Reuters melaporkan, Kamis (19/3), otoritas Malaysia sedang melacak keberadaan 2.000 pria etnis Rohingya yang menghadiri tablig akbar. Acara yang dihadiri puluhan ribu peserta itu memicu lonjakan tajam kasus infeksi virus corona di seluruh Asia Tenggara.
Reuters mendapat informasi tersebut dari seorang sumber keamanan dan dua sumber lainnya yang tidak mau diungkap identitasnya.
Lebih dari 100 ribu etnis Rohingya tinggal di Malaysia setelah melarikan dari dari Myanmar. Namun mereka dianggap sebagai imigran ilegal. Menurut salah satu sumber, kebanyakan orang Rohingya enggan mengungkap identitas mereka untuk menjalani tes virus corona, meski mereka menunjukkan gejala-gejala.
Upaya Malaysia mencari imigran Rohignya menekankan tantangan bagi para pemerintah untuk melacak penyebaran virus tersebut di antara komunitas yang tidak memiliki dokumen legal dan khawatir bermasalah dengan pihak berwenang.
Tablig akbar pada akhir bulan lalu digelar di sebuah masjid di pingiran Kuala Lumpur, Ibu Kota Malaysia. Menurut sumber lainnya, setidaknya 16 ribu peserta, termasuk etnis Muslim Rohingya, menghadiri acara tersebut.
Selain Rohingya, sekitar 1.500 umat Muslim dari seluruh penjuru Asia juga menghadiri acara tersebut.
Hampir 600 kasus virus corona di Asia Tenggara telah dikaitkan dengan tablig akbar tersebut. Jumlah itu termasuk 513 di Malaysia, 61 di Brunei Darussalam, 22 di Kamboja, dan setidaknya 5 di Singapura dan dua di Thailand.
Jumlah kasus virus corona yang terkonfirmasi di Malaysia mencapai 790.
Pihak berwenang Malaysia mengatakan sudah melacak para peserta, tetapi tidak bisa menemukan sekitar 4.000 orang.
“Mereka sudah kembali ke keluarga masing-masing di seluruh Malaysia. Jadi, sulit bagi kami untuk menghubungi mereka. Banyak yang takut mengakui bahwa mereka datang ke acara tersebut. Mereka takut akan bermasalah dengan pihak berwenang,” kata salah satu sumber yang bekerja bersama komunitas pengungsi.
“Pemerintah khawatir jika mereka tidak mengaku, infeksi (virus corona) akan makin menyebar.”
Seorang sumber keamanan mengatakan pemerintah Malaysia sudah meminta Badan Reserse Kriminal di kepolisian untuk mencari para peserta tersebut.
Kepolisian Malaysia menolak memberikan komentar dan mengarahkan Reuters untuk menghubungi Dewan Keamanan Nasional Malaysia, yang berada di bawah kantor perdana menteri. Dewan tersebut tidak bisa segera dihubungi untuk dimintai keterangan. [ft/au]