Polisi mengatakan telah menangkap tersangka pelaku serangan brutal terhadap seorang perempuan Asia di dekat Times Square, New York, beberapa hari lalu.
Laki-laki itu diketahui sedang menjalani pembebasan bersyarat dari hukuman karena membunuh ibunya hampir dua puluh tahun lalu. Ia ditangkap atas beberapa tuduhan, termasuk melakukan serangan brutal di New York itu, yang diselidiki polisi sebagai kejahatan bermotif kebencian atau hate crime.
Polisi, Rabu (31/3), mengatakan Brandon Elliot, yang berusia 38 tahun, adalah laki-laki yang dalam sebuah video terlihat menendang dan menginjak-injak seorang perempuan Asia pada Senin (29/3) lalu.
Perempuan itu diserang di depan sebuah gedung apartemen. Dua pekerja di lobi apartemen itu menyaksikan kekerasan tersebut, tetapi tidak ada yang turun tangan atau menelepon panggilan darurat 911. Serikat pekerja yang menaungi kedua pekerja itu mengatakan mereka menunggu hingga penyerang pergi karena ia memiliki pisau, dan kemudian mereka memberitahu patroli polisi.
Polisi mengatakan Elliot tinggal di sebuah hotel yang juga berfungsi sebagai tempat penampungan tunawisma, beberapa blok dari lokasi di mana serangan terjadi. Ia ditangkap dari hotel itu Selasa (30/3) tengah malam. Ditambahkan, penangkapan dilakukan setelah polisi mendapat petunjuk dari sejumlah warga.
Elliot divonis karena menikam ibunya hingga mati di Bronx pada 2002, ketika ia berusia 19 tahun. Ia dibebaskan dari penjara pada 2019 dan sedang menjalani pembebasan bersyarat seumur hidup. Dewan yang memberinya pembebasan bersyarat sebelumnya telah dua kali menolak membebaskannya. Catatannya juga mencakup penangkapan karena perampokan pada 2020.
“Saya tidak memahami mengapa kita perlu membebaskan atau mendorong orang keluar dari penjara – bukan untuk memberi mereka kesempatan kedua, tapi untuk menempatkan mereka di fasilitas atau tempat penampungan tunawisma, atau dalam kasus ini di sebuah hotel – dan berharap akan membuahkan hasil yang baik,” ujar Komisioner Polisi Dermot Shea dalam konferensi pers pada Rabu (31/3).
“Kita memerlukan kesempatan yang benar-benar baik, kita membutuhkan jaring pengaman yang nyata," imbuhnya.
Tuduhan Berlapis
Elliot, yang berkulit hitam, menghadapi beberapa tuduhan antara lain melakukan serangan dan berupaya menyerang, yang diseliki sebagai kejahatan bermotif kebencian. Belum diketahui apakah ia memiliki pengacara yang dapat berbicara mewakilinya. Ia dihadirkan dalam sidang pendahuluan melalui video konferensi pada Rabu (31/3).
Jaksa Distrik Manhattan Cyrus Vance Jr. mengatakan tim jaksa akan berupaya memenjarakan Elliot tanpa kemungkinan banding. Jika terbukti bersalah, ia menghadapi kemungkinan hukuman penjara hingga 25 tahun.
Korban Warga Keturunan Filipina
Seorang petugas penegak hukum mengidentifikasi korban sebagai Vilma Kari, yang berusia 65 tahun. Putri Kari mengatakan kepada surat kabar The New York Times bahwa ia bermigrasi dari Filipina puluhan tahun lalu.
Kari, yang berulang kali ditendang dan diinjak, menderita luka serius, termasuk patah tulang panggul. Seorang juru bicara rumah sakit mengatakan Kari diizinkan meninggalkan rumah sakit pada Selasa (30/3) dan telah ditanyai polisi.
Duta Besar Filipina Untuk Amerika Jose Manuel Romualdez mengatakan korban adalah warga Amerika keturunan Filipina.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr. mengutuk serangan itu dan mencuit di Twitter, “insiden ini akan sangat diperhatikan dan akan mempengaruhi kebijakan luar negeri Filipina.” Ia tidak memperinci maksud pernyataannya itu.
Filipina dan AS merupakan sekutu sejak lama, tetapi pemimpin Filipina Rodrigo Duterte adalah pengecam kebijakan keamanan Amerika yang vokal. Duterte juga telah memutuskan perjanjian penting yang mengizinkan latihan militer berskala besar dengan pasukan Filipina.
Kari sedang berjalan menuju ke gereja ketika polisi mengatakan Elliot menendang perutnya, membuatnya tersungkur, menginjak wajahnya, meneriakkan kalimat-kalimat penghinaan anti-Asia dan mengatakan kepada Kari “kamu tidak layak berada di sini,” sebelum berjalan meninggalkannya. Orang-orang di sekitarnya hanya menonton.
Shea menyebut hal itu sebagai “serangan kejam yang benar-benar tidak diprovokasi terhadap seorang perempuan yang tidak berdosa dan tidak berdaya.”
Sentimen Anti-Asia
Serangan hari Senin itu adalah yang terbaru dari serangkaian kejahatan bermotif kebencian dan sentimen anti-Asia yang sedang meningkat. Hal ini memicu kecaman luas masyarakat dan keprihatinan terhadap sikap orang-orang yang berada di sekitar lokasi serangan dan memilih tidak melakukan intervensi apapun.
Wali Kota New York Bill de Blasio menyebut serangan itu “sangat keji dan menjijikkan,” dan mengatakan “sikap sejumlah orang yang menjadi saksi dan tidak membantu perempuan itu benar-benar tidak dapat diterima.”
Serangan itu hanya berselang dua minggu setelah penembakkan massal di Atlanta, Georgia, yang menewaskan delapan orang – termasuk enam perempuan Asia – dan juga hanya beberapa hari setelah seorang perempuan Amerika keturunan Asia lainnya, yang berusia 65 tahun, diancam dan dicela dengan penghinaan anti-Asia di pusat Kota Manhattan.
Meningkatnya aksi kekerasan itu sebagian telah dikaitkan dengan sikap dan pernyataan mantan presiden Donald Trump yang mengkambinghitamkan warga Asia sebagai penyebab pandemi virus corona. Ia kerap menggunakan terminologi seperti “virus Cina.”
“Perempuan berani ini berhak berada di sini,” ujar Jaksa Distrik Manhattan Cyrus Vance Jr. “Warga Amerika keturunan Asia berhak berada disini. Semua orang berhak berada di sini,” tegasnya. [em/ft]