Hasil survei Parameter Politik Indonesia menyatakan 81,4 persen masyarakat Indonesia menganggap Pancasila dan agama sama penting. Dan hanya sedikit yang menganggap agama lebih penting dari negara yakni 15,6 persen.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut hanya ada 15,6 persen kelompok yang menyatakan agama lebih penting dari Pancasila dan hanya 6,7 persen yang menginginkan negara berdasarkan agama yang diformalkan. Ini berdasar hasil survei yang dilakukan antara 5-12 Oktober 2019, yang melibatkan 1000 responden dengan margin error kurang lebih 3,1 persen. Fakta ini menurut Adi, menunjukkan masyarakat Indonesia tidak tertarik membenturkan agama dengan negara.
"Dalam temuan pertama kita bahwa kecenderungan masyarakat di Indonesia adalah moderat, tidak mau membentur-benturkan antara agama dengan negara. Kedua, masyarakat tetap menganggap NKRI, Pancasila tetap menjadi bentuk ideal. Tapi dengan tidak melupakan agama sebagai nilai-nilai untuk membentuk sebuah kebijakan. Tapi nilai agama yang dimaksud adalah nilai agama yang tidak diformalkan," jelas Adi Prayitno di Jakarta, Jumat (29/11/2019).
Hasil survei juga menunjukkan mayoritas masyarakat tidak menganggap kelompok Islam seperti Gerakan 212, Front Pembela Islam, GNPF MUI sebagai ancaman demokrasi atau dengan persentase 50,3 persen. Sedangkan yang menganggap sebagai ancaman demokrasi hanya 19,6 persen.
"Namun jika dikaitkan dengan aksi massa (demonstrasi) terjadi pembelahan. Ada 33,6 persen tidak mendukung dan 32,5 persen mendukung aksi-aksi massa tersebut," tambahnya.
Di samping itu, hasil survei menunjukkan masyarakat tidak begitu peduli dengan pemulangan tokoh FPI Rizieq Sihab dari Arab Saudi ke Indonesia. Ini terlihat dari persentase orang yang ditanya soal ini sebesar 45,9 persen tidak setuju dan hanya 24,6 persen yang setuju dengan pemulangan Rizieq. Sementara sisanya menolak Rizieq kembali ke Indonesia.
Dalam survei ini juga terlihat, masyarakat secara umum puas dengan kebijakan dan keberpihakan Presiden Joko Widodo terhadap semua agama di Indonesia. Namun, kelompok Islam menilai keberpihakan Jokowi kepada mereka lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok agama lainnya.
Tidak jauh berbeda, Peneliti Senior LIPI Siti Zuhro mengatakan politik aliran di Indonesia memang cair. Ini terlihat dari suara umat Islam yang juga menyebar ke partai di luar Islam. Bahkan, sebaliknya perolehan suara partai-partai Islam yang semakin menurun dari pemilu ke pemilu. Padahal, kata dia, umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas.
"Kalau kita petakan dari pemilu 1955 sampai 2019 menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan perolehan suara dari partai-partai Islam. Digabung pun masih kalah dengan hasil perolehan 1955, relatif signifikan tahun itu," jelas Siti Zuhro.
Siti Zuhro menambahkan kemoderatan masyarakat Indonesia ini juga menunjukkan masyarakat tidak masuk dalam ekstrimis kanan maupun kiri. Karena itu, ia memperkirakan partai-partai yang berdiri di tengah ideologi kanan dan kiri tersebut yang dapat menjadi wadah bagi masyarakat.
Sementara politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, mempertanyakan hasil survei yang menyebut kelompok agama puas dengan kebijakan dan keberpihakan Jokowi. Sebab, kata dia, pemerintah kini telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme Aparatur Sipil Negara dan ceramah tokoh agama di masjid diawasi. Kata dia, hal tersebut menunjukkan keberadaan Islam di Indonesia masih dicurigai.
"Saya harus katakan dengan terus terang, bahwa Islam di negerinya sendiri masih dicurigai. Apalagi ada SKB untuk ASN soal radikalisme, padahal barangkali persentasinya sedikit. Tapi kemudian dibuat SKB melibatkan 11 menteri. Kemudian khatib juga diawasi di masjid-masjid," kata Nasir Djamil.
Ketua umum FPI Ahmad Sobri Lubis tidak mau menanggapi hasil survei Parameter Politik Indonesia. Namun, ia mengklaim, masyarakat ingin Rizieq Sihab pulang dari Arab Saudi ke Indonesia.
"Saya tidak komentar. Banyak lembaga survei abal-abal juga banyak. Tapi kita lihat fakta di lapangan, masyarakat sangat rindu dengan kepulangan Habib Rizieq," kata Ahmad Sobri Lubis. [sm/ii]