Perdana Menteri Australia Scott Morrison, dalam sidang dengar pendapat di parlemen baru-baru ini mengatakan pihaknya mempertimbangkan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar Australia dari Tel Aviv ke Yerusalem, mengikuti jejak Amerika, Guatemala dan Paraguay yang sudah memindahkan kedutaannya ke kota itu Mei lalu. Guatemala akhirnya memang mengembalikan lagi kedutaannya ke Tel Aviv.
Dalam jumpa pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki usai konsultasi bilateral di Jakarta, Selasa (16/10), Menteri Luar negeri Retno Marsudi menyatakan prihatin dengan pengumuman yang disampaikan oleh Morrison itu. Ia menegaskan kembali posisi Indonesia yang mendukung solusi dua negara sebagai cara untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel, dan bahwa status Yerusalem merupakan salah satu dari enam isu penting yang harus dirundingkan guna mencapai perdamaian final yang komprehensif.
Hal itu, lanjut Retno, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta kesepakatan dalam berbagai proses perundingan yang telah dilakukan sebelumnya.
"Indonesia telah meminta Australia dan negara-negara lain untuk terus mendukung proses perdamaian Palestina-Israel sesuai dengan prinsip-prinsip yang sudah disepakati dan tidak mengambil langkah yang dapat mengancam proses perdamaian itu sendiri, dan mengancam stabilitas keamanan dunia," tandasnya.
Retno menggarisbawahi bahwa dukungan Indonesia kepada Palestina merupakan amanah konstitusi, yang diwujudkan dalam berbagai bentuk komitmen antara lain bantuan kemanusiaan, perjanjian perdagangan hingga penyelenggaraan “Pekan Solidaritas buat Palestina” yang dilangsungkan di Bandung dan Jakarta bulan ini.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengaku sangat sedih mendengar pengumuman Morrison tersebut, yang jika sampai terlaksana maka menurutnya berarti Australia telah melanggar hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
"Kalau melakukan hal tersebut (mengakui Yerusalem ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem), hubungan perdagangan dan bisnis Australia akan menghadapi risiko dengan negara-negara lainnya, terutama dunia Arab dan Muslim," ujar Riyad.
Riyad berharap Australia membatalkan rencana untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan rencana untuk memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Ia juga memuji langkah yang telah diambil Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar negeri Retno Marsudi yang sudah menghubungi pemerintah Australia untuk membatalkan rencana tersebut. Dia berharap Canberra menerima saran Jakarta itu.
Salah satu media berpengaruh di Australia, ABC, hari Selasa (16/10) melaporkan bahwa Indonesia mempertimbangkan untuk menangguhkan perjanjian perdagangan dengan Australia, yang sedianya ditandatangani pada akhir tahun ini. Dibutuhkan waktu lebih dari delapan tahun untuk mempersiapkan perjanjian perdagangan yang akan memberi keuntungan pada para petani dan sektor pendidikan di Australia.
ABC juga mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne telah berbicara melalui telpon dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi tentang hal ini. Tetapi ketika ditanya wartawan Retno membantah hal itu. Demikian pula Menteri Perdagangan Enggartiarso Lukita yang ditemui wartawan di tempat terpisah.
Isu Yerusalem kembali ramai diperbincangkan sejak akhir tahun lalu setelah Presiden Amerika Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei tahun ini. Langkah Amerika ini diikuti oleh Guatemala dan Paraguay. Namun Guatemala akhirnya mengembalikan kedutaan mereka ke Tel Aviv. [fw/em]