Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md bertemu dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Jakarta, pada Kamis (25/11).
Salah satu yang dibahas dalam pertemuan tersebut yaitu pendekatan keamanan di Papua. Mahfud menyampaikan TNI tidak akan melakukan operasi tempur dalam menjaga keamanan. Menurutnya, pemerintah juga telah menuangkan pendekatan kesejahteraan dalam dua aturan.
Dua aturan yang dimaksud adalah Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat dan Keppres Nomor 20 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.
"Artinya di Papua itu pendekatannya bukan senjata tapi kesejahteraan. Komprehensif meliputi semua hal sinergis mencakup semua lembaga terkait bersama-sama," jelas Mahfud di Jakarta, pada Kamis (25/11).
Mahfud juga membahas soal penanganan 13 pelanggaran HAM bersama Panglima TNI. Menurutnya, penyelesaian sembilan kasus yang terjadi sebelum pengesahan Undang-undang Peradilan HAM bergantung kepada rekomendasi DPR. Sedangkan empat kasus lainnya masih dalam proses penyelesaian, yang di antaranya diduga melibatkan TNI. Karena itu, Panglima TNI akan berkoordinasi dengan Kemenko Polhukam terkait pelanggaran HAM yang diduga melibatkan anggotanya.
"Pokoknya sesuai dengan ketentuan Undang-undang. Baik prosedur atau pembuktian, nanti akan dianalisis akan kita selesaikan dengan koordinasi Panglima, Kemenko Polhukam, dan Kejaksaan Agung," tambahnya.
Sementara itu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan akan menyampaikan penjelasan detail soal penanganan keamanan akan disampaikan pekan depan di Papua. Menurutnya, TNI akan menggunakan dasar hukum yang sudah dikeluarkan pemerintah dalam bertindak.
"Saya menggunakan dasar hukum yang sudah dikelurkan pemerintah, nanti secara detail akan saya jelaskan pada saat saya di Papua pekan depan," jelas Andika singkat setelah bertemu dengan Mahfud.
KontraS Khawatir Perubahan Pendekatan Hanya Wacana
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar khawatir perubahan pendekatan yang disampaikan TNI hanya menjadi wacana. Menurutnya, terdapat empat indikator yang perlu dilakukan TNI untuk mewujudkan perubahan pendekatan keamanan tersebut menjadi lebih manusiawi. Salah satunya yaitu dengan menarik atau mengurangi pasukan TNI di Papua.
"Kedua (yaitu) terbuka atas penanganan Papua selama ini. Maksudnya jelas saja pasukan ditaruh di mana saja," jelas Rivanlee kepada VOA, pada Kamis (25/11).
Rivanlee mendorong kasus pidana yang diduga melibatkan anggota TNI agar dilakukan di peradilan umum dan ia juga meminta agar bisnis militer di Papua untuk diaudit. Ia khawatir tanpa komitmen tersebut maka persoalan di Papua dan Papua Barat tidak akan tuntas.
Komnas HAM Apresiasi Pernyataan TNI
Sementara itu, Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, mengapresiasi pernyataan yang disampaikan pimpinan TNI terkait penanganan keamanan di Papua. Namun, ia berharap pernyataan tersebut juga mendapat dukungan dari Kementerian Polhukam. Sebab yang beroperasi lain tidak hanya TNI, melainkan juga Badan Intelijen Negara, BAIS, dan pasukan lainnya.
"Kebijakan Panglima TNI diharapkan bisa menjadi linear dengan kebijakan Menko Polhukam untuk mengkoordinir satuan operasi lain, baik itu operasi tempur maupun intelijen," jelas Frits kepada VOA, pada Kamis (25/11).
Frits berharap Panglima TNI dapat berdialog dengan berbagai unsur masyarakat seperti masyarakat adat dan tokoh gereja dalam kunjungannya ke Papua. Adapun yang perlu dibahas yaitu penyelesaian kekerasan dan pemulihan kemanusiaan seperti urusan pengungsi.
Ia juga meminta TNI mempertimbangkan dialog dengan kelompok sipil bersenjata dengan melibatkan pihak ketiga. Mediator tersebut bisa berasal dari individu, organisasi, maupun lembaga negara seperti Komnas HAM. [sm/em]