Pernyataan pencabutan remisi bagi Susrama, otak dan pelaku pembunuhan terhadap jurnalis Radar Bali, Prabangsa, dilontarkan Presiden Joko Widodo ketika ditanya oleh Pemimpin Redaksi Jawa Pos, Abdul Rokhim, usai acara puncak peringatan Hari Pers Nasional di Surabaya pada Sabtu (9/2).
Presiden Jokowi menyatakan telah menandatangani kepres yang membatalkan remisi Susrama, yang sebelumnya mendapat potongan dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
“Sudah, sudah saya tanda tangani. Sudah,” kata Presiden Jokowi di Surabaya.
Pernyataan Presiden Jokowi diapresiasi sejumlah jurnalis, termasuk Joni Aswira, Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Menurut Joni, pencabutan remisi itu menunjukkan pemerintah responsif terhadap penolakan jurnalis dan keluarga korban, yang melihat ketidakadilan dengan adanya remisi bagi pembunuh jurnalis. Meski demikian, AJI akan terus mengawal hingga terdapat bukti fisik dari pernyataan pencabutan remisi itu.
“Pertama tentu kami memang mengapresiasi ya, pemerintah yang ternyata menunjukkan sikap yang responsif terhadap protes dan keberatan AJI, terutama keluarga korban yang merasakan pemberian remisi ini tidak adil, mengusik rasa keadilan. Ini pasti akan terus dikawal,” ujar Joni kepada VOA.
Kedatangan Presiden Jokowi ke Surabaya dalam rangka puncak peringatan Hari Pers Nasional 2019, diwarnai dengan aksi sejumlah anggota AJI dari berbagai kota di Jawa Timur. Selain menggelar aksi dan orasi di depan Kebun Binatang Surabaya, para jurnalis ini sebelumnya juga membentangkan spanduk berukuran 3 kali 10 meter, di atas jembatan penyeberangan di depan kantor Surat Kabar Jawa Pos, di Jalan Ahmad Yani, Surabaya.
Joni Aswira mengatakan, aksi ini juga untuk memberi pesan kepada pemerintah agar mengungkap berbagai kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap jurnalis, yang tidak pernah tuntas sejak 25 tahun terakhir.
“Pesan ini yang juga ingin kami sampaikan ke pemerintah, bahwa protes penolakan pemberian remisi, dan kemarahan dari kami, AJI dan insan pers pada umumnya, itu harus dimaknai sebagai kegelisahan kami,” ujar Joni.
“Pemberian remisi ini telah menyentuh titik sensitivitas kami, kegelisahan kami yang selama ini terhadap rezim. Dari rezim ke rezim yang tidak pernah betul-betul mengungkap kasus kekerasan terhadap pers, kasus pembunuhan terhadap jurnalis, itu pesan sebenarnya,” papar Joni.
Sementara itu, Ketua AJI Surabaya, Miftah Faridl, mengatakan desakan pencabutan remisi terhadap pembunuh Prabangsa merupakan dorongan bagi pemerintah untuk menghapus praktek impunitas. Selama ini pelaku kekerasan dan pembunuhan, terutama terhadap jurnalis yang sedang bertugas, tidak pernah diselesaikan secara hukum sehingga memicu terjadinya kekerasan dan pembunuhan serupa terhadap jurnalis yang sedang mengungkap suatu kasus.
“Harapan kami adalah, ketika kami mendorong isu soal cabut remisi bagi pembunuh Prabangsa, ini juga menjadi dorongan bagi pemerintah untuk memperhatikan praktik-praktik impunitas yang dilakukan selama ini, karena praktik impunitas itu bagian dari lingkaran setan,” kata Faridl.
“Karena apa, karena ketika ada jurnalis yang menjadi korban kekerasan, bahkan berujung kematian, pelakunya selalu dalam tanda kutip diampuni, tidak pernah diusut dengan tuntas. Ada praktik impunitas, sehingga ini akan menjadi preseden, ini akan menjadi contoh kasus-kasus kekerasan yang akan terjadi di kemudian hari,” kata Faridl. [pr/em]