Sedikitnya 20 orang tewas akibat kerusuhan di Papua, Senin (23/9), termasuk tiga yang ditembak polisi, dalam protes disertai kekerasan yang melibatkan ratusan orang.
Menurut kantor berita Associated Press, protes itu dipicu oleh munculnya kabar bahwa seorang guru telah menghina seorang muridnya yang penduduk asli Papua.
Kapendam Cenderawasih Letkol Eko Daryanto mengatakan sedikitnya 16 warga sipil, termasuk 13 orang yang berasal dari luar provinsi Papua, tewas di Wamena, kebanyakan karena terperangkap di rumah-rumah atau toko-toko yang terbakar.
Ia menambahkan sedikitnya satu tentara dan tiga warga sipil tewas dalam protes lainnya di Jayapura. Sekitar 65 warga sipil lainnya cedera di Wamena dan lima polisi yang cedera dalam kondisi kritis di Jayapura.
Sebelumnya Kapolda Papua Brigjen Pol Rudolf Albert Rodja mengatakan, massa yang mengamuk membakar gedung-gedung pemerintah, toko-toko, rumah-rumah, serta sejumlah mobil dan sepeda motor di beberapa jalan menuju kantor Bupati Wamena.
Rekaman-rekaman video yang ditayangkan televisi menunjukkan, api yang mengamuk dan asap hitam tampak mengepul dari bangunan-bangunan yang dibakar.
Rodja mengatakan, protes dipicu oleh tuduhan bahwa seorang guru SMA di Wamena yang bukan berasal dari Papua menyebut seorang pelajar yang penduduk asli Papua sebagai monyet pekan lalu.
Ia mengatakan, penyelidikan polisi menunjukkan tidak adanya pernyataan bernada rasis terhadap pelajar itu dan bahwa berita bohong itu menyebar di kalangan pelajar di sekolah-sekolah lain dan komunitas-komunitas penduduk asli.
“Kami yakin ini informasi keliru yang dirancang untuk menciptakan kerusuhan, “kata Rodja kepada wartawan di Jayapura, ibukota Provinsi Papua. “Ini berita bohong dan saya menyerukan agar masyarakat Papua tidak terprovokasi berita tidak benar ini.”
Aksi protes di Wamena ini mendorong pihak berwenang untuk menutup sementara bandara kota itu hingga situasi kembali normal. [ab/uh]