Tautan-tautan Akses

Sutanto, Dosen UNS Sang Penulis Buku Biografi BJ Habibie


Prof. Sutanto, dosen UNS Solo penulis biografi BJ Habibie dalam beragam judul buku, sedang membaca salah satu karyanya di perpustakaan rumahnya, 13 September 2019.
Prof. Sutanto, dosen UNS Solo penulis biografi BJ Habibie dalam beragam judul buku, sedang membaca salah satu karyanya di perpustakaan rumahnya, 13 September 2019.

Presiden ke-3 Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, baru saja mangkat. Namun kesedihan dan rasa kehilangan masih sangat dirasakan oleh masyarakat luas. Mereka mengenang sosok mendiang BJ Habibie sebagai bapak teknologi dirgantara, sekaligus menjadi idola.

Bagi Sutanto, dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, sosok mendiang BJ Habibie bukan hanya seorang teknokrat. Presiden yang sering dijuluki sebagai Mr Crack itu karena temuannya dalam "Crack Progression Theory", juga dinilai sebagai panutan yang sempurna. Saat ditemui di rumahnya, Jumat malam (13/9), ia menceritakan kedekatannya secara personal saat menulis buku biografi BJ Habibie secara berseri.

"Bagi saya, Pak Habibie sebagai panutan yang sempurna, idola saya sejak SMA. Kedekatan saya dengan Pak Habibie dimulai ketika menulis biografi beliau dalam beberapa judul buku. Secara personal, saya saat menulis buku itu berdialog dengan beliau, berdiskusi di perpustakaan rumahnya. Selama ini beliau mencontohkan sikap teknokrat yang nasionalis, humble, down to earth. Karya-karyanya bisa dinikmati masyarakat hingga tingkat dunia," papar Sutanto.

Dosen UNS Solo lulusan Universitas Bordeaux Perancis ini menulis buku biografi "The Habibie Series" yang terdiri dari sejumlah judul, seperti Jangan Pernah Berhenti (Jadi) Habibie, Habibie di Balik Lensa.

Tumpukan buku tentang Habibie melengkapi koleksi perpustakaan rumahnya yang juga dibuka untuk masyarakat umum. Tak hanya buku, ruang perpustakaan itu juga dihiasi lukisan bergambar wajah Habibie lengkap dengan kutipan-kutipan memotivasi pengunjung.

Dies Natalis ke-43 UNS Solo memberikan penghargaan tertinggi kepada BJ Habibie berupa Parasamya Anugraha Widyatama Makayasa pada pertengahan Maret lalu. Penghargaan tersebut diberikan karena Habibie dinilai sebagai sosok yang berjasa besar dan sebagai pelopor yang luar biasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat penyerahan penghargaan, BJ Habibie berhalangan hadir, namun diwakili putranya, Dr Ing Ilham Akbar Habibie MBA.

Sementara itu, berbagai aksi masyarakat untuk mengungkapkan rasa duka atas wafatnya BJ Habibie dilakukan di berbagai lokasi di Solo. Ada aksi doa bersama lintas agama, shalat gaib, hingga membuat pesawat kertas secara massal berisi ungkapan duka. Salah seorang warga, Galuh Amalia, mengatakan BJ Habibie dikenal sebagai Bapak Teknologi Dirgantara karena ilmu tentang pesawat terbang yang sudah mendunia.

"Aksi kami ini sebagai bentuk rasa duka kami atas meninggalnya Pak BJ Habibie. Beliau kan orang sangat cerdas di Indonesia dan bahkan dunia. Bagi kami sebagai generasi muda, Pak Habibie contoh tokoh yang penuh dengan ilmu pengetahuan dikenal dunia, semangat mencari ilmu pengetahuan tak pernah surut, terus belajar dan berusaha meraih impian terbesar dalam hidupnya, ilmu dan teknologi hasil karyanya bermanfaat bagi masyarakat di dunia," kata Galuh.

BJ Habibie menghembuskan nafas terakhir pada Rabu (11/9), setelah menjalani perawatan intensif di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Presiden ke-3 RI itu mengalami gangguan jantung dan ginjal. Pemakaman BJ Habibie menggunakan upacara militer kenegaraan di TMP Kalibata Jakarta, berdampingan dengan makam istrinya, Ainun Habibie.

Habibie selama ini dikenal karena kemampuannya dalam teknologi dirgantara. Habibie membuat pesawat N 250 yang diluncurkan tahun 1995, dikenal dengan sebutan Tetuko, CN 235 dengan sebutan Gatotkaca dengan kapasitas penumpang 50, selanjutnya pesawat R 80.

BJ Habibie juga berperan dalam produksi pesawat di dunia, antara lain Dornier Do 31 di Jerman Barat dan pesawat angkut militer jenis Hercules C-130 yang digunakan berbagai negara di dunia.

Selama menjadi presiden ke-3, Habibie mengalami masa transisi dari Orde Baru ke Orde Reformasi, Habibie menorehkan sejumlah sejarah dalam perjalanan Republik Indonesia, seperti kemerdekaan Pers dan referendum Timor Timor yang berujung kemerdekaannya menjadi Negara Timor Leste. [ys/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG