Para penentang kudeta di Myanmar membalurkan cat dan berbagai pewarna merah lain di jalan-jalan dan rambu-rambu di luar kantor-kantor pemerintah, Rabu (14/4). Aksi yang digelar pada hari kedua liburan tahun baru tradisional itu ditujukan untuk menggambarkan darah orang-orang yang terbunuh saat memprotes junta.
Aksi yang bertujuan untuk mempermalukan militer itu berlangsung di berbagai kota, menurut foto-foto yang diposkan di media-media sosial. Para aktivis menyebutnya sebagai serangan “berdarah”.
Beberapa pengunjuk rasa berpawai sambil membawa poster-poster yang menyerukan pembebasan pemimpin dari pemerintahan yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.
Perempuan peraih Nobel Perdamaian itu telah ditahan sejak kudeta 1 Februari lalu dengan berbagai tuduhan, termasuk melanggar undang-undang kerahasiaan negara, yang bisa memenjarakannya selama 14 tahun. Para pengacara Suu Kyi membantah semua tuduhan-tuduhan itu.
"Tolong selamatkan pemimpin-masa depan-harapan kami," kata sebuah poster bergambar Suu Kyi yang dipegang oleh seorang perempuan muda yang berpawai di antara beberapa ribu orang-orang di Mandalay, menurut sebuah foto yang diposkan kantor berita Mizzima.
Tidak ada laporan mengenai terjadinya kekerasan selama aksi protes, Rabu. Tetapi informasi sulit diperoleh kantor-kantor berita asing karena junta membatasi internet dan layanan data digital.
Militer Myanmar menyatakan aksi protes mulai mereda. Namun, para aktivis sebetulnya melakukan aksi pembangkangan yang berbeda setiap harinya selama libur yang berakhir Sabtu mendatang.
Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan pasukan keamanan telah membunuh 710 pengunjuk rasa sejak penggulingan pemerintahan Suu Kyi. [ab/uh]