Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan varian baru virus corona yang ada di India sudah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
“Virus itu sudah masuk juga di Indonesia, ada 10 orang yang sudah terkena virus,” ungkap Budi usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/4).
Dari sepuluh orang tersebut, kata Budi, enam di antaranya merupakan kasus impor, atau berasal dari luar negeri. Sementara sisanya merupakan transmisi lokal, di provinsi Sumatera dua orang, satu orang di Jawa Barat, dan satu orang di Kalimantan Selatan. Namun, Budi tidak merinci nama dari varian atau hasil mutasi virus corona yang berasal dari India tersebut.
Untuk mencegah terjadinya ledakan kasus positif COVID-19 seperti di India, pemerintah pun melakukan berbagai pengetatan. Di antaranya dengan menghentikan sementara pemberian visa kunjungan dan visa tinggal terbatas, serta menolak masuknya warga negara asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir ke India sebelum masuk ke Indonesia.
Bagi warga negara Indonesia (WNI) yang juga memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir ke India masih diperbolehkan masuk, namun diwajibkan untuk dikarantina selama 14 hari.
Selain itu, pengetatan juga dilakukan pemerintah di semua pintu masuk kedatangan seperti bandara Soekarno Hatta, Juanda, Kuala Namu, Sam Ratulangi, serta di pelabuhan yakni di Batam, Tanjung Pinang dan Pelabuhan Dumai.
“Kita pastikan semua nanti yang pernah datang atau mengunjungi India itu akan menjalani genome sequencing agar kita bisa melihat apakah terjadi mutasi baru atau tidak,” jelas Budi.
Pemerintah juga akan memperkuat screening terhadap para pekerja migran Indonesia (PMI) yang diperkirakan akan kembali ke tanah air dalam jumlah yang cukup banyak. Mereka yang pulang, kata Budi, akan langsung dikarantina dan isolasi.
Belajar Dari Kasus India
Budi menjelaskan, ledakan kasus COVID-19 yang terjadi di India selain disebabkan oleh mutasi baru virus corona yang lebih cepat menular, juga dikarenakan abainya masyarakat dalam menerapkan protokol Kesehatan. Di India, kasus harian positif COVID-19 sebelumnya sudah turun sekitar 5.000 kasus per harinya, namun kini meningkat drastis menjadi sekitar 300 ribuan kasus per harinya.
“Untuk kasusnya India adalah karena memang terjadi kelengahan atau tidak waspada dalam menjalankan protokol kesehatan. karena merasa vaksinasi sudah sukses, karena merasa penurunan jumlah kasus sudah sukses. Untuk itu teman-teman kami ingatkan sekali lagi ya, tolong jaga protokol kesehatan. Jangan sampai kerja keras yang selama ini sudah kita lakukan, keseimbangan seperti arahan Bapak Presiden yang sudah kita capai, kemudian kembali rusak,” jelasnya.
Ia mengimbau kepada para kepala daerah untuk tidak mengendorkan strategi penanganan “3T” yakni testing, tracing, dan treatment serta terus mensosialisasikan penerapan protokol kesehatan “5M” kepada masyarakat. Hal ini harus terus dilakukan, karena ia melihat beberapa daerah sudah mulai melonggarkan protokol kesehatan karena adanya euphoria dari program vaksinasi massal COVID-19.
“Saya tekankan sekali lagi Bapak Ibu, vaksinasi tidak membuat Bapak Ibu kebal. Vaksinasi hanya memperkuat sistem imunnya kita, sehingga kalau kita terkena virusnya, Insya Allah kita tidak usah ke rumah sakit. Kalau masuk pun ke rumah sakit pun lebih cepat sembuhnya, sehingga tidak fatal. Tapi vaksinasi tetap membuat kita masih bisa tertular masih bisa membuat kita menularkan ke orang lain.Jadi itu penting sekali untuk kita jaga, walaupun sudah di vaksinasi, protokol kesehatan dijaga,” tegasnya.
Tambahan Vaksin COVID-19
Dalam kesempatan ini, Budi juga mengungkapkan bahwa Indonesia telah berhasil mendapatkan tambahan vaksin COVID-19 Sinovac dari China dan AstraZeneca dari skema GAVI.
Sebanyak 3,8 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca akan tiba Senin, (26/4) malam. Vaksin serupa, ujar Budi, juga akan datang lagi pada Mei mendatang.
“Kemudian hasil diskusi Bapak Presiden dengan Perdana Menteri Xi Jin Ping juga demikian, ada tambahan vaksin Sinovac akan masuk antara 10 juta sampai 15 juta untuk bulan April dan Mei. Sehingga pesan saya ke seluruh jajaran kepala daerah, yuk kita suntikan lagi.” paparnya.
Potensi Ledakan Kasus COVID-19 Pasti Ada
Sementara itu, Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, lonjakan kasus COVID-19 di India berpotensi akan terjadi juga di Indonesia. Apalagi menurutnya, sistem pembatasan masuknya WNA ke Indonesia masih belum ketat, dan isolasi yang dilakukan kepada WNA hanya lima hari.
“Potensi ledakan saya sampaikan tentu ada, cukup besar dan tentu yang namanya potensi bisa terjadi atau tidak itu bergantung kepada respon kita semua terutama dalam hal ini pemerintah sebagai leading utamanya,” ungkap Dicky kepada VOA.
Maka dari itu, menurutnya pemerintah harus lebih memperkuat strategi “3T” disertai isolasi dan karantina. Namun sayang, dari sejak munculnya mutasi virus corona B117 yang berasal dari Inggris di Indonesia, ia tidak melihat adanya peningkatan yang signifikan dari aspek “3T” tersebut, malah cenderung menurun.
“Lacak sebanyak mungkin dan langsung lakukan isolasi atau karantina, itu pentingnya, kalaupun testing terbatas yang penting lakukan isolasi karantina, karena itulah yang akan memutus transmisi COVID-19 ini. Kalau tanpa itu, artinya kita membiarkan virus ini meraja rela dengan mudah, termasuk penyebaran dari strain baru ini,” jelasnya.
Dicky juga mengingatkan kepada pemerintah untuk melakukan vaksinasi COVID-19 kepada kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) untuk mengurangi resiko keparahan dan kematian.
“Peningkatan kasus infeksi akan terjadi apabila kelompok rawan kita belum terproteksi penuh. Ini akan memperbesar resiko terjadinya ledakan kasus kesakitan dan kematian. Dan sudah saatnya untuk kita mengingatkan semua pihak bahwa perang melawan pandemi ini belum selesai, dan ini tidak boleh berpuas diri atau meremehkan,” pungkasnya. [gi/ab]