Setelah berhasil melalui proses evakuasi yang memakan waktu perjalanan selama 24 jam dari Kyiv, Ukraina, puluhan WNI berhasil tiba di Bucharest, Rumania.
Rasa lega terpancar pada wajah Vanda Sakina, WNI yang tinggal di Kyiv Ukraina setahun belakangan ini.
“Akhirnya tenang gitu ya, di negara yang bukan medan perang lagi,” kata Vanda lewat wawancara virtual dengan VOA.
Vanda mengaku sempat khawatir akan mental kedua anaknya saat masih berada di Kyiv. Pada waktu itu Vanda dan keluarganya berlindung di salah satu “safe house” Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kyiv. Walau tidak keluar rumah, ledakan dan sirene yang kerap terdengar terus membuat keluarganya takut.
“Tiap ada sirene, ‘Mama, mama, sirene, ke bawah, ke basement.’ Kayak gitulah kayak udah ketakutan. Namanya anak-anak kecil, kita kan mungkin (sebagai ibu) ken penginnya dijelasin, ‘oh, enggak ada apa-apa,’ tapi udah enggak bisa disembunyiin lagi. Jadi keliatan sih mereka traumanya ada,” cerita Vanda.
Suami Vanda, Denny Fachry pun juga mengaku sedikit merasakan gangguan stres pasca trauma akibat konflik yang terjadi di Kyiv. Ternyata ia tidak sendirian, karena hal tersebut juga dirasakan oleh pengungsi lainnya.
“Terus terang ada sedikit PTSD (red.Post-traumatic Stress Disorder) sih. Masih jumpy gitu. Kita lagi duduk, tiba-tiba ada suara sirene gitu, polisi, langsung kaget. ‘Wah, ada apaan tuh?’ Ada suara apa aja gitu, ternyata tadi ngobrol-ngobrol, teman-teman semua kayak gitu, yang dari Kyiv,” ujar pria yang bekerja di perusahaan minyak dan gas di Kyiv ini.
Perjalanan 24 Jam
Dengan pengawalan KBRI, sekitar 7-10 mobil mengevakuasi para WNI di Kyiv untuk menempuh perjalanan selama 24 jam, dari Kyiv, Ukraina, menuju ke Moldova, hingga tujuan akhir di Bucharest, Rumania. Dengan berbekal beberapa tas yang hampir seluruhnya berisi obat-obatan, makanan kecil, serta berbagai kebutuhan dua anak mereka, Vanda dan Denny pun siap keluar dari Kyiv.
“Pas pergi pertama kali suasananya tuh, ya takut ya. Ketakutan, karena kan udah di briefing ya. Jangan ini, jangan itu. Termasuk jangan nge-video-in keadaan sekitar begitu keluar dari pos, supaya enggak disangka mata-mata Rusia. Jadi dari situ saja kita sudah tegang, karena kan ‘dor-dor-nya’ enggak berhenti,” ujar Vanda.
Menurut Vanda, suasana di Kyiv pada hari evakuasi sangat sepi dibandingkan biasanya, walau ada juga warga yang terlihat tengah antre di apotek dan pasar daging dengan tertib dan tidak terlihat panik.
“Salut sih dalam kondisi yang bisa saja kan saat itu mereka langsung di ‘duar’ gitu kan, tapi rapi gitu mereka antre makanan, antre supermarket,” kata Vanda.
Perjalanan evakuasi lewat darat dari Kyiv, Ukraina menuju ke negara tetangga, Moldova juga dipenuhi ketegangan. Mulai dari melihat bangunan dan mobil-mobil yang hancur, banyaknya tank yang lewat dan pengecekan berkala hingga lebih dari 10 kali, di setiap beberapa kilometer.
“Ada salah satu check point (saya lihat) sudah siap gitu, sudah ada senapan. Ada yang masih ngopi-ngopi, ada yang tentara beneran yang bawa senjata, ada yang pasukan relawan. Kita lagi macet ada tank lagi diangkut sama truk. Jadi kayak di film-film banget gitu,” cerita Denny.
Denny menambahkan, ia dan WNI yang lain juga diberi petunjuk oleh pihak KBRI sebelum perjalanan dimulai untuk selalu mengikuti perintah setiap dilakukan pengecekan.
“Kalau misalnya disuruh keluar, keluar. Jangan berisik atau jangan (menentang). Kalau disuruh tiarap, tiarap. Kalau dengar suara tembak-tembakan jangan panik, jangan teriak-teriak,” ujarnya.
Berpisah di Perbatasan
Ada satu momen yang cukup menyedihkan bagi Vanda saat iring-iringan mobil sampai di perbatasan. Beberapa diantara temannya yang memiliki suami asal Ukraina terpaksa berpisah, karena suami mereka tidak diperbolehkan meninggalkan tanah airnya dan diminta untuk ikut berjuang mempertahankan negaranya.
“Pemerintah (Indonesia) mau mengusahakan, siapa tahu boleh mereka ikut istri-istrinya. Tapi ternyata pihak Ukraina menolak,” ujar Vanda.
Menurut Vanda, ada beberapa persyaratan khusus yang bisa membuat para suami asal Ukraina ini keluar dari negaranya, yaitu apabila ia adalah bapak tunggal, memiliki anak lebih dari 3, memiliki anak berkebutuhan khusus, atau memiliki KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas), dokumen yang bisa digunakan WNA untuk tinggal sementara di Indonesia.
“Teman-teman saya itu mulai pada pecah. Nangislah, gitu. Mesti pisah. Yang paling sedih sih ya teman saya yang punya bayi kecil. Ya nangis-nangislah ya. Saya juga enggak kuat melihatnya,” kenang Vanda.
Namun, ada juga beberapa WNI yang lalu memutuskan untuk memilih tinggal di Ukraina bersama suaminya, termasuk salah seorang sahabat Vanda.
“Begitu mereka memutuskan tidak ikut, berarti kan mereka harus survive sendiri ya, begitu kalau kata pihak KBRI,” kata Vanda.
Tidak hanya itu, Vanda juga merasa berat ketika harus berpisah dengan para staf lokal KBRI yang mengawal mereka hingga ke perbatasan, namun masih harus kembali bertugas di Kyiv.
Perjalanan pun berlanjut dari Moldova menuju ke Bucharest. Walau sudah berhasil dievakuasi dari Kyiv, rasa takut masih melanda, mengingat tujuan akhir masih jauh.
“Karena ya malam juga ya, gelap. Di kiri kanan alang-alang, enggak banyak apa-apa gitu, enggak banyak yang bisa dilihat, lampu itu cuman pom bensin. Lampu jalan itu juga enggak ada,” jelas Denny.
Ada sekitar 16 orang termasuk anak-anak di dalam mobil yang dinaiki Vanda danDenny.
“24 Jam, bayi-bayi udah pada muntah, pada nangis. Aduh, aku enggak tega. Untung aku bawa satu tas isinya obat semua lengkap, bawa minyak telon. Yah untunglah ya, bayi-bayi itu lumayan akhirnya ini tertolong,” tambahnya.
Para WNI ini melakukan perjalanan non-stop hingga sampai ke perbatasan Rumania. Dari situ perjalanan masih terus berlanjut hingga mencapai 10 jam, sampai akhirnya mereka sampai di hotel tempat mereka menginap di Bucharest.
Keluarga, teman dan para warganet yang mengikut cerita Vanda dan Denny pun ikut lega mendengar bahwa mereka berhasil dievakuasi.
“Alhamdulillah berkat doa kalian, support kalian dan bantuan kalian mengusahakan kita untuk bisa keluar dari Ukraina, aku berterima kasih sekali dan terharu banget,” ujar Vanda.
Rindu Rumah
Walau sudah keluar dari Kyiv, Vanda mengaku sedih meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan.
“Ya Allah, sedih banget, karena kan ada foto bayi anak-anak itu aku bawa (ke Kyiv). Foto-foto dari kita baru kawinm anak baru lahir, itu kan kita bawa terus ya, mau pindah-pindah negara gitu. Ya enggak kebawa, ada di situ semua. Sampai CD-CDnya juga enggak bisa dibawa. Enggak tahu deh kalau ke bom,” kata Vanda.
Perusahaan tempat Denny bekerja juga tengah tutup hingga batas waktu yang tidak ditentukan, mengingat kantornya berlokasi di pusat kota dan para pegawainya sudah banyak yang mengungsi ke bawah tanah.
“Rakyat-rakyatnya sudah banyak yang berlindung di bunker, di shelter, ada yang kabur-kaburan, jadi untuk kerja juga enggak kepikiran kayaknya, yang penting selamat,” kata Vanda.
Vanda, Denny dan kedua anaknya, beserta para WNI yang lain diberangkatkan menuju ke Indonesia hari Selasa (2/3) waktu setempat, dengan syarat memiliki hasil PCR tes negatif. Meski lega bisa berkumpul kembali dengan keluarga di Indonesia, Vanda dan Denny tak akan melupakan teman-teman mereka yang masih bertahan di Kyiv.
“Stay safe saja semuanya ya, mudah-mudahan kita bisa (melewatkan) semua ini dan mudah-mudahan bisa ketemu lagi,” kata Denny.
Vanda berharap agar ketegangan antara Ukraina dan Rusia bisa segera berakhir, dan bisa kembali ke kehidupannya di Ukraina. [di/dw]