Putusan Mahkamah Agung India baru-baru ini mengizinkan umat Hindu untuk membangun kuil di sebuah kota di India Utara di mana sebuah masjid abad ke-16 dirobohkan oleh serangan massa pada tahun 1992. Sebagian kalangan berharap putusan atas salah satu perselisihan yang paling lama dan paling kontroversial diantara mayoritas Hindu India dan komunitas Muslim minoritas itu, akan membuka jalan bagi rekonsiliasi. Namun yang lainnya mengkhawatirkan hal itu justru meningkatkan rasa tidak aman pada umat Muslim di bawah pemerintahan nasionalis Hindu.
Warga seperti biasa melakukan kegiatan di daerah Muslim terbesar di New Delhi setelah putusan pengadilan yang mengizinkan umat Hindu membangun sebuah kuil di kota Ayodhya. Ini lah tempat dimana situs yang selama puluhan tahun diperebutkan dengan umat Islam.
Warga berharap putusan itu akan meredam ketegangan akibat perselisihan pahit itu. Tetapi di antara sebagian umat Muslim ada yang merasa pasrah dan kecewa.
"Kami sudah menerimanya. Tidak ada gunanya menolak .... Mereka yang punya kekuatan akan menjalankan keinginan mereka," kata Rahmat Ali, pemilik bengkel di New Delhi
Sementara Mohammad Qayoom, seorang pengusaha mengatakan, "Situasi yang lazim di negara ini sekarang, umat Islam memang sedikit ditekan."
Bagi umat Hindu membangun kuil di situs dimana sebuah masjid pernah berdiri di Ayodhya memenuhi impian lama. Kota itu diyakini sebagai tempat kelahiran Dewa Rama.
Tetapi bagi kelompok Muslim, perintah pengadilan yang memberi kaum Muslim lahan alternatif untuk membangun masjid, tidak menjamin keadilan bagi penodaan masjid mereka.
"Sebenarnya merupakaan penistaan lain terhadap masjid. Hak kami terus diambil. Namun perintahnya seperti ini. Dan hal itu yang menambah kepedihan atas pengambilan tanah seluas lima hektar itu," kata Kamal Farooqui, Anggota, Dewan Hukum Pribadi Muslim India.
Mengeluarkan putusan yang akan memuaskan umat Hindu dan Muslim dalam pertikaian paling sengit di India tidak pernah mudah.
"Vonis itu mempertimbangkan fakta dan hukum, dan juga memperhitungkan sejarah dan pengaturan sosial, politik, dan lingkungan saat ini di negara ini dan selesai, saya kira tindakan yang sangat seimbang," kata Neerja Chowdhury, seorang komentator politik.
Perdana Menteri Narendra Modi tidak membesar-besarkan kemenangan hukum bagi warga Hindu nasionalis tersebut, dan menyebutnya bukan sebuah kemenangan atau kekalahan bagi siapa pun.
"Di India Baru seharusnya tidak ada tempat untuk ketakutan, kepahitan dan sikap negatif," kata Narendra.
Sebagian warga menerima pesan itu dan berharap pemerintahnya fokus pada masalah yang lebih penting ketika ekonomi yang menurun membebani banyak orang.
"Tidak ada gunanya umat Hindu dan Muslim terlibat lagi dalam masalah kuil dan masjid ini. Rakyat berjuang untuk kehidupan mereka sehari-hari," kata Mohammad Naseem Azam, pemilik sebuah agen perjalanan.
Tetapi bagi para pemimpin Muslim tantangannya adalah memastikan pemerintah nasionalis Hindu yang dipimpin Modi tidak menjalankan agenda pertama Hindu di negara itu, yang juga disebut rashtra.
"Kita bukan Hindu rashtra, kita bukan Muslim rashtra, kita adalah rashtra sekuler. Dan sekuler berarti kita memiliki hak fundamental," kata Kamal Farooqui.
Itulah yang menjadi seruan umat Islam, keamanan dan kesetaraan bagi generasi masa depan mereka. [my/em]