JOHANNESBURG —
Para pengusaha dari negara-negara yang tergabung dalam BRICS -- Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan -- berkumpul di Johannesburg pekan ini guna menindaklanjuti janji dalam KTT tahun ini untuk berinvestasi dalam infrastruktur Afrika dan meningkatkan iklim investasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara BRICS telah menjadi blok ekonomi yang perlu diperhitungkan. Tahun lalu, perdagangan antara lima negara ekonomi yang tumbuh cepat itu mewakili hampir 17 persen perdagangan global, dengan nilai US$6,1 miliar, menurut Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma.
Tetapi kelima negara itu juga menghadapi banyak tantangan. Afrika Selatan, yang dianggap sebagai negara paling maju di benua itu, membutuhkan hampir $400 miliar untuk membiayai proyek infrastruktur dalam 15 tahun ke depan.
Pemerintahnya, Senin (19/8), mengumumkan, separuh penduduk Afrika Selatan hidup di bawah garis kemiskinan dan angka pengangguran mencapai hampir 26 persen.
Tetapi potensi itu justru menarik ratusan pemimpin bisnis untuk menghadiri pertemuan dewan bisnis BRICS, Senin, di pusat bisnis Afrika, Johannesburg.
Bila digabung, jumlah penduduk BRICS mencapai lebih dari 40 persen penduduk dunia, dan sekitar 18 persen PDB dunia. Menurut pejabat-pejabat Afrika Selatan, Afrika juga memiliki kekayaan mineral yang besar, bernilai sekitar $2,5 triliun.
Raja pertambangan dan miliarder Afrika Selatan Patrice Motsepe, yang mengetuai Dewan Bisnis BRICS blok inisiatif sektor swasta., mengatakan transaksi besar yang diperantarai BRICS itu bertujuan mengentaskan kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran.
"Selain meningkatkan perdagangan, investasi dan hubungan manufaktur, kami semua secara khusus memfokuskan pada penciptaan lapangan pekerjaan. Ini sangat penting. Kami semua dari negara berkembang, jadi benar-benar penting supaya standard hidup rakyat di negara kami, tingkat pekerjaan mereka serta gaya hidup mereka, meningkat secara signifikan,” ujar Motsepe.
BRICS juga berencana mendirikan bank pembangunan yang akan memberi pinjaman kepada negara-negara yang kesulitan mendapat dana dari sumber-sumber yang lebih umum. (VOA/Anita Powell)
Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara BRICS telah menjadi blok ekonomi yang perlu diperhitungkan. Tahun lalu, perdagangan antara lima negara ekonomi yang tumbuh cepat itu mewakili hampir 17 persen perdagangan global, dengan nilai US$6,1 miliar, menurut Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma.
Tetapi kelima negara itu juga menghadapi banyak tantangan. Afrika Selatan, yang dianggap sebagai negara paling maju di benua itu, membutuhkan hampir $400 miliar untuk membiayai proyek infrastruktur dalam 15 tahun ke depan.
Pemerintahnya, Senin (19/8), mengumumkan, separuh penduduk Afrika Selatan hidup di bawah garis kemiskinan dan angka pengangguran mencapai hampir 26 persen.
Tetapi potensi itu justru menarik ratusan pemimpin bisnis untuk menghadiri pertemuan dewan bisnis BRICS, Senin, di pusat bisnis Afrika, Johannesburg.
Bila digabung, jumlah penduduk BRICS mencapai lebih dari 40 persen penduduk dunia, dan sekitar 18 persen PDB dunia. Menurut pejabat-pejabat Afrika Selatan, Afrika juga memiliki kekayaan mineral yang besar, bernilai sekitar $2,5 triliun.
Raja pertambangan dan miliarder Afrika Selatan Patrice Motsepe, yang mengetuai Dewan Bisnis BRICS blok inisiatif sektor swasta., mengatakan transaksi besar yang diperantarai BRICS itu bertujuan mengentaskan kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran.
"Selain meningkatkan perdagangan, investasi dan hubungan manufaktur, kami semua secara khusus memfokuskan pada penciptaan lapangan pekerjaan. Ini sangat penting. Kami semua dari negara berkembang, jadi benar-benar penting supaya standard hidup rakyat di negara kami, tingkat pekerjaan mereka serta gaya hidup mereka, meningkat secara signifikan,” ujar Motsepe.
BRICS juga berencana mendirikan bank pembangunan yang akan memberi pinjaman kepada negara-negara yang kesulitan mendapat dana dari sumber-sumber yang lebih umum. (VOA/Anita Powell)