Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett, pada Senin (27/9) mengatakan Iran telah melanggar semua "garis merah" dalam pengekangan program senjata nuklirnya, tetapi Israel "tidak akan mengizinkan" Teheran memperoleh bom tersebut, demikian seperti dilaporkan oleh oleh kantor berita AFP.
Dalam pidato pertamanya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bennett mengklaim dalam beberapa tahun terakhir republik Islam itu telah mencapai "lompatan besar ke depan" dalam kapasitas produksi nuklirnya dan dalam kemampuannya untuk memperkaya uranium tingkat senjata.
"Program senjata nuklir Iran berada pada titik kritis, semua garis merah telah dilanggar," kata Bennett, yang menjabat sejak Juni.
"Ada pihak-pihak di dunia yang tampaknya memandang upaya senjata nuklir Iran sebagai kenyataan yang tak terhindarkan, sudah pasti terjadi, atau hanya bosan mendengarnya," kata perdana menteri berusia 49 tahun itu kepada PBB.
"Israel tidak memiliki hak istimewa itu. Kami tidak bisa merasa lelah. Kami tidak akan lelah. Israel tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir."
Iran melalui duta besarnya untuk PBB, Majid Takht Ravanchi langsung menanggapi di Twitter dengan mengatakan pidato Bennett "sarat akan kebohongan."
"Rezim itu tidak dalam posisi untuk membahas program damai kami ketika mereka memiliki ratusan hulu ledak nuklir," katanya.
Iran, yang mengatakan program nuklirnya untuk tujuan damai, pada Jumat lalu mengatakan pihaknya mengharapkan pembicaraan segera dilanjutkan untuk menghidupkan kembali perjanjian penting tahun 2015 yang membatasi programnya dengan imbalan keringanan sanksi.
Perjanjian itu mulai ambruk pada 2018 ketika Amerika Serikat mundur dan memberlakukan kembali sanksi. Iran akhirnya kembali meningkatkan kegiatan nuklirnya. (my/jm)