“Melati adalah sosok muda yang energetik. She is a change maker yang telah lama melakukan kerja-kerja untuk mewujudkan dunia menjadi lebih baik. Passion Melati untuk membuat perubahan yang baik ini sangat sejalan dengan filosofi Everyday untuk terus berusaha memproduksi pakaian dengan lebih bertanggung jawab pada lingkungan.”
Itu kata Fian Asfiyanti, brand manager PT Tabor Andalan Retailindo yang memproduksi Everyday, sebuah merek pakaian jadi di Indonesia, yang masih terbilang baru. Ia menceritakan alasannya mengapa perusahaan yang berada di bawah nama besar raksasa tekstil dan garmen Dan Liris Group ini memilih Melati Wisjen, aktivis lingkungan dan sosial yang berdomisili di Bali.
Bagi Melati sendiri, menjalin kerjasama dengan Everyday, bukanlah keputusan yang sulit. “I really love their style, their creativity tapi juga konsepnya. You know everything is more sustainable. The material. The design. It’s not fast fashion atau brand yang besar, so I really want to support it.”
Everyday dan Melati berkolaborasi membuat koleksi pakaian jadi dalam jumlah yang terbatas yang biasa dikenal dengan istilah capsule collection. Koleksi pakaian tersebut serius mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan. Komponen utamanya adalah tencel, bahan yang mudah terdekomposisi.
Tencel berasal dari serat pohon kayu putih. Pohon kayu putih dapat tumbuh hingga ketinggian 30 meter dalam waktu sepuluh tahun. Pertumbuhan konstan pohon ini diyakini tidak merusak tanah. Proses pembuatan tencel dari serat pohon ini juga membutuhkan lebih sedikit air dan energi dibanding jenis bahan-bahan lain.
Proses produksi koleksi pakaian hasil kolaborasi itu sebisa mungkin tidak meninggalkan sisa atau sampah.
“For me, sustainability artinya adalah more circular. Tidak ada kata waste. If we are sustainable, there is no waste. And so for me, in a sustainable fashion world, it’s really about how we can create circular experiences, circular products.,” imbuhnya.
Bagaimana Melati dan Everyday mewujudkan ini? Jawabnya adalah dengan menggandeng Mountain Mamas, kelompok sosial yang pendiriannya diprakarasi Melati beberapa tahun lalu dengan tujuan memberdayakan kaum ibu. Apapun yang tersisa dalam proses produksi koleksi pakaian ini diserahkan ke Mountain Mamas untuk kemudian dimanfaatkan untuk membuat aksesoris, seperti tas multi-guna dan topi ember (bucket hat).
Tidak hanya itu. Motif-motif yang diaplikasikan untuk bahan tencel ini merefleksikan lingkungan, atau tepatnya kecintaan Melati pada lingkungan. Melati bekerjasama dengan ilustrator muda Alayka Seputra, putri dari pasangan perancang busana ternama Ari dan Sari Seputra.
Fian menceritakan,“Ada tiga motif dalam koleksi ini. Ada ombak, ada kerang-kerang, ada bunga-bunga. Itu semua me-represent everyday-nya Melati.”
Melati terlibat dalam semua proses produksinya, meski industri fesyen terbilang lahan baru baginya. Dan ia menyukainya. “All the way from like an idea and a concept design, materials sourcing. Circular waste at the end of the fashion line, for me, that was the most interesting experience and also learning curve of working with the fashion industry.”
Melati bukan pemain baru dalam gerakan lingkungan. Perempuan kelahiran tahun 2001 ini sudah lama dikenal dengan prakarsanya yang diberi nama "Bye Bye Plastic Bags" yang didirikan bersama saudara perempuannya Isabel Wijsen pada tahun 2013. Prakarsa itu mengupayakan penghentian penjualan dan penggunaan kantung plastik.
Selain Mountain Mamas, Melati juga dikenal dengan beberapa inisiatif lain yang berfokus pada tujuan lingkungan atau sosial, seperti "Bali Biggest Clean Up" dan "Youthtopia". Mountain Mamas, dengan bantuan dana hibah dari WWF juga telah memperluas gerakannya ke Bogor, Jawa Barat.
Bali Biggest Cleanup ke-6, yang diselenggarakan pada Februari tahun ini berhasil mengumpulkan 88.000 potongan plastik di 130 lokasi dan melibatkan sekitar 4000 orang, termasuk turis domestik dan asing.
Youthopia, yang didirikan Melati sejak 2020, merupakan gerakan sosial untuk memberdayakan anak-anak muda. Berbeda dengan gerakan sosial lain, anak-anak muda dari berbagai penjuru dunia melalui forum ini saling belajar dan mengajar mengenai banyak hal, termasuk public speaking, lobbying dan campaign creation – untuk menciptakan perubahan di berbagai belahan dunia. Markas besar Youthopia di Bali dibangun dari lima bekas kontainer pengapalan yang didaur ulang.
Perempuan yang sudah sering muncul di forum internasional ini juga tampil di film dokumenter "Bigger Than US" yang diproduksi aktris papan atas Hollywood Marion Cotillard. Film yang sempat dinominasikan dalam beberapa ajang film bergengsi termasuk Cesar Awards pada tahun 2021 ini, menyoroti kegiatan tujuh aktivis muda dalam usaha mereka menciptakan perubahan yang signifikan,
Fian mengatakan, target Everyday saat ini masih pasar lokal, tapi berharap pada tahun 2023 bisa menembus pasar internasioal. Meski demikian, menurut pengakuannya, merek tersebut sudah memiliki pelanggan dari luar negeri, seperti AS, Belanda dan Singapura.
Perancang busana Indonesia yang kini menetap di new York, Jazz Pasay, menyambut baik kerjasama perusahaan busana dengan aktivis lingkungan. Namun, ia mengatakan, ini bukan hal baru, mengingat beberapa rekannya di Indonesia seperti Mardi Sihombing, sedang menyiapkan koleksi yang sangat memedulikan lingkungan saat ini.
Apalagi, katanya, ada banyak inovasi menarik dan baru terkait industri fesyen yang berkelanjutan, seperti kain dari limbah rumah tangga, kain dari pepohonan dan akar, dan kulit dari ceker ayam. “Ini adalah peluang bisnis yang bagus sekali di masa datang karena masyarakat dunia makin peduli betapa pentingnya kita memelihara alam dan lingkungan.”
Jazz berharap kolaborasi Everyday dan Melati dapat membuka jalan bagi merek-merek lain di sektor fesyen Indonesia untuk mulai memperhitungkan keberlanjutan lingkungan. [ab/uh]