Menteri luar negeri Taiwan, Kamis (3/6), mengatakan China sedang mencari keuntungan politik di luar negeri sebagai imbalan menyediakan vaksin dan bantuan pandemi lainnya. Ia juga mengatakan, langkah China itu sebagian ditujukan untuk meningkatkan tekanan pada Taiwan, yang diklaim sebagai wilayahnya sendiri.
Dalam konferensi video dengan Klub Koresponden Asing Jepang, Joseph Wu, mengatakan, para pemimpin Partai Komunis Beijing terus mengeksploitasi pandemi untuk memaksakan agenda politik mereka terhadap banyak pihak.
Secara khusus, kata Wu, diplomasi vaksin China menciptakan perpecahan di antara negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan, dan memberi Beijing kesempatan untuk menggunakan pengaruhnya di Belahan Bumi Barat.
Beijing menyediakan akses ke vaksin untuk diproduksi di dalam negeri, sumber-sumber daya antivirus corona lainnya, dan dana pengembangan, bagi negara-negara yang bersedia menjalin kemitraan politik dengan Beijing, katanya.
“China kemudian menggunakan kemitraan itu untuk memikat atau menekan sekutu Taiwan dan AS agar lebih berpihak ke Beijing. Melalui manuver ini, China berusaha untuk mendapatkan pengaruh politik di kawasan itu dengan mengorbankan Taiwan dan AS.''
China mengatakan bantuan luar negerinya diberikan tanpa syarat politik, tetapi telah secara agresif menggunakan kekuatan ekonominya dalam beberapa tahun terakhir untuk mendekati beberapa sekutu Taiwan yang tersisa serta mengikis pengaruh AS dan negara-negara lainnya.
Wu mengatakan China telah meninggalkan “jejak utang, korupsi dan erosi pemerintahan demokratis'' di beberapa negara di Asia, Afrika dan Eropa yang menyetujui pembiayaan China untuk pelabuhan, kereta api dan proyek-proyek infrastruktur lainnya di bawah Prakarsa Sabuk dan Jalan. Prakarsa yang digagaskan Presiden Xi Jinping ini meningkatkan pengaruh China di luar negeri.
China telah menjual ratusan juta dosis vaksin virus corona ke luar negeri dan menyumbangkan jutaan dosis lainnya, terutama ke negara-negara berkembang di Afrika. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan otorisasi darurat untuk dua vaksin yang dikembangkan China, tetapi perusahaan-perusahaan farmasinya, terutama Sinopharm, menghadapi kritik karena kurangnya transparansi dalam berbagi data.
China telah menutup Taiwan dari semakin banyak organisasi internasional, termasuk WHO, dan telah memblokir kerja sama Taiwan dengan upaya antipandemi PBB, termasuk inisiatif COVAX yang mendistribusikan vaksin ke negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah, kata Wu.
Namun, ia mengatakan, Taiwan mendapatkan dukungan politik internasional yang lebih besar untuk dimasukkan dalam WHO baik sebagai anggota atau pengamat. “Dukungan itu membantu rakyat Taiwan dan kami sangat menghargainya,`` kata Wu.
Seiring dengan tekanan diplomatik, China telah meningkatkan ancamannya untuk menggunakan kekuatan militer untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya dengan mengadakan latihan militer dan mengirim pesawat militer ke dekat pulau itu. Wu mengatakan pemerintah dan warga Taiwan benar-benar berkomitmen untuk membela diri dan pemerintahnya sedang berusaha untuk meningkatkan kemampuan militernya, termasuk melalui pembelian senjata dari Amerika Serikat.
Taiwan terpisah dari China sewaktu berkecamuk perang saudara pada 1949 dan tidak pernah diperintah oleh Partai Komunis China yang berkuasa. [ab/uh]