“Kini, tahun 2018, ada perbedaan besar,” kata Mariam Khokar kepala Kantor Organisasi Migrasi Internasional atau IOM di Medan, yang telah memberikan bantuan bagi ke-9 rombongan pengungsi yang tiba di Aceh.
“Kalau dulu mereka bisa menggunakan kapal-kapal yang lebih besar, kini mereka hanya bisa mendapat kapal-kapal kecil untuk melarikan diri.”
Provinsi Aceh sudah berpengalaman membantu pengungsi Rohingya, walaupun Indonesia tidak ikut menanda-tangani Perjanjian Pengungsi tahun 1951, dan secara nasional tidak mengakui ataupun membantu pengungsi.
Tahun 2015, warga Aceh yang dianggap sebagai kelompok Muslim paling konservatif di Indonesia, dengan hangat menyambut para pengungsi Muslim itu.
Bulan ini, IOM bekerja sama dengan pemerintah lokal di Aceh untuk menampung dan membantu ke-84 pendatang baru dari Myanmar itu.
“Kata wakil gubernur Aceh, kalau mereka datang kemari, kami akan membantu, karena kami yakin semua orang punya martabat,” kata Khokar.
Krisis pengungsi Rohingya memuncak tahun 2016, setelah kelompok militan menyerang pos polisi, dan mengakibatkan penumpasan brutal oleh tentara Myanmar. Lebih dari 600,000 orang melarikan diri dari negara bagian Rakhine, dan sebagian besar mengungsi ke Bangladesh dengan jalan kaki. Pengungsi lain menggunakan kapal-kapal dan pergi ke Malaysia, untuk bekerja sebagai buruh kasar.
Ke-9 rombongan yang tiba di Aceh itu tiba antara bulan Januari dan Mei, ketika laut tidak terlalu bergelombang.
Pengungsi Rohingya itu ditampung di fasilitas pemerintah di kabupaten Bireuen dan kini sedang dipindahkan ke kamp yang lebih permanen di Langsa. Orang-orang itu tidak didorong untuk melanjutkan perjalanan ke Malaysia, kata Khokar.
Organisasi Migran Internasional juga telah membantu pengungsi Rohingya yang datang terdahulu untuk kembali ke Bangladesh secara sukarela, atau diproses untuk dimukimkan di sejumlah negara barat termasuk Amerika.
Aceh adalah satu-satunya provinsi yang menjalankan hukum syariah secara ketat, termasuk hukuman cambuk bagi orang-orang yang dianggap melanggar kesusilaan. Aceh sejak lama telah berusaha mendirikan negara Islam sendiri, lepas dari Indonesia, dan baru menghentikan usaha itu ketika terjadi tsunami tahun 2004 yang menghancurkan banyak bagian kawasan itu.
Karena identitas Muslim yang kuat itulah, warga Aceh sangat senang membantu pengungsi Rohingya itu. [ii]