Pendapatan industri penerbangan telah merosot sejak wabah Covid-19 bermula di Wuhan, China, Januari 2020. Saat itu, sejumlah negara langsung membatasi penerbangan dari dan ke negeri tirai bambu tersebut.
Ekonom senior dan pendiri INDEF, Fadhil Hasan, berpendapat kerugian industri penerbangan akan meluas pada industri-industri di sekitarnya.
“Logistik, catering, perhotelan, dan seterusnya, travel begitu, memang paing tidak industri yang terkait dengan pergerakan orang ini yang mengalami dampak paling besar dari COVID-19 ini,” jelasnya.
Karena itu, Fadhil mendorong pemerintah aktif membantu industri penerbangan lewat sejumlah bantuan finansial. Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) 2014-2019 ini meminta pemerintah segera berbicara kepada industri penerbangan untuk mengetahui kebutuhan mereka.
“Kira-kira apa kesulitan yang dihadapi? Pasti sudah sistemik. Berapa besarnya dan kira-kira apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah? Sehingga ketika virus ini bisa ditangani dengan baik , kemudian (industri penerbangan) bisa pulih dengan cepat,” imbuhnya.
Industri Penerbangan Terancam Bangkrut
Center for Aviation (CAPA) yang berkantor pusat di Australia memperkirakan, mayoritas maskapai di dunia akan bangkrut pada Mei 2020. CAPA menyebut, aksi bersama pemerintah dan industri diperlukan untuk menghindari hal itu.
Sementara International Air Transport Association (IATA) yang berkantor di Swiss, menyatakan sekitar 25 juta orang terancam kehilangan pekerjaan karena merosotnya permintaan akan tiket pesawat. Dari angka tersebut, 11 juta pekerjaan ada di Asia-Pasifik.
Pengamat dari Pusat Studi Air Power Indonesia, Chappy Hakim, mengatakan Indonesia akan terdampak kencang. “Kalau kita lihat Asia Pasifik, Indonesia merupakan persentase yang cukup besar di sana. Jadi resiko kehilangan pekerjaan,” terangnya.
Mantan KSAU TNI ini menyebut, membantu industri penerbangan akan turut membantu industri-industri terkait. "Mengapa harus maskapai terlebih dahulu? Dampaknya banyak. Airport, air navigation, hotel, tourism dan sebagainya-dan sebagainya,” kata dia lagi.
Butuh Puluhan Triliun
Sementara itu, ekonom Andri Sudibyo memperkirakan butuh dana 40 triliun rupiah untuk membantu seluruh maskapai di Indonesia, baik yang besar maupun yang kecil. Dua maskapai yang butuh perhatian, ujarnya, adalah Garuda Indonesia dan Lion Air.
"Karena Garuda kebetulan BUMN, saya pikir pemerintah bsia melakukannya dengan cepat. Kalau Lion saya kurang tahu apakah pemerintah bisa melakukan, tapi setidaknya dunia penerbangan ini harus dibantu dengan modal pemerintah,” ujar Andri.
Bantuan ini, jelas Andri, dapat berupa hibah, pinjaman atau pinjaman lunak, sebagaimana diberikan sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan Singapura. Selain itu, tambah dia, penting untuk memikirkan keberlanjutan industri penerbangan setelah wabah COVID-19.
Maskapai akan menerapkan prosedur kesehatan, di samping prosedur keselamatan yang sudah ada. Karena itu, mereka butuh dana tambahan.
“Harus menjamin keamanan dan kesehatan, dan juga infrastruktur pendukung di airport. Jadi bagaimana prosedur dan pelayanan masyarakatnya akan sangat beda,” ujarnya.
Indonesia telah mengumumkan melarang penerbangan sipil komersial sejak 24 April sampai 1 Juni 2020. Sebelumnya, Indonesia juga telah memperketat penerbangan asing yang masuk ke Indonesia. [rt/em]