Mengenakan jubah berwarna cokelat keemasan dan mengenakan topi hitam menjulang, Kaisar Jepang Akihito memulai upacara turun takhta pada Selasa (30 April). Akihito menjadi kaisar pertama di kekaisaran tertua di dunia yang turun takhta dalam kurun waktu 200 tahun.
Melalui berbagai ritual khusuk, Akihito menyerahkan Takhta Bunga Krisan kepada putra sulungnya, Putra Mahkota Naruhito yang berusia 59 tahun. Naruhito memulai era kekaisaran baru yang dinamai “Reiwa” yang berarti “harmoni yang indah”. Era Reiwa akan berlangsung hingga masa kekaisaran baru berakhir, kantor berita AFP melaporkan.
Ketika kerumunan pengunjung mulai berkumpul sejak Selasa pagi di tengah gerimis di luar Istana Kekaisaran di Tokyo, Akihito menjalankan ritual “melaporkan” turun takhta kepada para leluhur dan dewa-dewa Shinto di beberapa “tempat suci.”
Tapi acara utama akan berlangsung pada pukul 17.00 waktu setempat. Akihito yang berusia 85 tahun akan secara resmi turun takhta dalam upacara yang berlangsung selama 10 menit di “Matsu-no-Ma” (Ruang Pinus), yang dianggap sebagai aula istana paling elegan.
Ritual itu akan dilakukan dengan menghadirkan barang-barang kerajaan, yaitu sebuah pedang kuno dan perhiasan. Kedua barang itu dianggap sebagai bukti penting legitimasi kekaisaran.
Namun, Akihito masih akan menjadi kaisar hingga tengah malam. Sedangkan Naruhito akan “mewarisi” semua barang kerajaan itu pada upacara kedua yang berlangsung besok, Rabu, 1 Mei, pada pukul 10.30 pagi. Setelah upacara, Naruhito akan memberikan pidato resmi pertamanya.
Upacara pada Rabu diperkirakan akan hanya dihadiri oleh satu perempuan, yaitu satu-satunya anggota perempuan dalam kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe. Anggota kerajaan perempuan dilarang untuk mengikuti upacara tersebut.
Ucapan Terima Kasih
Meski upacara turun takhta tidak terbuka untuk umum, banyak warga berkumpul di luar istana sejak Selasa pagi.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kaisar untuk kerja kerasnya,” kata Hironari Uemara, yang berusia 76 tahun. Dia mengunjungi Tokyo dari Okayama di bagian barat Jepang.
Istri Hironari mengatakan dia akan merindukan Akihito dan era Heisei yang akan usai.
“Saya rasanya ingin menangis,” katanya kepada AFP.
Namun, tak semua warga Jepang menyambut pergantian kaisar dengan semangat.
“Seperti hari biasa saja. Hal-hal politik seperti ini tidak relevan dengan kami, rakyat biasa,” kata Masato Saito, pekerja konstruksi berusia 40 tahun seperti dikutip Reuters. “Selama mereka membuat hidup kami lebih mudah untuk dijalani, itu saja yang penting buat saya. [ft/ww]