Usai melantik anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027, Presiden Jokowi menekankan pentingnya pemberian pendidikan politik kepada masyarakat. Menurutnya, pendidikan itu diperlukan agar masyarakat tidak gampang terpecah belah.
“Saya titip agar KPU juga menekankan soal pendidikan politik kepada masyarakat, jangan lagi membuat masyarakat terprovokasi oleh isu-isu politik identitas. Kita ajak masyarakat menyambut pemilu dengan gembira sebagai pesta demokrasi rakyat,” ungkap Jokowi dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (12/4).
Mantan gubernur DKI Jakarta ini berharap, para anggota KPU dan Bawaslu yang baru ini untuk bisa bekerja dengan cepat dan langsung berkoordinasi baik dengan pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam mempersiapkan Pemilu dan Pilkada serentak sesuai dengan tahapan yang sudah ditentukan.
“Tahapan awal akan dimulai pada 14 Juni 2022. Ini penting dilakukan karena untuk pertama kalinya kita akan menyelenggarakan Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam tahun yang sama, sehingga KPU dan Bawaslu harus segera mempersiapkan semuanya secara detil, dan matang, menjaga agar kualitas demokrasi tetap terjaga,” jelasnya.
Jokowi memastikan bahwa pemerintah akan memberikan dukungan sepenuhnya bagi pelaksanaan tugas KPU dan Bawaslu, terutama dari segi pendanaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta kesiapan teknis lain yang dbutuhkan oleh KPU dan Bawaslu.
Anggota KPU dan Bawaslu Baru
Bertempat di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/4) Presiden Jokowi melantik dan mengambil sumpah jabatan anggota KPU dan Bawaslu. Pelantikan anggota KPU masa jabatan 2022-2027 dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33/P Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Komisi Pemilihan Umum.
Adapun nama-nama anggota KPU yang dilantik yaitu:
- Betty Epsilon Idroos;
- Hasyim Asy’ari;
- Mochammad Afifuddin;
- Parsadaan Harahap;
- Yulianto Sudrajat;
- Idham Holik; dan
- August Mellaz.
Sementara itu, anggota Bawaslu masa jabatan 2022-2027 dilantik berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum.
Terdapat lima anggota Bawaslu yang dilantik yakni:
- Lolly Suhenty;
- Puadi;
- Rahmat Bagja;
- Totok Hariyono; dan
- Herwyn Jefler Hielsa Malonda.
Dalam keterangannya selepas pelantikan, perwakilan anggota KPU, Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan konsolidasi internal untuk mempelajari persiapan jelang Pemilu 2024 yang telah dilakukan oleh para anggota KPU periode sebelumnya.
Selain itu, Hasyim menambahkan, pada Rabu esok hari (13/4), para anggota KPU dijadwalkan akan melakukan rapat dengar pendapat dan rapat kerja bersama DPR dan pemerintah.
“Semoga dalam waktu dekat, kita dapat menetapkan Peraturan KPU tentang tahapan Pemilu 2024, dalam rangka untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pemilu tahun 2024 akan berjalan sesuai dengan rencana, jadwal yang telah di tentukan,” ungkap Hasyim.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pihaknya akan bekerja cepat dengan mempelajari proses pengawasan pemilu yang telah dilakukan oleh anggota Bawaslu pada periode sebelumnya. Menurutnya, hal ini penting untuk memperbaiki standar tata laksana pengawasan pemilu yang akan diterapkan di 2024 nanti, dengan harapan pengawasan pesta demokrasi ini akan berjalan dengan lebih baik.
“Kami bersama-sama akan melakukan seluruh proses pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu yang akan dilaksanakan pada bulan Juni ini, dan kami berharap agar peraturan KPU dapat segera disahkan dan kemudian kami setelah itu akan menyusun peraturan pengawas Badan Pemilihan umum dalam mengawasi seluruh proses tahapan yang akan dilakukan,” tutur Rahmat.
Tantangan KPU dan Bawaslu
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mengatakan indikator tahapan pemilu 2024 bisa berjalan dengan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, tidak hanya berdasarkan kepada pelantikan anggota KPU dan Bawaslu saja. Menurutnya, yang harus dipastikan dan segera disahkan adalah terkait dengan anggaran Pemilu dan Peraturan KPU (PKPU) sebelum tahapan pemilu dimulai pada 14 Juni 2022 nanti.
“Kalau dua hal ini dikejar dalam waktu 1,5 bulan itu yang kemudian publik bisa menilai bahwa tahapan penyelenggaraan pemilu 2024 itu on the track, berjalan sesuai dengan jadwalnya, karena kalau anggarannya belum ada kepastian, atau PKPU tahapannya belum ada, bagaimana KPU menjalankan tahapan pemilunya?,” ungkapnya kepada VOA.
Selain itu, menurutnya tantangan yang tidak kalah pentingnya adalah terkait payung hukum atau PKPU. Ia mencontohkan jika KPU ingin melakukan inovasi dalam aturan penyelenggaraan pemilu, yakni inovasi teknologi dalam hal rekapitulasi suara maka hal ini tentunya rentan akan gugatan. Maka dari itu, KPU dalam hal ini harus melakukan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak agar persiapan penyelenggaraan pemilu ini tidak terhambat dengan adanya kemungkinan gugatan tersebut.
“Nanti orang yang merasa tidak puas merasa KPU mengatur sesuatu yang di UU saja tidak di atur, kok KPU mau mengatur? Makanya butuh adanya persamaan persepsi, kesamaan pemahaman antara KPU termasuk dengan sesame penyelenggara pemilunya, Bawaslu, peserta pemilu, DPR, Pemerintah harus berada dalam perspektif yang sama supaya ketika KPU punya inovasi, engga akan jadi masalah di belakang nanti, apalagi baru dipermasalahkan ketika hasil pemilunya sudah ada. Jadi itu salah satu tantangan terkait regulasi,” jelasnya.
Lebih jauh, terkait polemik yang beredar di masyarakat akhir-akhir ini mengenai kemungkinan adanya amandemen UUD 1945 yang bisa membuat seseorang dipilih lebih dari dua periode, seharusnya tidak usah dimunculkan lagi ke permukaan. Menurutnya, alangkah lebih baik jika semua pihak fokus mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang untuk pertama kalinya diadakan secara serentak ini.
“Kita punya pengalaman panjang di masa lalu, dimana masa jabatan itu tidak dibatasi, akhirnya tidak ada kontrol, ada kesewenang-wenangan, kan kita tidak ingin ke sana lagi. Jadi seharusnya, kalau ingin mengubah UUD jangan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu, justru malah ini mencederai dmeokrasi kita. Kita bisa sampai situasi saat ini, katakanlah masuk ke dalam negara demokrasi dengan perjuangan, dan tidak mudah kita bisa sampai pada titik ini. Jadi itu yang perlu jadi refleksi. Tidak semudah itu mengubah konstitusi, tidak ada urgensinya, justru kalau itu dilakukan besar sekali taruhannya, mempertaruhkan demokrasi kita,” pungkasnya. [gi/ab]