Ribuan orang pada Senin (6/12) berdemonstrasi di ibu kota Sudan, Khartoum, dan bagian lain negara itu untuk memprotes kudeta militer yang terjadi pada Oktober lalu. Menurut para demonstran, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka yang berbaris di dekat istana presiden.
Kantor berita Associated Press melaporkan bahwa protes juga terjadi di kota-kota di luar ibu kota.
Militer Sudan mengambil alih kekuasaan pada 25 Oktober. Mereka menangkap puluhan pejabat pemerintahan transisi negara tersebut. Itu adalah kudeta kedua di Sudan sejak pemberontakan rakyat yang terjadi pada April 2019 memaksa turunnya pemimpin lama Omar al-Bashir.
Jenderal tertinggi Sudan, Abdel Fattah Burhan, awalnya menahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok tetapi dipaksa untuk membebaskannya pada November lalu, menyusul protes massal dan kecaman internasional atas kudeta tersebut. Gerakan prodemokrasi Sudan menolak kesepakatan yang mengembalikan Hamdok ke kursi perdana menteri. Alasan mereka, pemerintah sipil sepenuhnya harus berkuasa.
Penyelenggara protes, pada Senin (6/12), mengatakan bahwa mereka berdemonstrasi dengan slogan "Tidak ada negosiasi, tidak ada kompromi, tidak ada pembagian kekuasaan" dengan pihak militer.
Dalam perkembangan lain pada hari yang sama, Komite Dokter Sudan mengatakan jumlah korban tewas akibat pertempuran selama akhir pekan di Darfur, bagian barat Sudan, naik menjadi 48 orang. Kekerasan suku terjadi di daerah Kreinik. Darfur telah mengalami ketidakstabilan dan pemberontakan selama puluhan tahun. [ka/jm]