Presiden Joko Widodo mengatakan kebijakan PPKM Darurat akan diperpanjang hingga 25 Juli. Ia menjelaskan, apabila terjadi tren penurunan kasus harian COVID-19 maka pemerintah secara bertahap akan melonggarkan pengetatan tersebut.
“Kita selalu memantau, memahami dinamika di lapangan, dan juga mendengar suara masyarakat yang terdampak dari PPKM. Karena itu jika tren kasus terus mengalami penurunan maka tanggal 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap,” ujar Jokowi dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Selasa (20/7).
Presiden menjelaskan, pembukaan bertahap ini akan dimulai dengan pembukaan pasar tradisional. Pasar yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari itu diperbolehkan beroperasi sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung maksimal 50 persen.
Pasar tradisional yang menjual selain kebutuhan pokok juga diizinkan berdagang sampai pukul 15.00 waktu setempat dengan kapasitas maksimal 50 persen dan dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat yang diatur oleh masing-masing pemerintah daerah.
“Pedagang kaki lima, toko kelontong, agen atau outlet, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan dan usaha kecil lainnya yang sejenis diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 21.00 yang pengaturannya, teknisnya akan diatur oleh pemerintah daerah. Warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya yang memiliki tempat usaha di ruang terbuka diizinkan buka dengan protokol kesehatan dengan ketat, sampai pukul 21.00 dan maksimum waktu makan untuk setiap pengunjung 30 menit,” paparnya.
Selain itu, kegiatan pada sektor esensial dan kritikal baik di dalam lingkungan pemerintahan maupun swasta akan dijelaskan secara terpisah. Jokowi berharap semua pihak dapat bekerja sama dalam menjalankan kebijakan PPKM Darurat, karena ia mengklaim kebijakan yang telah berlangsung dari tanggal 3 Juli-20 Juli telah berdampak pada penurunan kasus harian COVID-19 dan penurunan kapasitas tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) bagi pasien COVID-19 di rumah sakit. Namun, dalam kesempatan ini ia tidak menjelaskan secara rinci penurunan kasus corona di tanah air.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pembagian paket obat dan vitamin gratis bagi orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan yang sedang melakukan isolasi mandiri akan terus dilakukan. Rencananya, sebanyak dua juta paket akan terus disalurkan kepada masyarakat yang terpapar COVID-19.
Pemerintah, ujarnya, juga terus memperkuat perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi dengan mengalokasikan anggaran bantuan tambahan senilai Rp55,21 triliun. Bantuan tersebut diantaranya dalam bentuk bantuan sosial tunai (BST), bantuan langsung tunai (BLT) desa, program keluarga harapan (PKH), bantuan sembako, bantuan kuota internet, dan subsidi listrik.
“Pemerintah juga memberikan insentif untuk usaha mikro informal sebesar Rp1,2 juta untuk sekitar 1 juta usaha mikro, dan saya sudah memerintah kepada para menteri terkait untuk segera menyalurkan bansos tersebut kepada warga masyarakat yang terdampak. Saya mengajak seluruh lapisan masyarakat , seluruh komponen bangsa untuk bersatu melawan COVID-19. Memang ini situasi yang sangat berat, tetapi dengan usaha keras kita bersama, Insya Allah kita bisa segera terbebas dari COVID-19 dan kegiatan sosial, ekonomi masyarakat bisa kembali normal,” pungkasnya.
Pakar: Tren Kasus Positif Masih Tinggi
Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan berdasarkan indikator epidemiologi PPKM Darurat belum waktunya dilonggarkan. Namun ia memahami bahwa dalam situasi sulit seperti ini Presiden tentu harus memperhatikan berbagai aspek dalam pengambilan keputusan.
“Presiden kasih sinyal bahwa ini adalah keputusan kolektif, bukan keputusan dia saja. Jadi tidak bisa pakai hanya indikator epidemiologi problemnya, kalau pakai indikator epidemiologi sih ya belum waktunya diperlonggar, ya tapi mungkin dalam keputusan politik itu mempertimbangkan faktor-faktor lain yang tidak mudah,” ujarnya kepada VOA.
Lebih lanjut ia menjelaskan selama periode PPKM Darurat di Jawa-Bali pada 3-20 Juli, tren kasus harian corona masih cenderung tinggi. Namun ia melihat kasus di DKI Jakarta sudah mulai melandai. Maka dari itu, Pandu menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan evaluasi dari kebijakan PPKM Darurat ini dengan baik, agar kebijakan selanjutnya bisa efektif menurunkan kasus corona di Tanah Air.
“Efeknya pasti ada. Apakah efeknya optimal atau tidak itu persoalan lain. Efeknya itu yang bagaimana? Kalau di DKI cukup besar efeknya, begitu luar DKI Jakarta? Jawa Barat, Banten, kurang efeknya, Jawa Timur dan Jawa Tengah juga masih kurang. Sekarang muncul di luar Jawa dan Bali. Jadi memang berat kalau mengambil keputusan dalam situasi yang sudah demikian dahsyatnya,” jelasnya.
Kondisi pandemi COVID-19 yang memburuk di Indonesia, ujarnya terjadi karena pemerintah tidak melakukan pencegahan sejak dini di lapangan. Maka dari itu, penegakan protokol kesehatan di masyarakat sampai saat ini masih lemah, sehingga penularan terus terjadi.
Pemerintah, katanya juga tidak fokus melakukan strategi “3T” (testing, tracing, dan treatment) serta laju vaksinasi COVID-19 juga masih rendah. Komunikasi dan pendekatan kepada masyarakat untuk menegakkan protokol kesehatan, lalu mendorong masyarakat agar mau divaksinasi juga tidak dilakukan pemerintah dengan maksimal.
“Ada keran air yang berusaha ditutup yang diibaratkan sebagai kasus corona, dibawahnya ada orang yang ngepel atau membersihkan air kalau banjir. Kalau kerannya (pencegahan) gak ditutup, itu airnya (kasus) terus mengalir. Berapa pun sarana pelayanan kesehatan yang diperkuat, diperbanyak akan tetap tumbang,” jelasnya. [gi/ab]