Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengaku tidak terkejut dengan penemuan strain baru virus corona asal Inggris B117 di Indonesia. Kepada VOA, ia sudah menduga hal ini akan terjadi dari sejak tahun lalu.
Bahkan ia yakin, B117 tersebut sudah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
“Ketika ditemukan itu bukan berarti hanya dua (kasus), itu sudah di mana-mana. Saya harus sampaikan itu, karena sekali lagi strategi tracing , testing kita yang tidak memadai. Yang artinya tidak berlanjut dengan isolasi karantina ini tidaklah bisa memutus transmisi COVID-19, dan pola eskponensialnya selain tinggi ini berarti leluasa orang membawa virus kemana-mana tidak terdeteksi,” ungkap Dicky.
Selain itu, kebijakan pembatasan kepada warga negara Indonesia maupun asing yang datang ke Indonesia dinilainya tidak ketat. Ia mencontohkan, karantina selama lima hari kepada seseorang yang baru datang dari luar negeri tidak cukup untuk bisa mendeteksi suatu virus.
“Negara yang berhasil mengendalikan pandemi tidak ada yang di bawah 10 hari. Australia 14 hari, itu pun diperketat dengan testing dua kali. Ini pun selain PCR ada yang namanya genom sequencing, itu dilakukan semua. Itu dilakukan tidak hanya pada pendatang tapi juga kepada orang-orang yang bekerja di fasilitas karantina/ isolasi atau pintu masuk itu,” jelasnya.
Ia ia menekankan pemerintah perlu memperkuat penanganan pandemi terutama strategi “3T” yakni testing, tracing dan treatment. Apalagi strain baru dari Inggris tersebut, ujar Dicky lebih cepat menular dan 30 persen lebih cepat menyebabkan kematian.
Menurutnya, apabila pemerintah tidak segera memperkuat strategi penanganan pandemi bukan tidak mungkin akan lahir mutasi virus corona baru yang lahir di Indonesia.
“Dan tahun 2021 saya sebut juga sebagai tahun lahirnya banyak strain baru, karena sudah cukup banyak kejadian atau wilayah yang memang belum terkendali pandeminya, dan itu akan melahirkan termasuk potensi Indonesia melahirkan strain baru made in Indonesia itu bukan hal yang aneh, bukan hal yang tidak mungkin,” jelasnya.
Selain itu, katanya, sosialisasi kepada masyarakat dengan protokol kesehatan “5M” yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas, dan mencegah kerumunan harus terus ditingkatkan. Protokol kesehatan “3M” menurutnya saat ini sudah tidak memadai.
“Misalnya masker, kalau saya sampaikan sekarang masker gak bisa satu lapis, masker kain minimal dua kalau bisa tiga lapis. Masker bedah harus tambah, apakah dengan ada lapisan lain masker lainnya atau tambah dengan face shield. Tapi untuk masker saya kira sudah harus lebih ditambah layers, kemudian jaga jaraknya minimal dua meter , kalau bisa kelipatan dua mater, karena ini mudah sekali untuk menular,” tuturnya.
Pemerintah Tidak Ungkap Lokasi Pasien COVID-19 B117
Dalam telekonferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (2/3) Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito tidak mengungkapkan di mana lokasi ditemukannya pasien COVID-19 dengan strain baru B117 ini, termasuk lokasi dilakukannya perawatan terhadap pasien tersebut. Ia hanya membenarkan bahwa memang telah ditemukan varian baru virus corona asal Inggris di Indonesia.
“Iya betul , bahwa varian B117 telah ditemukan di Indonesia sebagaimana yang disampaikan oleh Wamenkes,” jawab Wiku singkat.
Lanjutnya, penemuan ini akan ditindaklanjuti dengan penelusuran kontak erat dari kasus positif tersebut untuk mencegah penyebaran varian baru virus itu.
Semua pihak , seperti petugas di pintu kedatangan di tanah air bersama Satgas akan terus melakukan monitoring dan evaluasi terkait implementasi pengawasan di lapangan.
“Sebagaimana yang saya sampaikan, saat mensosialisasikan penetapan kebijakan pelaku perjalanan internasional, pemerintah akan selalu adaptif dengan situasi dan kondisi, yang ada termasuk perubahan kebijakan jika diperlukan,” jelasnya.
Indonesia Kedatangan 10 Juta Bahan Baku Vaksin COVID-19 Sinovac
Dalam kesempatan yang sama, Wiku mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia pada Selasa (2/3), telah menerima kedatangan 10 juta bulk atau bahan baku vaksin COVID-19 merk Sinovac, dari Beijing.
“Hingga saat ini terdapat total 38 juta dosis vaksin yang sudah diterima pemerintah Indonesia, yang terdiri dari 35 juta dosis vaksin berbentuk bulk dan tiga juta dosis vaksin jadi,” kata Wiku.
Menurut Wiku, 10 juta dosis berbentuk bahan baku tersebut, akan digunakan dalam program vaksinasi tahap ke-2 yang menargetkan 16,9 juta orang petugas layanan publik, dan 21,5 juta kelompok masyarakat lanjut usia (lansia).
“Selanjutnya pemerintah akan terus menerima vaksin dari Sinovac, hingga jumlahnya mencapai 185 juta dosis. Di sisi lainnya, pemerintah terus berusaha melakukan pengadaan vaksin-vaksin dari sejumlah produsen lainnya seperti Pfizer, AstraZeneca dan Novavax,” pungkasnya. [gi/ab]