Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan dalam suatu wawancara hari Jumat bahwa ia akan mendorong reformasi ekonomi yang kemungkinan tidak populer, termasuk undang-undang ketenagakerjaan yang lebih ramah bisnis, dalam masa jabatannya yang terakhir, karena ia tidak lagi akan menghadapi kendala politik.
Jokowi mengatakan kepada the Associated Press bahwa “sepenuhnya memungkinkan” baginya untuk melarang Front Pembela Islam yang berhaluan keras dalam masa jabatan lima tahunnya yang kedua. Ini mengisyaratkan keprihatinan pemerintahnya yang mendalam mengenai kelompok-kelmpok yang mengancam reputasi Indonesia yang berhasil memadukan Islam dan demokrasi.
Jokowi menginginkan Indonesia dikenal sebagai negara yang moderat. Tetapi pesan ini dirongrong oleh gelombang permusuhan terhadap kaum homoseksual dan transgender, hukuman cambuk di hadapan umum di provinsi Aceh yang menerapkan hukum Syariah berdasarkan perjanjian otonomi khusus, dan contoh-contoh lain intoleransi beragama. Ini merupakan kecenderungan yang dapat membuat takut para investor asing yang diincar Jokowi sebagai penggerak penting pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang hampir separuh populasinya berusia di bawah 30 tahun.
Dalam wawancara itu, Jokowi menguraikan prioritasnya bagi masa jabatannya yang ke-dua, termasuk melanjutkan proyek-proyek infrastruktur berskala besar dan menyederhanakan birokrasi. Ia mengatakan undang-undang ketenagakerjaan akan dirombak, suatu hal yang secara politis menantang, untuk menarik lebih banyak investasi dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
“Dalam lima tahun mendatang saya tidak memiliki beban politik, jadi dalam mengambil keputusan, khususnya keputusan-keputusan penting bagi negara, menurut saya ini akan lebih mudah,” katanya sewaktu berkeliling Jakarta, termasuk singgah di masjid untuk sholat Jumat.
“Hal-hal yang sebelumnya mustahil, saya akan mengambil banyak keputusan mengenai itu dalam lima tahun mendatang,” kata Jokowi.
Jokowi menggambarkan dirinya sebagai sosok merakyat, kerap kali menekankan asal usulnya yang pernah tinggal di daerah kumuh di pinggir sungai kota Solo. Daya tariknya yang populer, termasuk merintis penggunaan media sosial, membantunya menang dalam pemilihan walikota Solo, Gubernur Jakarta dan dua kali pilpres dalam 14 tahun ini.
Sekarang, sewaktu ia memasuki masa jabatannya yang ke-dua, ia memiliki hampir 23 juta pengikut di Instagram dan 11 juta di Twitter.
Hari Jumat (26/7), ketajaman politiknya diperlihatkan sewaktu mengunjungi kawasan Tanah Tinggi, hunian kelas pekerja di Jakarta dan salah satu kubu pendukungnya. Ia sholat Jumat di masjid setempat, duduk bersila bersama para jemaah lainnya. Sementara itu warga sekitar berjejalan di luar masjid, berharap dapat berswafoto bersama Jokowi.
Acara-acara kunjungan Jokowi, yang biasanya dijejali warga yang antusias, tampak spontan, tetapi membawa pesan-pesan politik yang disusun cermat. Di Tanah Tinggi, ia tampak berkemeja putih dan sepatu kets buatan dalam negeri, sesuai dengan citranya sebagai sosok yang rendah hati, dan kontras sekali dengan korupsi dan hak-hak istimewa yang kerap dikaitkan dengan politisi Indonesia.
Sholat Jumat itu juga membantu mengukuhkan citranya sebagai sosok Muslim taat. Dalam persaingan yang sengit di pilpres, lawannya didukung kelompok-kelompok Muslim yang menginginkan hukum syariah dan mengritik Jokowi yang kurang saleh.
Jokowi mengatakan ia akan berusaha bekerja sama dengan kelompok-kelompok Islamis selama pandangan mereka tidak bertentangan dengan prinsip dasar Indonesia yang mencakup pemerintah yang sekuler dan toleran terhadap beberapa agama yang diakui resmi. “Jika suatu organisasi membahayakan negara karena ideologinya, saya tidak akan berkompromi,” ujarnya.
Ketika ditanya kemungkinan melarang Front Pembela Islam, ia mengatakan, “Ya tentu saja, sama sekali mungkin jika tinjauan pemerintah berdasarkan pandangan keamanan dan ideologi menunjukkan mereka tidak sejalan dengan negara.”
Pada kesempatan lain ketika ditanya mengenai pandangan bahwa Presiden Donald Trump telah menyuburkan suasana anti-Muslim melalui cuitan dan kebijakan-kebijakanya, Jokowi meminta semua pemimpin agar menahan diri dari melakukan diskriminasi berdasarkan agama, ras atau etnik.
Tetapi ia menyatakan akan menyambut baik kunjungan Trump ke Indonesia.
“Akan merupakan kegembiraan bagi pemerintah untuk mengundang Trump mengunjungi Indonesia. Dan menurut saya rakyat Indonesia juga akan menyambut baik jika Presiden Trump mengunjungi Indonesia,” katanya. [uh/ab]