Pemulihan ekonomi global yang terdampak besar atas kehadiran pandemi COVID-19 tampaknya akan menjadi salah satu fokus Indonesia dalam masa kepemimpinannya di G20. Melalui semboyan “Recover Together, Recover Stronger”, Presiden Joko Widodo akan memanfaatkan kesempatannya memimpin negara-negara kelompok G20 untuk mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Upaya tersebut harus dilakukan dengan cara luar biasa, terutama melalui kolaborasi dunia yang lebih kokoh, dan inovasi yang tiada henti. G20 harus menjadi motor pengembangan ekosistem yang mendorong kolaborasi dan inovasi ini. Hal ini yang harus terus kita perdalam pada pertemuan-pertemuan kita ke depan," ungkap Jokowi dalam pernyataannya.
Indonesia menerima tongkat estafet presidensi G20 dari Italia dalam sesi penutupan KTT G20 di La Nuvola, Roma, pada Minggu (31/10). Kesempatan untuk memegang tampuk kepemimpinan kelompok negara G20 ini merupakan yang pertama kali bagi Indonesia.
Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah mengatakan Indonesia harus datang dengan ide yang baik dalam merencanakan pemulihan perekonomian global saat memimpin G20. Teuku menambahkan bahwa pemerintah Indonesia harus bisa mengimplementasikan slogan, “Recover Together, Recover stronger”, yang diusung olehnya dengan menciptakan pemulihan ekonomi yang menyeluruh.
“Untuk itu Pak Jokowi harus datang dengan ide bagaimana implementasi dari “Recovery Together, Recovery Stronger”. Itu hendaknya dibahasakan secara sangat diplomatis sehingga bisa membangkitkan solidaritas anggota G20, kemudian tidak menimbulkan kesan bahwa G20 ini eksklusif, itu kesan yang harus dibikin dan juga tidak mengecewakan negara-negara yang tidak masuk dalam G20 apalagi negara yang tergolong less developed countries,” ungkapnya kepada VOA.
Menurut Teuku, forum ekonomi global tersebut hendaknya bukan berkembang menjadi sesuatu yang akan memperkuat negara-negara anggota G20 saja, sehingga lupa dengan negara-negara berkembang lainnya. Apalagi Indonesia masuk menjadi anggota G20 atas pencapaian Indonesia sendiri yang bisa dikatakan sangat bagus. Selain itu, Indonesia juga merupakan barometer penting di beberapa kawasan seperti ASEAN, Indo Pasifik, serta kelompok negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam (OKI).
“Jadi Indonesia hendaknya sadar bahwa dia datang itu tanggung jawab psikologisnya besar sekali, bukan hanya memikirkan 270 juta rakyatnya saja, tapi Indonesia yang secara sejarah merupakan bagian dari aktor-aktor yang lebih besar. Indonesia diharapkan menunjukkan kenegarawannya, untuk itu saya sangat berharap nanti roadmapnya “Recovery Together, Recovery Stranger” ada yang mengajak negara G20 tapi juga ada yang berpikiran untuk menunjang perkembangan negara-negara lain, karena manfaat negara G20 itu harus untuk (seluruh) dunia,” jelasnya.
Sementara itu, dalam pertemuan di Roma Presiden Jokowi juga secara langsung mengundang para pemimpin dunia yang hadir untuk melanjutkan diskusi pada KTT G20 di Indonesia yang rencananya digelar di Bali pada 30-31 Oktober 2022.
"Kami akan menjamu Yang Mulia dan Bapak, Ibu, di ruang terbuka, di hamparan pantai Bali yang indah, yang menginspirasi gagasan-gagasan inovatif untuk produktivitas G20 ke depan. Sampai bertemu di Indonesia. Terima kasih," tandasnya. [gi/rs]