Tautan-tautan Akses

Meningkat, Seruan Minimal 30% Keterwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu


Seorang pria melewati layar perhitungan suara pemilu di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat di Jakarta (foto: ilustrasi/dok).
Seorang pria melewati layar perhitungan suara pemilu di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat di Jakarta (foto: ilustrasi/dok).

Sejumlah kalangan menyerukan agar tim seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) serius mengupayakan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam keanggotaan kedua lembaga itu. 

Tim seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah menuntaskan tahap ketiga proses seleksi berupa wawancara dan tes kesehatan atas 28 calon anggota KPU dan 20 calon anggota Bawaslu. Selanjutnya, tim seleksi akan menyaring kembali sehingga menjadi 14 calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu, untuk kemudian disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

Menanggapi proses seleksi yang dijalankan sejauh ini, anggota Maju Perempuan Indonesia (MPI) Yuda Irlang menjelaskan beratnya perjuangan perempuan untuk memperoleh keterwakilan sedikitnya 30 persen dalam dunia politik, yang ironisnya ketika sudah masuk dalam UU Pemilu justru implementasinya jauh dari harapan.

Meningkat, Seruan Minimal 30% Keterwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:40 0:00

"Keterwakilan perempuan di parlemen, baik pusat sampai ke daerah masih jauh dari cukup yang 30 persen ini mendapat sorotan yang cukup tajam dari dunia. Khususnya pada setiap tahun itu oleh Komite CEDAW (Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan) yang melakukan pertemuan di New York," ujar Yuda.

Yuda menambahkan CEDAW memang sangat menekankan penghapusan diskriminasi kaum hawa di dalam politik, demikian pula kesepakatan internasional seperti Rencana Aksi Beijing yang sudah diratifikasi Indonesia.

Dalam tujuan pembangunan jangka pendek (SDGs), lanjut Yuda, Indonesia juga ditunjuk sebagai negara model untuk mendorong terwujudnya keterwakilan perempuan di dalam bidang politik. Diharapkan pada 2030, keterwakilan perempuan di parlemen sudah mencapai 50 persen.

Yuda berharap komisioner KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 akan memiliki integritas, loyalitas, perspektif gender dan tiak pernah terlibat kekerasan dalam rumah tangga. Dia menegaskan sudah saatnya setiap partai politik mematuhi aturan minimum 30 persen perempuan dalam daftar calon anggota parlemen.

Peneliti di Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Beni Telaumbanua menjelaskan ada tiga alasan mengenai pentingnya keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu, mulai tingkat pusat sampai daerah.

Anggota Brimob menjaga ketat kantor pusat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat berlangsungnya aksi protes menyusul pengumuman hasil resmi pemilu di Jakarta, 22 Mei 2019. (REUTERS)
Anggota Brimob menjaga ketat kantor pusat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat berlangsungnya aksi protes menyusul pengumuman hasil resmi pemilu di Jakarta, 22 Mei 2019. (REUTERS)

Pertama, ada aturan hukum di level internasional dan di dalam negeri yakni Undang-undang Pemilihan Umum yang mengharuskan minimum 30 persen komisioner KPU dan Bawaslu di pusat, provinsi dan kabupaten/kota adalah perempuan.

"Urgensinya juga adalah ini menjadi akses bagi perempuan untuk masuk di dalam institusi politik dan muaranya adalah mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Ketiga, urgensinya adalah memastikan struktur penyelenggara dan pelaksanaan pemilu yang berkeadilan gender," ujar Beni.

Beni menambahkan perspektif gender yang dimiliki oleh komisioner KPU dan Bawaslu di tingkat pusat dan provinsi sangat penting agar komisioner di tingkat kabupaten/kota juga mempunyai perspektif gender. Perspektif gender ini juga sangat penting untuk menghasilkan aturan-aturan pelaksanaan pemilihan umum yang bersifat inklusif termasuk mengakomodir kelompok rentan seperti perempuan.

Beni mencontohkan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu untuk periode sebelumnya 2017-2022 tidak mencapai batas maksimum 30 persen. Komisioner KPU Pusat terdiri dari enam lelaki (85,7 persen) dan satu perempuan (14,3 persen), komisioner KPU Provinsi terdiri dari 146 lelaki (78,9 persen) dan 39 perempuan (21,1 persen), serta komisioner KPU Kabupaten/Kota terdiri dari 2.101 lelaki (82,7 persen) dan 441 perempuan (17,3 persen).

Suasana penghitungan suara secara langsung (Real Count) di kantor KPU, Jakarta, 15 Februari 2017 (Foto: VOA/Agus).
Suasana penghitungan suara secara langsung (Real Count) di kantor KPU, Jakarta, 15 Februari 2017 (Foto: VOA/Agus).

Sedangkan komisioner Bawaslu Pusat terdiri dari empat lelaki (80 persen) dan satu perempuan (20 persen), komisioner Bawaslu Provinsi terdiri dari 150 lelaki (79,8 persen) dan 38 perempuan (20,2 persen) serta komisioner Bawaslu Kabupaten/Kota terdiri dari 1.599 lelaki (83,5 persen) dan 315 perempuan (16,5 persen).

Dalam siaran persnya, MPI menilai sejauh ini tim seleksi telah memenuhi komitmen untuk meloloskan paling sedikit 30 persen perempuan dari daftar calon anggota KPU dan Bawaslu. Terdiri dari 10 perempuan (35,7 persen) dari 28 calon anggota KPU dan enam perempuan (30 persen) dari 20 calon anggota Bawaslu.

Meski begitu, MPI meminta agar 14 nama calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu yang akan dikirim kepada presiden nantinya memuat paling sedikit 30 persen perempuan. Karena dari 10 calon perempuan untuk anggota KPU dan enam perempuan untuk calon anggota Bawaslu memiliki kompetensi yang kredibel dan layak.

MPI juga meminta kepada tim seleksi untuk memastikan 24 nama calon anggota KPU dan Bawaslu yang akan dikirim kepada Presiden Joko Widodo adalah figur-figur yang memahami dan berpihak pada nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender, anti korupsi, kolusi dan nepotisme, antikekerasan serta menghargai perbedaan dan keberagaman. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG