Pemerintah nampaknya cukup percaya diri bahwa rencana pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur selambat-lambatnya tahun 2024 akan tetap berlanjut, meskipun pada tahun yang sama Presiden Joko Widodo akan lengser.
Deputi Pengembangan Regional Bappenas, Rudy Prawiradinata, kepada VOA mengatakan jaminan kontinuitas daripada pemindahan ibu kota ini adalah perubahan UU yang nanti akan diajukan kepada DPR RI. Menurut Rudy, seperti diketahui bahwa Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2019 lalu telah menyampaikan rencana pemindahan ini di hadapan anggota dewan. Surat pemberitahuan pun sudah dikirim kepada DPR RI.
“Selama ini kita sedang menyiapkan RUU untuk ibu kota yang baru. Itu kan harus ada UU... jadi nanti ada UU ibu kota yang baru, masuk UU daerah khusus Jakarta sebagai pusat ekonomi, jadi kemungkinan akan ada 2 UU. UU kan formalnya, informalnya pemerintah akan melakukan pendekatan-pendekatan dengan semua pihak terkait, tentunya dengan parlemen, mitra pemerintah di dalam pembangunan ini,” ujar Rudy.
Ditambahkannya, Rudy cukup yakin bahwa proses pemindahan ibu kota tidak akan menemui hambatan yang berarti, karena hal yang melatarbelakanginya pun cukup kuat. Pertama, kata Rudy, ibu kota itu haruslah menunjukkan identitas bangsa Indonesia. Menurutnya, ibu kota yang ada saat ini yaitu DKI Jakarta, tidak sepenuhnya mencerminkan bangsa Indonesia karena merupakan peninggalan penjajahan Belanda.
Kedua, beban DKI Jakarta, utamanya Pulau Jawa sudah terlalu berat. Saat ini 58 persen perekonomian terpusat di Pulau Jawa sehingga tidak terjadi pemerataan ekonomi. Padahal sumber daya ekonomi dan manusia di luar Pulau Jawa masih berlimpah dan berkualitas.
“Sekarang presiden sudah mengumumkan di satu lokasi, jadi kita nanti akan lebih fokus untuk menjelaskan, menyiapkan naskah akademiknya, karena RUU harus ada naskah akademiknya. Lalu kita akan segera menyampaikan ke DPR. Operasionalnya dilakukan setelah ibu kota siap... Nanti Presiden pindah ke sana, beberapa mentri utama juga sudah pindah. Mungkin nanti tidak semua kementerian akan pindah,” jelasnya.
Rudy yakin rencana ini akan berhasil, mengingat bannyak juga negara di dunia yang memisahkan ibu kota nya dengan pusat perekonomian seperti Amerika Serikat.
“Selalu optimis. Sekarang gini kalau kita lihat dari yang kontra, tentunya presiden punya tim untuk mengkomunikasikan dengan baik. Saya optimis sih pasti bisa, presiden pendekatannya sangat luwes. Di sisi lain dia punya ketegasan, MRT bisa jalan kan pas beliau gubernur, padahal itu sudah tertahan selama 15 tahun, terlambat sekali, jadi bebannya berat,” paparnya.
Ketua DPR : Sudah Terima Surat Presiden, Siap Dukung Tapi Pembahasan di DPR Periode Mendatang
Ditemui secara terpisah, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, mengatakan pihaknya sudah menerima surat pemberitahuan dari Presiden Joko Widodo terkait hal ini dan kini menunggu RUU yang akan disampaikan oleh pemerintah. Prinsipnya, kata Bambang DPR akan mendukung sejauh hal itu demi kepentingan masyarakat, namun pembahasan lebih jauh akan dilakukan periode mendatang karena DPR periode saat ini akan segera berakhir.
“Kalau periode depan ya nanti membahasnya. Yang sekarang ini yang kami terima adalah hasil kajian yang disampaikan oleh kami dan mohon untuk beri dukungan. Nah itu sudah disampaikan kepada pihak internal, lalu sudah kita bahas di rapat pimpinan dan kita serahkan nanti komisi II untuk melakukan pembahasannya. Jadi belum masuk kepada pembahasan UU,” ujar Bambang.
Komisi II Bakal Jadi Mitra Terkait Perubahan UU Ibu Kota
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali kepada VOA mengatakan memang pihak DPR sudah menerima surat pemberitahuan dari presiden dan siap membahas beberapa hal yaitu terkait perubahan UU, anggaran dan pengawasan.
“Saya memperkirakan awal periode DPR dan pemerintah tahun 2019-2024, itu pasti pemerintah sudah menyampaikan usulan perubahan UU, baik itu berupa naskah akademik, dan kemudian draft UU nya. Kalau yang sekarang tidak memungkinkan lagi karena periodenya selesai sebentar lagi, September sudah selesai, kemudian pemerintahan selesai. Jadi saya nanti melihatnya ini akan mulai di awal DPR dan pemerintahan yang baru. Dan memang belum ada yang mau dibahas, yang disampaikan oleh pemerintah kan baru surat, surat pemberitahuan serta lampiran tentang kajian. Surat itu baru pemberitahuan awal. Tidak cukup hanya dengan surat ,kemudian langsung dibahas. Pasti harus didasari oleh payung hukum ya dibahas bersama-sama oleh DPR dan pemerintah karena memang aturan seperti itu,” ungkap Zainudin.
Zainudin juga cukup optimis bahwa rencana ini tidak akan terhambat, walaupun Jokowi sudah lengser nantinya. Ia melihat bahwa pemerintah sudah cukup bekerja keras dalam menyiapkan pemindahan ibu kota ini, terutama dari segi kajian yang sudah dilakukan oleh pemeirntah selama bertahun-tahun. Ia pun yakin semua pihak akan mendukung rencana tersebut.
Pengamat Tata Kota Pesimis Pemindahan Ibu Kota Dilanjutkan Presiden Berikutnya
Namun demikian pengamat tata kota Nirwono Yoga pesimis bahwa pemindahan ibu kota tersebut akan dilanjutkan oleh presiden baru, yang terpilih di 2024 nanti. Menurutnya pembangunan ibu kota di seluruh dunia setidaknya memakan waktu selama 20 tahun dan karenanya membutuhkan stabilitas politik yang baik.
“Kalau bicara non fisiknya, itu yang mengkahwatirkan saya, karena apa? Pembangunan ibu kota di seluruh dunia yang memakan waktu 20 tahun, salah satu syaratnya adalah stabilitas politik. Putrajaya bisa 20 tahun karena Mahatir Muhammad mengawal langsung selama pembangunan, ketika dia lengser itu sudah jadi. Jadi tidak ada gangguan berarti. Terus Canberra 26 tahun, dia kan terikat dengan gubernur jenderalnya, dan pemerintahannya lebih relatif stabil kan. Terus kemudian Korea Selatan, secara teknis kan siapapun pengganti presidennya mereka punya komitmen untuk meneruskan. Kalau di Indonesia, justru kebalikannya, setiap ganti pimpinan, cenderung membuat kebijakan baru. Dia akan meninggalkan kebijakan sebelumnya, karena yang mereka kejar adalah legacy,”ujarnya kepada VOA.
Menurutnya, tidak ada jaminan apapun bahwa presiden selanjutnya akan melanjutkan wacana pemindahan ibu kota ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan hal ini dijadikan isu kampanye mendatang.
“Ini nanti bisa dipastikan penggantinya kalau dia beda partai, hari itu juga berhenti, karena tidak ada satupun jaminan siapapun Presiden selanjutnya mau melanjutkan. Itu kan maunya Pak Jokowi bukan maunya presiden berikutnya. Menteri kan semua tinggal nurut presidennya. Apa kata presiden. Lalu ada UU yang direvisi, kan presiden selanjutnya bisa merevisi UU itu lagi. Bahkan itu bisa menjadi poin mereka untuk kampanye, bisa jadi bumerang jika pembangunan ibu kota mangkrak, itu jadi bahan kampanye. Isu yang diangkat nanti pemborosan anggaran, ratusan triliun. Kubu Jokowi nanti justru menanggung beban berat, karena terbukti Rp466 triliun cuma dapat itu lima tahun,” jelasnya. [gi/em]