Pemerintah Australia telah mencapai kesepakatan untuk mengamankan 25 juta dosis vaksin potensial untuk Covid-19 dari perusahaan farmasi raksasa Inggris AstraZeneca, yang sekarang ini sedang menjalani uji coba tahap akhir pada manusia.
Vaksin baru itu, yang disebut AZD1222, dikembangkan oleh Universitas Oxford, Inggris dan perusahaan farmasi raksasa negara itu, AstraZeneca.
“Vaksin Oxford adalah salah satu yang paling maju dan menjanjikan di dunia,” kata PM Scott Morrison hari Rabu (19/8) dalam suatu pernyataan yang mengumumkan kesepakatan tersebut. Morrison mengatakan apabila vaksin itu lolos dalam tahap uji coba pada manusia, vaksin itu akan diberikan secara gratis kepada setiap orang Australia, sedini awal tahun depan.
Tetapi Morrison mengatakan, pemerintah juga sedang dalam pembicaraan untuk memperoleh vaksin-vaksin potensial lainnya untuk mengatasi virus corona, termasuk yang sedang dikembangkan oleh perusahaan farmasi domestiknya, CSL Limited, bekerja sama dengan University of Queensland, seraya memperingatkan bahwa “tidak ada jaminan bahwa ini, atau vaksin lainnya, akan sukses.”
Morrison juga mengatakan Australia berniat memainkan peran dalam mendukung negara-negara di Pasifik lainnya, yang ia sebut sebagai “keluarga Pasifik” dengan memasok vaksin yang aman dan ampuh ke negara-negara tetangganya di kawasan, termasuk di antaranya Indonesia, Papua Nugini dan Fiji.
Kesepakatan antara pemerintah Australia dan AstraZeneca dicapai sementara pihak berwenang di negara bagian Victoria menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang memaksa diberlakukannya PSBB ketat terhadap Melbourne, ibu kota Victoria.
Sementara itu di AS, University of Notre Dame, salah satu universitas bergengsi di negara ini, Selasa (18/8) mengumumkan pengajarannya diubah dari kehadiran di kelas menjadi penyelenggaraan kelas daring selama dua pekan karena meningkatnya kasus Covid-19 di kampusnya di South Bend, Indiana. Perguruan tinggi ini Selasa melaporkan 147 orang telah terbukti positif terjangkit virus corona sejak mahasiswa kembali ke kampus pada 3 Agustus lalu, termasuk 80 di antaranya yang dites positif pada hari Senin saja.
Pendeta John I. Jenkins, rektor universitas itu, memperingatkan mahasiswa bahwa mereka akan dipulangkan dan kampus ditutup sepenuhnya, seperti pada awal tahun ini pada awal perebakan pandemi, jika wabah terus menyebar.
Sementara itu Rektor Michigan State University, Samuel L. Stanley, Selasa (18/8) mengatakan akan menawarkan kelas-kelas daring bagi hampir seluruh mahasiswa S-1 sewaktu semester baru dimulai pada 2 September mendatang.
Notre Dame dan Michigan State University adalah dua universitas terbaru dalam daftar yang kian panjang perguruan-perguruan tinggi di AS yang menghentikan kelas yang dihadiri langsung dan menggantinya dengan kelas-kelas virtual karena pandemi ini.
Para petinggi University of North Carolina di Chapel Hill menjadi perguruan tinggi besar pertama di AS yang menutup pembelajaran di kampus setelah 177 mahasiswanya positif terjangkit virus corona, dan 350 lainnya dikarantinakan di asrama dan tempat-tempat tinggal di luar kampus karena kemungkinan terpapar virus tersebut. [uh/ab]