Dalang wayang Bali, Gusti Putu Sudarta datang ke Amerika Serikat untuk mengajar selama sebulan di University of Richmond Virginia. Namun pandemi Covid-19 memaksanya kembali ke Indonesia, setelah ia bersama-sama grup pemusik keroncong Amerika yang bernama “Rumput” mementaskan wayang dengan cerita “Nicotiana”.
“Nicotiana menarik karena merupakan sejarah panjang tembakau yang penyebarannya dari Amerika ke Asia. Lalu sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat terutama di Indonesia yang juga berhubungan dengan kebudayaan, kesenian, olahraga, dan lain-lain," kata Gusti Putu Sudarta kepada VOA.
Hasil kolaborasi unik perpaduan wayang dan dalang dari Bali serta para pemusik Amerika itu dalam “Nicotiana”, akhirnya hanya dipentaskan lewat YouTube, setelah mereka berlatih selama seminggu penuh melalui Zoom.
Penggagas topik yang mengangkat cerita tembakau itu dari Andy McGraw, pengajar musik di University of Richmond, Virginia. Ia juga pendiri grup musik keroncong “Rumput” yang dibentuk pada 2015. Andy memberi nama grupnya “Rumput”, dari istilah bahasa Inggris. “Bluegrass music” pegunungan Appalachian, Amerika yang berirama seperti jenis keroncong.
“Kami senang sekali berkolaborasi dengan pak Gusti karena sangat terbuka. Latar belakangnya tradisi Bali kuat sekali, tetapi dia lama belajar di Solo dan dia juga cinta gamelan Jawa, keroncong dan kesenian Jawa," ujar Andy McGraw, yang fasih berbicara dalam bahasa Indonesia, mengomentari kolaborasinya dengan Gusti Putu Sudarta.
Andy sendiri memainkan cello, dan sebagai sutradara seni yang memadukan antara permainan wayang Gusti Sudarta, dan grupnya yang memainkan musik, cak, cuk, dan menyanyi lagu Jawa.
Grup pemusik “Rumput” itu membuka cerita “Nicotiana” dengan tembang Jawa yang dinyanyikan oleh Jessica dan Hannah Standiford, di antaranya lagu Jawa “Yen ing tawang ono lintang”.
“Tidak ada banyak nyanyian, dan saya pegang cak dan nyanyi sedikit. Biasanya cak itu di ketukan off beat, itu hampir seperti ukulele," kata Hannah kepada VOA.
Dalang Gusti Putu Sudarta yang seharusnya pentas tur ke beberapa universitas sambil memberi lokakarya wayang dan gamelan itu, akhirnya hanya menyajikan pentas kolaborasi di studio.
Sudarta memaparkan karya itu menggabungkan pertunjukan wayang beber Bali dengan gaya Amerika, yaitu dengan menggunakan cranky sebagai layar panorama. Cranky adalah lukisan yang bergerak diputar. Musik yang mengiringi pertunjukan itu, imbuhnya, campuran antara keroncong dan tradisi musik Appalachian.
"Juga ada komposisi baru yang diatur oleh Andy McGraw. Ini ada adegan yang pro dan anti bisnis tembakau. Tokohnya raksasa Srenggi yang mendukung bisnis rokok dan Tualen yang memrotes rokok," ujar Gusti Putu Sudarta. [ps/em]