Komnas Perempuan mencatat ada 17.088 kasus kekerasan seksual atau sekitar 42 persen dari total 40.849 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2016-2018. Sebanyak 8.797 kasus di antaranya merupakan kasus perkosaan.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan salah satu penyebab tingginya kasus yaitu kurangnya pemahaman terhadap kasus kekerasan seksual. Karena itu, kata dia, perlu sosialisasi bentuk-bentuk kasus kekerasan seksual terhadap masyarakat dan memperkuat lembaga layanan korban untuk memastikan kasus tertangani dengan baik. Termasuk bekerjasama dengan pemerintah dan legislatif.
Salah satu bentuk kegiatan sosialisasi tersebut yaitu Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan mulai 25 November-10 Desember 2019.
"Dan yang paling penting sebetulnya adalah ternyata masih banyak pihak yang belum paham dengan kekerasan seksual. Sehingga kami perlu lebih memberikan pemahaman, informasi lebih detail kepada banyak pihak, terutama di akar rumput," jelas Mariana Amiruddin di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (25/11).
Mariana Amiruddin berharap pemahaman masyarakat yang baik terhadap kekerasan seksual juga dapat mencegah politisasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Menurutnya RUU PKS sudah mendapat sambutan yang positif dari masyarakat dan DPR setelah sebelumnya mendapat penolakan karena kurangnya pemahaman terhadap kekerasan seksual.
Koordinator Forum Pengada Layanan (FPL), Veni Siregar menambahkan lembaganya mencatat sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan orang yang dikenal. Atau sekitar 86 persen dari total 1.290 kasus yang dicatat Forum Pengada Layanan di 15 provinsi. Sementara sisanya yaitu pelaku yang belum teridentifikasi dan tidak dikenal.
Menurutnya, para korban kekerasan seksual tersebut masih menemukan sejumlah kendala saat melapor ke aparat dan kesulitan mendapat proses pemulihan.
"Korban kekerasan seksual masih mengalami kesulitan mencari visum, aspek pemulihan dan lembaga layanan, serta organisasi bantuan hukum pemerintah juga belum merata penyebarannya," jelas Veni.
Veni berharap pemerintah dan masyarakat dapat memberikan dukungan dan pemulihan kepada korban korban kekerasan seksual yang tersebar di berbagai daerah.
Kekerasan terhadap perempuan di ranah digital
Divisi Digital At-Risk SAFEnet Nenden Sekar Arum menjelaskan lembaganya akan terlibat dalam Peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan dengan menyoroti kasus-kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO). Menurutnya, kampanye mereka bertujuan untuk memberikan edukasi dan pemahaman pada publik untuk mengenali, mencegah, dan menyikapi kekerasan berbasis gender online melalui konten-konten di media sosial.
"Mengedukasi masyarakat tentang bahaya di internet karena banyak yang mengintai, terutama bagi perempuan yang rawan menjadi korban kekerasan seksual," jelas Nenden saat dihubungi VOA.
Catatan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan dalam dunia siber mengalami peningkatan dari 65 aduan kasus dengan 95 jenis kekerasan siber pada 2017 menjadi 97 aduan kasus dengan 125 jenis kekerasan siber pada 2018.
Seperti kekerasan lainnya, pelaku kekerasan terhadap perempuan dalam dunia siber juga didominasi orang-orang terdekat. Antara lain pacar, mantan pacar, suami, atau mantan suami. Sementara sisanya dilakukan oleh orang lain, mulai dari teman, kenalan, bahkan orang yang tidak dikenal.
"Mereka belum paham bahwa kamu dibully atau dikomentari yang tidak senonoh itu masuk dalam pelecehan seksual, juga pencurian data pribadi. Kita ingin mengenalkan itu yang mungkin bisa terjadi kepada siapa saja," tambah Nenden. [sm/ka]