Kemunduran ekonomi akibat pandemi virus corona dirasakan dunia perbankan nasional. Kabar bohong mengenai penarikan dana besar-besaran di awal pandemi corona, turut mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengelola keuangan. Kemunduran ekonomi pada dua kuartal ini diprediksi masih akan terjadi pada kuartal ketiga.
Dalam sebuah webinar bertema “Resesi di depan Mata, Indonesia Harus Apa?”, Rabu (26/8), Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Didik Madiyono, mengatakan kondisi perbankan secara umum masih stabil.
Sejumlah kebijakan relaksasi diambil untuk mempertahankan kestabilannya, termasuk relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi, serta penundaan laporan berkala dan laporan data SCP (Structure Conduct Performance). Namun, LPS mewaspadai jumlah kredit bermasalah atau NPL (Non Performing Loan) cenderung naik.
“Secara umum perbankan kita masih, walaupun memang faktor-faktor yang harus diwaspadai adalah NPL, NPL-nya kecenderungannya naik, itu yang perlu kita waspadai. Di samping itu juga kredit restructurnya, itu juga kita lihat posisinya juga cenderung naik. Posisi terakhir kalau tidak salah 21 persen,” kata Didik Madiyono.
Didik menambahkan, sampai saat ini masih ada peningkatan jumlah simpanan di perbankan meski tidak merata. LPS juga telah menurunkan tingkat bunga penjaminan sebanyak empat kali, dan memastikan dana nasabah di lebih dari 319 juta rekening masih aman.
Deputi Komisioner Pengawas I Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Teguh Supangkat, mengatakan, lembaganya telah mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait mitigasi dampak corona. Kebijakan itu diterapkan untuk menjaga likuiditas perbankan, dan stabilitas pasar keuangan dan sistem keuangan nasional.
“Dari sisi otoritas jasa keuangan, kami ini sudah mengeluarkan beberapa kebijakan stimulus untuk mendukung program ekonomi nasional, baik dari sisi stimulus sektor perbankan, stimulus sektor IKNB (industri keuangan non-bank), maupun dari sisi stimulus dari sektor pasar modal,” ujar Teguh Supangkat.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyebut stimulus global dan domestik akan memperkuat likuiditas bank. Namun di masa depan, stimulus yang diberikan diharapkan tidak hanya sekedar untuk membuat sektor industri dan usaha kecil menengah (UKM) mampu bertahan, tapi juga memiliki daya saing.
“Jadi kalau kebijakannya, stimulusnya lebih untuk menolong supaya recoverynya terus berlanjut, 2022 sampai 2025, kebijakan yang sudah dimulai dari sekarang dipikirkan adalah bagaimana kita tetap mendorong competitiveness supaya volatilitasnya juga berkurang. Kalau volatilitasnya bertambah, memang akan ada tekanan ke likuiditas di sektor perbankan, beyond dari 2022 tadi,” ungkap Andry Asmoro.
Senada dengan Andry, Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual, juga meyakini akan terjadinya pemulihan ekonomi. “Jadi memang di bulan Maret dan April itu jatuh cukup dalam, nilai transaksi jatuh cukup dalam, nilai transaksi jatuh sekitar 20 persen dan ada gap. Dan gap ini, indeks transaksi ini bisa kembali pulih tergantung perkembangan penanganan Covid ini seperti apa. Jadi, kalau misalnya ekonomi bisa pulih lebih cepat, itu sangat tergantung dari penanganan Covid salah satunya,” papar David Sumual. [pr/ab]