Pada Mei 2019, Presiden Joko Widodo meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 di Jakarta, yang menjadi panduan Indonesia dalam pengembangan ekonomi Syariah. Menurut MEKSI, ekonomi Syariah global diperkirakan akan mencapai AS$3 triliun pada 2023. Mengibaratkan angka itu sebagai sebuah kue, Jokowi berharap Indonesia bisa berebut untuk turut merasakan nikmatnya.
Namun, ada banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan harapan Presiden itu. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen, mengatakan MEKSI adalah sebuah pedoman untuk mencapai target. Seluruh pihak terkait di sektor industri keuangan syariah memiliki 3 tantangan yang harus diselesaikan untuk meraih target itu.
“Yang pertama adalah penguatan lembaga keuangan Syariah, antara lain melalui peningkatan modal usaha dan sumber daya manusia, penguatan informasi, variasi produk, pemanfaatan teknologi dalam proses bisnis, serta penerapan tata kelola dan manajemen risiko yang baik,” kata Hoesen.
Selain itu, lanjut Hoesen, literasi keuangan juga harus diberikan kepada masyarakar agar muncul ketertarikan terharap ekonomi Syariah. Tantangan ke-tiga adalah membentuk ekosistem keuangan syariah, melalui sinergi pelaku jasa keuangan Syariah dengan pelaku industri halal di sektor riil.
Hoesen menyampaikan itu dalam pembukaan Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) 2019, di Yogyakarta, Selasa (15/10).
Di pasar keuangan Syariah, Indonesia memang memiliki sejumlah catatan positif. Berdasar data Islamic Finance Development Indicator Report, Indonesia masuk tiga besar negara yang menguasai pasar sukuk global. Selain itu, Indonesia adalah negara pertama yang menerbitkan green sukuk. Sukuk adalah surat berharga diterbitkan berdasar prinsip Syariah.
Data di Global Muslim Travel 2019,Indonesia juga disebut sebagai negara dengan wisata halal terbaik di antara lebih dari 130 destinasi wisata di seluruh dunia. Melalui Bursa Efek, Indonesia juga memenangkan The Best Islamic Capital Market Award 2019 dari Global Islamic Finance.
“Namun kita tidak boleh terlena dengan semua capaian yang telah diraih. Karena secara umum market share industri Syariah kita terbilang masih kecil, belum mencapai 10 persen dibandingkan industri konvensional,” tambah Hoesen.
Indonesia membutuhkan strategi yang tepat dan bersifat jangka panjang, sehingga pengembangan industri keuangan Syariah lebih terarah, terukur, implementatif, dan berkesinambungan, kata Hoesen.
Astera Primanto Bhakti, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keungandalam acara yang sama juga memaparkan posisi strategis ekonomi syariah dalam pembangunan Indonesia.
Astera mengatakan, terdapat irisan besar antara pembangunan berkelanjutan dan pengembangan ekonomi Syariah. Keduanya termuat dalam narasi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 maupun periode berikutnya.
Rencana pembangunan memerlukan dukungan pembiayaan tidak sedikit, dan di situlah, kata Astera, keuangan Syariah berperan.Masalahnya, lanjut Astera, meski sudah cukup lama hadir, keuangan syariah masih memerlukan perhatian serius karena pangsa pasarnya belum signifikan.
“Sebagai contoh, pangsa pasar perbankan syariah pada 2019 ini baru mencapai 5,8 persen terhadap seluruh aset industri perbankan nasional. Capaian ini berada jauh di bawah negara lain seperti Arab Saudi yang mencapai 51,1 persen, Malaysia 23,8 persen dan Uni Emirat Arab, 19,6 persen,” kata Astera.
Kementerian Keuangan mencatat, sektor keuangan syariah di Indonesia telah hadir selama hampir tiga dasawarsa dan tumbuh pesat. Kelahirannya ditandai dengan pendirian lembaga keuangan syariah pertama pada 1991. Saat ini, menurut data kementerian, Indonesia memiliki 34 bank Syariah, 58 operator Takaful atau asuransi Syariah,tujuh modal ventura Syariah , dan lebih dari 5.000 lembaga keuangan mikro Syariah. Dengan angka itu, Indonesia praktis menjadi negara dengan jumlah institusi keuangan Syariah terbanyak di dunia.
“Selama ini, dinamika dan tantangan pasar juga telah menempa daya tahan industri keuangan syariah hingga tumbuh memiliki lebih dari 23 juta pelanggan. Jumlah yang besar untuk satu pasar keuangan Syariah. Indonesia juga telah memiliki Syariah Online Trading System pertama di dunia, serta merupakan negara pertama dan satu-satunya yang menerbitkan sukuk ritel,” kata Astera. [ns/uh]