Presiden Joko Widodo akan mengusulkan penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) untuk mencari penyelesaian krisis politik dan kekerasan di Myanmar yang telah menelan puluhan korban jiwa.
Menurutnya, kekerasan tersebut harus dihentikan sehingga tidak ada lagi korban yang berjatuhan. Keselamatan, dan kesejahteraan rakyat Myanmar, kata Jokowi, harus menjadi prioritas yang utama.
“Saya akan segera melakukan pembicaraan dengan Sultan Brunei Darussalam sebagai ketua ASEAN agar segera dimungkinkannya diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar,” ungkap Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (19/3).
Indonesia, ujar Jokowi, juga mendesak agar dialog serta rekonsiliasi segera dilakukan untuk bisa memulihkan demokrasi, serta memulihkan perdamaian dan stabilitas di Myanmar.
Dalam kesempatan yang sama, Jokowi juga menyampaikan rasa duka cita dan simpati yang mendalam terhadap korban jiwa yang berjatuhan akibat penggunaan kekerasan yang dilakukan di Myanmar pada saat ini.
Sementara itu, pengamat hubungan internasional, Hikmahanto Juwana, mengatakan keinginan Jokowi untuk menggelar pertemuan tingkat tinggi ASEAN untuk membahas krisis di Myanmar sangat baik. Namun ia mengingatkan jangan sampai pertemuan tingkat tinggi tersebut melanggar Pasal 2, Paragraf 2, Piagam ASEAN yang isinya tidak boleh mengintervensi permasalahan negara anggota ASEAN.
Menurutnya ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh ASEAN tanpa melanggar pasal tersebut, yakni beberapa negara anggota ASEAN mengirimkan utusan khusus atau special envoy yang bukan berasal dari pemerintah.
Utusan khusus yang bisa ditunjuk oleh Indonesia, kata Hikmahanto, seperti mantan wakil presiden Jusuf Kalla dan mantan menteri luar negeri Marty Natalegawa atau Hasan Wirajuda. Masing-masing utusan khusus itu akan dikirim ke Myanmar untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh pihak pemerintahan kudeta dan oleh rakyat Myanmar. Utusan khusus tersebut juga akan mengusulkan berbagai ide-ide yang bisa menjadi jalan keluar dari krisis ini.
“Ada tiga step (langkah) berarti. Pertama, special envoy diwacanakan. Yang kedua, special envoy ini siapa diwacanakan, lalu yang ketiga dikasih mandat special envoy untuk misalnya, mungkin bisa (atau) tidak ada pemerintahan transisi. Lalu kemudian menyelenggarakan pemilu yang diawasi oleh tokoh-tokoh dari ASEAN supaya terjamin kredibilitasnya,” ujar Hikmahanto.
Menurutnya, utusan khusus tersebut bisa memfasilitasi dialog atau komunikasi antara pemerintahan kudeta dan rakyat Myanmar yang selama ini belum pernah terjadi sejak militer mengambil alih kepemimpinan negara tersebut.
Ia berharap, solusi-solusi itu bisa dilakukan karena semua pihak tidak ingin bertambah lagi korban jiwa, dan Myanmar mengalami kemunduran dalam berdemokrasi.
“Jadi jangan Presiden berhenti pada usulan, bahwa kita akan ada emergency session, tapi harus sudah ada usulan kongkret disampaikan. Itu menunjukkan bahwa Indonesia is a leader among ASEAN countries (pemimpin di antara negara-negara ASEAN.red),” paparnya. [gi/ft]