Tim ilmuwan di Inggris telah membuktikan bahwa obat Dexamethasone bisa menyelamatkan pasien Covid-19 dengan gejala-gejala berat. Dexamethasone merupakan obat steroid berdosis rendah yang sudah beredar luas di pasaran dengan harga yang relatif murah atau sering disebut obat warung.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah merekomendasikan penggunaan obat tersebut untuk penanganan virus corona. Walhasil, banyak orang yang akhirnya mencari obat ini.
Anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dokter Reisa Broto Asmoro menegaskan, obat tersebut bukanlah penangkal Covid-19.
"Obat ini tidak memiliki khasiat pencegahan. Ini bukan penangkal Covid-19, ini bukan vaksin," ujarnya dalam telekonferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Jumat (19/6).
Dijelaskannya, Dexamethasone merupakan obat golongan kortikosteroid, yang bekerja dengan cara mengurangi peradangan dan menurunkan sistem kekebalan tubuh, sama seperti steroid yang dihasilkan tubuh secara alami.
Penggunaan Dexamethasone untuk jangka panjang, kata Reisa tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba. Dalam hal ini, dokterlah yang akan menurunkan dosis secara bertahap, sebelum menghentikan obat ini.
Dia juga menambahkan, meski harganya terjangkau, namun penggunaan Dexamethasone wajib melalui konsultasi dokter, agar tidak menimbulkan efek samping.
"Selalu konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan obat ini, agar tidak terjadi efek samping. Terutama, bila memiliki alergi pada makanan, obat, maupun bahan lain yang terkandung didalamnya," imbuhnya.
Penggunaan Dexamethasone Khusus Untuk Kasus Berat
Terkait dengan rekomendasi WHO, Dexamethasone dianjurkan untuk pasien Covid-19 yang mengalami gangguan kesehatan berat, serta membutuhkan ventilator dan bantuan pernafasan.
Obat tersebut diklaim dapat mengurangi risiko kematian hingga 20-30 persen."Obat ini dianjurkan karena akan mengurangi risiko kematian sebesar 20 sampai 30 persen dari kasus-kasus tersebut," paparnya.
Dokter Reisa juga mengatakan bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau BPOM akan memantau peredaran Dexamethasone.
"Meski kita telah mendengar beberapa berita baik kemajuan dunia kesehatan, baik dalam negeri, maupun dari luar negeri di internasional, WHO sampai saat ini belum menentukan obat atau regimen data kombinasi pengobatan yang tetap untuk perawatan pasien Covid-19," kata Reisa.
Oleh karena itu, hingga sejauh ini, WHO dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tetap menganjurkan agar masyarakat selalu mengikuti petunjuk dokter.
"Tidak boleh mengobati diri sendiri, hindari penggunaan antibiotik dengan tidak tepat juga, karena dapat menyebabkan resistensi terhadap jenis antibiotik yang dikonsumsi tersebut, dan sekali lagi, belum ada pengobatan Covid-19 sampai saat ini yang dapat mencegah," kata Reisa.
Hingga saat ini, cara terbaik untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 adalah dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun dan air sesering mungkin dan minimal selama20 detik.
Ahli Epidemiologi: Sampai Saat Ini Belum Ditemukan Obat untuk Covid-19
Senada dengan Dr Reisa, Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan Dexamethasone hanya diberikan kepada pasien Covid-19 dengan gejala berat. Ia menjelaskan pasien Covid-19 dengan gejala berat biasanya mengalami gangguan pernapasan, yang merupakan reaksi imun dari tubuh.
“Reaksinya akan dikeluarkan sitokin, badai sitokin yang menyebabkan di orang itu sesak napas karena ada reaksi inflamasi yang luar biasa hebat. Itu kalau diberikan Dexamethasone memang untuk menekan reaksi inflamasi,” ujarnya kepada VOA.
Berdasarkan hasil penelitian, Dexamethasone terbukti menurunkan risiko kematian.
“Sudah terbukti dari hasil penelitian itu. Kalau sesak napas kan sampai pakai ventilator. Pada orang yang pakai ventilator , dan tidak dikasih Dexamethasone tingkat kematiannya 40 persen.
Kasus Corona di Indonesia Capai 43.803
Juru Bicara Penanganan Kasus Virus Corona Dr Achmad Yurianto melaporkan, hingga Jumat (19/6) Indonesia memiliki 43.803 kasus Covid-19, setelah ada penambahan 1.041 kasus baru.
“Kalau kita lihat distribusi dari kasus positif yang kita laporkan hari ini, Sulawesi Selatan melaporkan 207 kasus konfirmasi baru dan 43 kasus sembuh, DKI Jakarta 141 kasus baru dan 126 sembuh, Jawa Timur 140 kasus baru dan 103 sembuh," kata Yuri.
Adapun lima provinsi provinsi dengan kasus positif terbanyak secara kumulatif adalah DKI Jakarta (9.665), Jawa Timur (9.057), Sulawesi Selatan (3.573), Jawa Barat (2.805) dan Jawa Tengah (2.471).
Yuri juga mengumumkan ada 551 pasien yang sudah diperbolehkan pulang hari ini, sehingga total pasien yang telah pulih mencapai 17.349. Jumlah kematian masih terus naik. Sebanyak 34 orang meninggal dunia, sehingga jumlah total penderita yang meninggal pun menjadi 2.373.
Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) kini 36.464, sementara jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) 13.211. [gi/ab]