Hospital.
Pejabat Sementara Konsulat Jendral RI di Houston Prasetyo Budhi mengatakan telah menyampaikan kepada tim pengacara Amerika yang menangani kasus Pujayasa agar tidak melupakan faktor utama pencetus kejadian itu/ yaitu perbedaan budaya yang sangat dalam antara Barat dan Timur. Kata-kata yang mungkin di Barat dianggap biasa, di Timur merupakan penghinaan. Terlebih bagi Pujayasa yang berasal dari Bangli, Bali, yang dikenal sangat menjungjung tinggi kesantuan berbahasa dan penghormatan terhadap orang tua.
Prasetyo Budi mengatakan, “Saya sampaikan bahwa kejadian yang utama terjadi karena perbedaan budaya yang sangat dalam antara Barat dan Timur. Karena kata-kata korban “wait a minute son of a bitch” sangat menyinggung perasaan orang Timur, bukan hanya Pujayasa. Apalagi ia berasal dari salah satu daerah di Indonesia yang memiliki adat ketimuran yang sangat kuat. Saya sampaikan itu kepada pengacaranya. Pengacaranya itu juga mengakui hal ini. Ia akan menyampaikan hal itu ke pengadilan.”
Dalam pertemuan hari Senin 24 Februari, KJRI Houston juga merencana memfasilitasi keinginan Pujayasa untuk berbicara langsung dengan keluarganya di Bangli, Bali melalui telepon.
“Besok kami bertemu Pujayasa di penjara Senin 24 Februari jam 10.30 pagi. Salah satu permintaan Pujayasa adalah ingin menghubungi langsung keluarganya di Bali. Kami akan mencoba memfasilitasi hal itu dengan memberikan semacam collect-call, KJRI Houston yang akan membayarnya sehingga Pujayasa bisa berhubungan langsung dengan keluarga. Menurut pihak penjara mereka harus membuka account baru terlebih dahulu untuk memudahkan hal itu. Pujayasa ini berasal dari Bangli, Bali,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan baik pihak KJRI Houston maupun media-media di Amerika belum memiliki informasi tentang korban tindak kejahatan Pujayasa. Informasi lebih rinci tentang tindak kejahatan tersebut, identitas korban, tuntutan hukum serta ancaman sanksi yang dikenakan diperkirakan akan disampaikan dalam sidang pra-pengadilan 25 Februari mendatang.