Petenis Serbia Novak Djokovic adalah juara bertahan turnamen "Australia Terbuka", dan telah sembilan kali memenangkan kompetisi bergengsi itu, tetapi pemerintah hari Kamis (6/1) mengatakan kehadirannya tidak lagi diterima.
Petenis nomor satu itu pada hari Rabu (5/1) ditahan selama beberapa jam di bandara Melbourne, sebelum petugas perbatasan mengumumkan bahwa ia tidak memenuhi peraturan imigrasi dan akan dideportasi. Ayah Djokovic mengklaim putranya “ditahan.”
Hal senada disampaikan ibunya, Dijana Djokovic. “Saya berbicara dengannya beberapa jam lalu. Ia dalam kondisi baik. Kami tidak banyak berbicara, hanya beberapa menit. Ia mencoba untuk tidur, tetapi tidak bisa. Sebagai ibu saya tanya, mengapa? Jika Anda seorang ibu, Anda akan merasakannya. Saya merasa sedih. Sejak kemarin, dalam 24 jam terakhir ini, mereka menjadikannya sebagai tahanan. Ini tidak adil. Ini tidak manusiawi. Jadi saya berharap ia bisa kuat karena kami juga berusaha kuat agar memberinya energi untuk menyelesaikan isu ini. Saya berharap ia akan menang lagi,” ujarnya.
Sementara, Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengatakan Djokovic adalah korban “pelecehan.”
“Saya telah berbicara dengannya semalam, atau pagi ini waktu Australia karena ada perbedaan waktu. Kementerian Luar Negeri kami akan melakukan apapun untuk menyelesaikan isu ini. Perdana Menteri kami juga telah berbicara dengan pejabat di urusan dalam negeri Australia yang membuat keputusan tentang hal ini. Yang tidak adil adalah ini pelecehan politik yang melibatkan semua orang, termasuk Perdana Menteri Australia,” tandasnya.
Pemimpin Australia Tak Bergeming
Meskipun demikian Perdana Menteri Australia Scott Morrison tetap pada pendiriannya.
“Soal Djokovic, aturan adalah aturan, dan tidak ada perlakuan atau kasus khusus. Ini adalah kebijakan pemerintah dan telah menjadi kebijakan pemerintah kami untuk melindungi perbatasan secara ketat, khususnya dalam kaitan dengan pandemi COVID-19, guna memastikan agar Australia memiliki tingkat kematian terendah akibat COVID-19 dibandingkan negara mana pun di seluruh dunia. Visa masuk (ke Australia) membutuhkan bukti vaksinasi penuh atau pengecualian secara medis. Saya diberitahu pengecualian (yang disebut-sebut Djokovic) tidak memiliki bukti dan walhasil ia harus tunduk pada aturan yang sama seperti orang-orang lain,” jelas Morrison.
Rafael Nadal: Setiap Pilihan Ada Konsekuensinya
Sesama petenis dunia, Rafael Nadal, menyampaikan simpati atas Djokovic dan menghargai pilihannya, tetapi ia menambahkan “ada konsekuensi” atas pilihan itu.
“Jika ia ingin bermain di Australia tanpa masalah, bisa saja. Ia membuat keputusannya sendiri dan setiap orang berhak membuat keputusan sendiri, tetapi tentu ada konsekuensinya khan? Tentu saja saya tidak suka dengan situasi yang terjadi padanya, saya bersimpati padanya, tetapi pada saat yang sama, dia (Djokovic) tahu persis kondisinya sejak beberapa bulan lalu,” tukas Nadal.
Dengan pencabutan visa itu, Djokovic kini berstatus “bukan warga negara (Australia) yang melanggar hukum” di Australia. Setelah diusir dari bandara Melbourne oleh pihak berwenang, ia ditahan di tahanan imigrasi di mana pergerakkannya dibatasi. Belum jelas apakah Djokovic diijinkan berkomunikasi dengan tim kuasa hukumnya, yang merupakan praktik standar berdasarkan hukum Australia.
Tim kuasa hukum Djokovic menantang perintah deportasi itu di Federal Circuit Court di Australia. Petenis berusia 34 tahun itu belum pernah memastikan secara terbuka status vaksinasi vaksin COVID-19nya.
Ia terbang ke Australia setelah mendapat pengecualian medis yang kontroversial. Pihak berwenang mengatakan ia tidak mendapat perlakuan khusus, tetapi banyak warga Australia – yang selama ini hidup di bawah pembatasan virus corona yang paling ketat di dunia – yakin Djokovic telah menyalahgunakan sistem itu.
Australia Laporkan 70.000 Kasus Harian Baru
Negara bagian dan wilayah Australia pada hari Kamis melaporkan lebih dari 70.000 kasus baru COVID-19. Ada sedikitnya 612.000 kasus COVID-19 dilaporkan di negara kangguru itu sejak pandemi merebak Maret 2020. Menurut angka resmi, 2.289 orang telah meninggal dunia.
Lebih dari 90% populasi yang memenuhi syarat vaksinasi telah divaksinasi lengkap. Untuk mencegah perebakan luas virus mematikan ini, Northern Territory pada hari Kamis (6/1) memberlakukan penutupan sebagian wilayah dan penghentian sebagian kegiatan – atau dikenal sebagai kebijakan lockdown – terhadap warga yang tidak divaksinasi, di mana mereka harus tinggal di rumah hingga Senin mendatang (10/1). [em/jm]