Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan dalam konsep "Merdeka Belajar", universitas atau kampus yang berada di daerah terpencil lebih bebas dalam menentukan kurikulum atau program studi yang lebih relevan. Hal itu dikatakan Nadiem dalam kuliah umum secara daring dengan tema "Reformasi Pendidikaan Nasional".
"Iya, bisa. Dan malah akan lebih menguntungkan bagi universitas-universitas yang kecil untuk mengimplementasi 'Merdeka Belajar' karena dia bisa lebih mengintegrasikan kearifan lokal, lebih bebas memilih kurikulum atau prodi yang lebih relevan untuk daerahnya atau untuk industri yang relevan di areanya. Tidak semua pengajaran bisa terjadi di dalam kampus. Tapi pembelajaran bisa dilakukan di berbagai macam institusi lainnya baik industri, non profit dan exchange," kata Nadiem, Selasa (5/5).
Namun, ada beberapa tantangan untuk para mahasiswa yang ada di universitas terpencil dalam menerapkan konsep "Merdeka Belajar". Salah satunya adalah pembiayaan teknologi yang menjadi pertimbangan tersendiri bagi para universitas.
"Jika ingin mereka pergi ke tempat lain untuk melakukan pertukaran satu atau dua semester di tempat lain itu juga membutuhkan biaya. Jadi ada berbagai macam hal yang sifatnya akses ke teknologi dan sumber daya finansial yang harus dipastikan dicari solusi bantuannya dalam bentuk apa," ujar Nadiem.
Lanjut Nadiem, konsep "Merdeka Belajar" di kampus bisa diimplementasikan di universitas kecil dan terpencil asal memiliki akses internet.
"Asal ada akses ke internet harusnya malah lebih lagi potensi dampaknya terjadi. Konsep 'Merdeka Belajar' itu adalah suatu opsi kemerdekaan. Artinya dia punya opsi pembelajaran lewat online, di luar kampus, dan melakukan aktivitas kurikulum yang bukan hanya akademis tapi juga praktis. Jadi ini diberikan opsi dan kebebasan bukan dipaksa. Kalau dipaksa bukan merdeka namanya," ungkapnya.
Sementara itu, pengamat pendidikan, Prof Dr M Arif Nasution menuturkan program "Merdeka Belajar" yang dijalankan harus berpijak kepada potensi lokal terutama di daerah terpencil yang memiliki spesifik budaya.
"Harus dilihat adalah sejauh mana para mahasiswa itu aktif untuk mengetahui dan mengidentifikasi potensi di daerahnya serta kearifan lokal yang dikembangkan menjadi suatu program yang nantinya dikembangkan menjadi prodi (program studi, red) khusus bagi daerah tersebut. Dan ini disesuaikan dengan konsep 'Merdeka Belajar' yang dirancang Mendikbud," ujar Arif kepada VOA.
Lanjutnya, kebijakan Kampus Merdeka yang merupakan kelanjutan dari konsep "Merdeka Belajar" akan memberikan keuntungan kepada mahasiswa dalam penggunaan ruang dan waktu pada saat proses pembelajaran.
"Tentu ini lebih fleksibel dengan menyesuaikan bobot potensi, kearifan lokal sehingga dapat menjadi suatu program yang ideal di daerah tersebut. Selanjutnya, kerja sama dengan pihak institusi pemerintahan untuk mengembangkan potensi dan kearifan lokal sebagai bentuk nyata daripada sebenarnya ini adalah kelanjutan dari program link and match tentu ini lebih luas lagi," jelas Arif.
Masih kata Arif, kerja sama antara perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta dengan penyedia jaringan telekomunikasi juga menjadi sesuatu yang sangat penting. Jaringan telekomunikasi dapat secara berkesinambungan mendukung informasi dan teknologi dalam rangka program Merdeka Belajar seperti yang dicanangkan oleh Mendikbud.
"Nah, bagaimana output-nya? Setiap mahasiswa diharapkan dapat menjadi sumber daya manusia yang memiliki ilmu dan keterampilan yang dapat mendukung potensi serta kearifan lokal di daerah tersebut," pungkasnya. [aa/ab]