China, Kamis (22/10), mengancam akan melakukan pembalasan yang sah dan perlu atas penjualan sejumlah rudal AS bernilai $ 1 miliar ke Taiwan.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Rabu (21/10), pihaknya menyetujui penjualan 135 rudal udara-ke-darat ke Taiwan dalam langkah yang menurut Kementerian Pertahanan Taiwan akan membangun kemampuan tempurnya, sebagaimana dilansir dari AFP.
Taiwan yang demokratis dan memerintah sendiri terus-menerus hidup di bawah ancaman invasi Beijing yang otoriter. Pimpinan China memandang pulau itu sebagai bagian dari wilayah mereka dan berjanji suatu hari kelak akan merebut pulau itu, dengan kekerasan jika perlu.
Kementerian Luar Negeri China, Kamis (22/10), menuduh AS melanggar perjanjian yang ditandatangani oleh Beijing dan Washington pada 1970-an yang mengukuhkan hubungan diplomatik antara kedua pemerintah.
“Penjualan itu mengirim sinyal yang sangat keliru ke pasukan separatis yang memperjuangkan kemerdekaan Taiwan, dan merusak secara serius hubungan China-AS," kata juru bicara kementerian itu, Zhao Lijian, pada konferensi pers reguler.
Zhao mengatakan China akan "membuat tanggapan yang sah dan perlu tergantung pada perkembangan situasi.”
Beijinh telah meningkatkan tekanan diplomatik dan militer terhadap Taiwan sejak keterpilihan Presiden Tsai Ing-wen pada 2016. Tsai memandang pulau itu sebagai negara berdaulat de facto dan bukan bagian dari "Satu China."
Jet-jet tempur dan pembom China telah memasuki zona pertahanan udara Taiwan dengan frekuensi yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir, sementara film-film propaganda yang menunjukkan serangan simulasi di wilayah seperti Taiwan banyak beredar. China juga telah melancarkan rangkaian usaha diplomatik untuk menarik dukungan sekutu-sekutu resmi Taiwan.
Taiwan memiliki hubungan diplomatik dengan hanya 15 negara saat ini.
Tiga pemerintahan AS sebelumnya bersikap hati-hati dalam menjalin kesepakatan besar terkait senjata dengan Taipei karena khawatir menimbulkan kemarahan Beijing. [ab/ka]