Hubungan Indonesia-China memanas beberapa waktu lalu. Hal ini dipicu dengan masuknya sejumlah kapal China dengan pengawalan Angkatan Laut-nya di perairan Natuna Utara. Kapal-kapal itu tampak mengambil ikan di perairan tersebut dengan pengawalan Garda Pantai China.
Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa tidak ada tawar menawar mengenai permasalahan ini, apalagi menyangkut kedaulatan Indonesia.
“Yang berkaitan dengan Natuna. Saya kira, seluruh statement yang disampaikan sudah sangat baik, bahwa tidak ada yang namanya tawar menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial negara kita,” ujar Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/1).
Menlu: Indonesia Tidak Akan Pernah Akui Klaim China atas Natuna
Usai sidang kabinet paripurna, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim China atas perairan Natuna.
“Terkait dengan nine dash line yang diklaim oleh China sampai kapan pun juga, Indonesia tidak akan mengakui dan apa yang disampaikan tadi oleh Bapak Presiden bahwa itu adalah bukan hal yang harus dikompromikan, karena sudah jelas hak berdaulat kita sudah jelas, sudah sesuai dengan hukum internasional, UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) kita hanya ingin RRT (Republik Rakyat China) sebagai anggota dari UNCLOS mematuhi apa yang ada di UNCLOS,” jelas Retno.
Ditambahkannya, upaya diplomasi pun terus dilakukan antar kedua negara. Retno mengatakan bahwa hari ini Dirjen Pasifik Asia Afrika Kemenlu RI akan bertemu dengan Duta Besar China untuk membahas permasalahan ini.
“Kita terus melakukan komunikasi, dan apa yang kita sampaikan ini adalah hal-hal yang sifatnya prinsipil, yang pasti akan didukung oleh dunia internasional. Karena prinsip tersebut di adopsi oleh konvensi PBB dan merupakan kewajiban terutama bagi pihak-pihak dalam konvensi tersebut untuk tunduk mengimplementasikan artikel, prinsip-prinsip yang ada di UNCLOS 1987,” tambah Retno.
Menko Maritim dan Investasi: Pemerintah Tidak “Jual” Kedaulatan pada China
Sementara itu, Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan bahwa pemerintah tidak “menjual” kedaulatan kepada pihak China. Menurutnya, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan kedaulatan adalah dua hal yang berbeda.
“Kita ini jangan terus gampang ngomong kita ini menjual kedaulatan kita, itu beda. ZEE itu 'kan bicaranya adalah menyangkut ekonomi kan... bukan bicara kedaulatan. Itu dua bidang yang berbeda. Ya udah, jadi sekali lagi saya ingin garis bawahi ya, tidak ada keinginan pemerintah untuk meng-exercise mengenai kita berunding mengenai batas wilayah kita, gak ada, itu supaya jelas dulu,” jelas Luhut.
Menurutnya, sikap Indonesia terkait hal ini juga cukup tegas yaitu dengan menangkap enam kapal nelayan China yang mengambil ikan di perairan Natuna.
Diakuinya memang, masih ada kapal China di perairan Natuna sampai saat ini, namun jumlahnya sudah berkurang karena pihak China sudah menarik kapal-kapalnya secara perlahan.
Menko Polhukam Mahfud MD, mengatakan pasca kejadian ini, pihaknya akan kembali meningkatkan pengamanan terutama di perairan Natuna. Selama ini, kata Mahfud pengamanan tersebut memang dirasa kurang.
“Iya dong, kita mau menormalkan patroli, sehingga lebih proporsional, kita sekali lagi tidak mau perang karena tidak ada konflik di situ untuk apa perang? Kita meningkatkan proporsionalitas patroli saja,” ungkap Mahfud.
Namun tidak disampaikan secara spesifik olehnya apakah cara Menteri KKP terdahulu, Susi Pudjiastuti, yaitu opsi penenggelaman kapal, akan dilakukan lagi di masa depan.
“Ya nantilah prinsipnya kita jaga kedaulatan. Soal taktis itu biar nanti dikerjain oleh lapangan seperti panglima, angkatan laut, bakamla dan sebagainya itu sudah ngurus taktiknya, tapi yang jelas, payungnya kita mempertahankan kedaulatan dan itu sudah hak sah. Kita tidak ada negosiasi untuk Natuna, negosiasi untuk yang lain jalan terus. 'Kan hubungan kita dengan China baik,” tambahnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mengatakan pasca kejadian ini pihaknya pun akan terus memperkuat wilayah laut Indonesia yang luas, agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Ia mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah menangkap tiga kapal asing, yang saat ini sedang berada di wilayah Kalimantan Barat.
Pihaknya pun akan senantiasa meningkatkan pengawasan dan bekerja sama dengan seluruh Kementerian/Lembaga termasuk Kementerian Luar Negeri.
“Jadi kita 'gak boleh kalah dengan gerakan kapal asing. Yang paling penting bagaimana laut dan sekitarnya di sepanjang perbatasan, kita isi dengan nelayan kita,” ujar Edhy. [gi/ab]