Keluarga korban pelanggaran HAM dan sejumlah LSM mendesak presiden Joko Widodo mencopot Prabowo Subianto dari jabatan menteri pertahanan.
Seorang korban kekerasan peristiwa 1965, Bejo Untung, mengatakan kecewa terhadap Presiden Jokowi yang mengangkat Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan. Menurutnya, pengangkatan Prabowo sebagai terduga pelanggar HAM membuat pesimistis kasus pelanggaran HAM akan diselesaikan di era Jokowi. Karena itu, ia mendesak presiden segera mencopot Prabowo dari kursi menteri.
"Betul-betul kecewa berat atas diumumkannya kabinet Jokowi dimana terduga pelanggar HAM berat yaitu Prabowo masuk dalam jajaran kabinet. Bahkan masuk dalam posisi penting yaitu menteri pertahanan," jelas Bejo Untung di kantor KontraS, Kamis (24/10).
Kendati demikian, Bejo mengatakan masih menyisahkan harapan kepada Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut akan membuka kasus pelanggaran HAM masa lalu. Ia mendukung pernyataan Mahfud tersebut untuk segera dilakukan sebelum dijegal oleh menteri lainnya.
Sumarsih, ibu Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, korban penembakan saat Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998, menilai Jokowi telah mengecewakan keluarga korban sebanyak dua kali. Pertama yaitu saat mengangkat Wiranto sebagai Menko Polhukam dan kedua kini mengangkat Prabowo sebagai menteri pertahanan.
"Kalau menurut saya Pak Jokowi ini semakin jauh dari sila kedua butir Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab," jelas Sumarsih.
Korban dan keluarga korban pelanggaran HAM juga menyebut keputusan administratif Dewan Kehormatan Perwira (DKP) melalui surat No.KEP/03/VIII/1998/DKP pada 21 Agustus 1998 yang memberhentikan Prabowo dari dinas militer juga semakin menguatkan keterlibatan Prabowo. Selain itu, nama Prabowo juga terdapat dalam laporan penyelidikan Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. Sayangnya Prabowo terus mangkir ketika beberapa kali dipanggil untuk memberikan kesaksian.
Sementara Ketua Divisi Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan pengangkatan Prabowo yang merupakan terduga pelanggar HAM bukanlah hal yang sepele. Keputusan Jokowi ini, kata dia, sama halnya telah menutup keran bagi korban dan keluarga HAM dalam mencari keadilan.
Selain itu, kata Isnur, Prabowo juga berpotensi membuat beberapa capaian reformasi di kementerian pertahanan menjadi mundur. Ini dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan Prabowo saat kampanye pemilu presiden lalu yang memiliki kebijakan tidak jauh berbeda dengan orde baru.
"Pak Jokowi di lima tahun terakhir jelas gagal memenuhi janjinya di nawacita untuk membawa para pelaku pelanggar HAM ke meja hijau. Sekarang Pak Jokowi memberikan gambaran jelas bahwa lima tahun ke depan tidak akan mengungkap kasus ini lagi," jelas Isnur.
Tanggapan Gerindra
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade membantah Prabowo Subianto bersalah dalam penculikan aktivis prodemokrasi periode 1997-1998. Menurutnya, pengadilan militer telah memutuskan Prabowo tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Sementara terkait putusan DKP, Andre menyebut keberadaan DKP tersebut inskontitusional karena bertentangan dengan SKEP Panglima ABRI Nomor 838 Tahun 1995.
"Saya rasa Pak Prabowo tidak perlu menanggapi, kami juga tidak perlu. Kita bekerja saja, menurut saya fokus bekerja untuk memenuhi amanah dan tunjukkan bahwa penunjukan sebagai menhan merupakan keputusan yang tepat," jelas Andre Rosiade.
Andre Rosiade menegaskan semua kader Gerindra akan mendukung langkah Prabowo yang kini menjadi menteri pertahanan. [sm/lt]