Di pedesaan Maryland, satu setengah jam perjalanan darat dari Washington, Bill Mason masih mengolah lahannya untuk menanam jagung dan kedelai. Sekitar dua pertiga dari lahan pertanian seluas 340 hektar yang dimilikinya ditanami tumbuhan organik, sisanya adalah tanaman biasa. Hal ini mengganggu sebagian orang.
“Ada kalangan yang fanatik dengan hal-hal organik. Mereka pikir setiap petani organik tidak seharusnya menanam tanaman konvensional,” ujar Mason.
Sebagai petani organik sekaligus konvensional, Mason berada di tengah-tengah antara perdebatan panjang mengenai cara terbaik memberi makan dunia.
Permintaan akan makanan organik, yang diproduksi tanpa pupuk buatan atau pestisida, meningkat di seluruh dunia. Namun beberapa ahli ragu apakah penduduk dunia yang terus bertambah dapat diberi makan jika petani tidak menggunakan zat-zat kimia tersebut.
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada majalah Nature pada bulan April menemukan bahwa pertanian organik 25 persen lebih tidak efektif dibandingkan pertanian konvensional. Namun saat beberapa pihak mengatakan pertanian organik tidak dapat memberi makan penduduk dunia, sebagian lainnya mengatakan tidak dapat memberi makan populasi tanpa makanan organik.
Para kritik pertanian konvensional mengatakan bahwa penggunaan pupuk yang berlebihan mengotori perairan, membunuh ikan dan berkontribusi pada perubahan iklim. Orang-orang berani membayar mahal untuk makanan yang diproduksi tanpa pestisida dan pupuk buatan.
Namun Mason berkata bahwa hasil pertanian organik kurang banyak. “Hasil panen jagung kami hanya tiga perempat dari hasil panen tanaman konvensional biasa,” ujarnya.
Konsekuensi Ekologi
Dengan hasil rendah tersebut, pertanian organik memerlukan lahan yang lebih banyak jika ingin bisa memberi makan penduduk dunia.
“Diperlukan lahan yang lebih luas untuk cara pertanian seperti itu, dengan konsekuensi-konsekuensi ekologi yang negatif dan mengerikan,” kata ilmuwan tanah dari Columbia University, Pedro Sanchez.
Para ahli mengatakan bahwa pembabatan hutan untuk lahan pertanian sudah berkontribusi pada perubahan iklim dan hilangnya keragaman hayati. Sementara itu, para petani memiliki sembilan miliar mulut yang harus diberi makan pada pertengahan abad ini, yang membuat pertanian berada dalam posisi sulit.
”Saat ini, tidak mungkin memberi makan sembilan miliar dengan cara kita bertani sekarang ini, baik konvensional atau organik,” ujar peneliti dari Departemen Pertanian AS Michel Cavigelli.
Bekerja di dua sisi
Para ahli sekarang bekerja untuk dua sisi mata uang tersebut. Cavigelli sedang berupaya meningkatkan produktivitas pertanian organik dengan menggunakan pupuk alami seperti kotoran ayam. Kesulitannya, menurut dia, adalah kurangnya nutrisi yang terkandung di dalam pupuk tersebut.
“Kita perlu meningkatkan semua sistem yang dapat memberi makan semua orang sekaligus tidak berkontribusi pada kehancuran planet ini,” ujarnya.
Banyak petani Afrika yang telah bekerja sama dengan Pedro Sanchez menggunakan pupuk sintesis dan berhasil meningkatkan hasil panen tiga kali lipat, sehingga berkontribusi pada ketahanan pangan.
“Sebagai ilmuwan, saya tidak senang solusi tersebut, dan saya tidak akan berkampanye untuk hal itu. Saya ingin mengintegrasikan nutrisi yang dihasilkan secara organik,” kata Sanchez.
Nutrisi organik, seperti tanaman penutup tanah, cukup sukses digunakan Bill Mason dan hal ini menarik perhatian tetangganya yang merupakan petani konvensional.
“Saya kira ada ide-ide kita yang bisa digunakan di dunia pertanian konvensional,” kata Mason.
“Ada kalangan yang fanatik dengan hal-hal organik. Mereka pikir setiap petani organik tidak seharusnya menanam tanaman konvensional,” ujar Mason.
Sebagai petani organik sekaligus konvensional, Mason berada di tengah-tengah antara perdebatan panjang mengenai cara terbaik memberi makan dunia.
Permintaan akan makanan organik, yang diproduksi tanpa pupuk buatan atau pestisida, meningkat di seluruh dunia. Namun beberapa ahli ragu apakah penduduk dunia yang terus bertambah dapat diberi makan jika petani tidak menggunakan zat-zat kimia tersebut.
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada majalah Nature pada bulan April menemukan bahwa pertanian organik 25 persen lebih tidak efektif dibandingkan pertanian konvensional. Namun saat beberapa pihak mengatakan pertanian organik tidak dapat memberi makan penduduk dunia, sebagian lainnya mengatakan tidak dapat memberi makan populasi tanpa makanan organik.
Para kritik pertanian konvensional mengatakan bahwa penggunaan pupuk yang berlebihan mengotori perairan, membunuh ikan dan berkontribusi pada perubahan iklim. Orang-orang berani membayar mahal untuk makanan yang diproduksi tanpa pestisida dan pupuk buatan.
Namun Mason berkata bahwa hasil pertanian organik kurang banyak. “Hasil panen jagung kami hanya tiga perempat dari hasil panen tanaman konvensional biasa,” ujarnya.
Konsekuensi Ekologi
Dengan hasil rendah tersebut, pertanian organik memerlukan lahan yang lebih banyak jika ingin bisa memberi makan penduduk dunia.
“Diperlukan lahan yang lebih luas untuk cara pertanian seperti itu, dengan konsekuensi-konsekuensi ekologi yang negatif dan mengerikan,” kata ilmuwan tanah dari Columbia University, Pedro Sanchez.
Para ahli mengatakan bahwa pembabatan hutan untuk lahan pertanian sudah berkontribusi pada perubahan iklim dan hilangnya keragaman hayati. Sementara itu, para petani memiliki sembilan miliar mulut yang harus diberi makan pada pertengahan abad ini, yang membuat pertanian berada dalam posisi sulit.
”Saat ini, tidak mungkin memberi makan sembilan miliar dengan cara kita bertani sekarang ini, baik konvensional atau organik,” ujar peneliti dari Departemen Pertanian AS Michel Cavigelli.
Bekerja di dua sisi
Para ahli sekarang bekerja untuk dua sisi mata uang tersebut. Cavigelli sedang berupaya meningkatkan produktivitas pertanian organik dengan menggunakan pupuk alami seperti kotoran ayam. Kesulitannya, menurut dia, adalah kurangnya nutrisi yang terkandung di dalam pupuk tersebut.
“Kita perlu meningkatkan semua sistem yang dapat memberi makan semua orang sekaligus tidak berkontribusi pada kehancuran planet ini,” ujarnya.
Banyak petani Afrika yang telah bekerja sama dengan Pedro Sanchez menggunakan pupuk sintesis dan berhasil meningkatkan hasil panen tiga kali lipat, sehingga berkontribusi pada ketahanan pangan.
“Sebagai ilmuwan, saya tidak senang solusi tersebut, dan saya tidak akan berkampanye untuk hal itu. Saya ingin mengintegrasikan nutrisi yang dihasilkan secara organik,” kata Sanchez.
Nutrisi organik, seperti tanaman penutup tanah, cukup sukses digunakan Bill Mason dan hal ini menarik perhatian tetangganya yang merupakan petani konvensional.
“Saya kira ada ide-ide kita yang bisa digunakan di dunia pertanian konvensional,” kata Mason.