Presiden Joko Widodo , Selasa (17/5), mengatakan terus membaiknya penanganan pandemi COVID-19 di Tanah Air mendorong pemerintah untuk lebih jauh melakukan pelonggaran.
“Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker. Namun, untuk kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik, tetap harus menggunakan masker,” ungkap Jokowi dalam konperensi pers yang diselenggarakan secara virtual.
Meski begitu, Jokowi tetap menyarankan kepada masyarakat dengan kategori rentan seperti lansia dan yang memiliki penyakit bawaan atau kumorbid untuk tetap memakai masker pada saat beraktivitas, terutama di luar ruangan.
Jokowi juga melonggarkan aturan perjalanan.
“Bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri yang sudah mendapatkan dosis vaksinasi lengkap, maka sudah tidak perlu lagi untuk melakukan tes swab PCR maupun antigen,” tuturnya.
Luar Ruangan Tanpa Masker Belum Tentu Aman
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan pemerintah harus lebih berhati-hati dalam melakukan pelonggaran di masa pandemi COVID-19, termasuk dalam hal pembebasan pemakaian masker di luar ruangan.
Pasalnya, penggunaan masker ini merupakan salah satu protokol kesehatan yang mudah, murah dan efektif dalam mencegah penularan penyakit lewat udara seperti COVID-19.
Dicky meyakini sampai saat ini kombinasi antara pemakaian masker dan percepatan vaksinasi COVID-19 masih menjadi cara yang efektif untuk meredam lonjakan kasus. Ia menekankan, sebaiknya untuk bisa menerapkan kebijakan bebas masker di luar ruangan, pemerintah harus mengejar cakupan vaksinasi tiga dosis atau booster minimal 50 persen dari jumlah populasi yang ditarget.
“Mengingat saat ini dalam konteks Indonesia cakupan vaksinasinya dua dosis sudah jauh meningkat, tapi kita harus ingat bahwa untuk konteks omicron plus, atau turunannya, adanya cakupan vaksinasi dua dosis itu tidak cukup. Harus 3 dosis, itu yang efektif," ungkap Dicky kepada VOA.
"Di negara lain seperti Australia, mulai melakukan pelonggaran tidak pakai makser di luar ruangan itu karena juga cakupan dosis 3 vaksinasi sudah di atas 70 persen. Indonesia kan belum. Jadi saya kira ini harus berhati-hati, terutama melihat situasi setempat, apakah cakupan vaksinasi 3 dosisinya sudah di atas 50 persen belum?” tambahnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan pemerintah bahwa beraktivitas di luar ruangan tanpa masker belum tentu aman.
“Jadi tidak serta merta outdoor itu aman juga. Kalau kita bisa merasakan hembusan angin itu sudah relatif aman, karena sirkulasi udara di outdoor itu bagus. Tapi ada outdoor yang anginnya kurang. Ini yang berbahaya, yang artinya, tidak serta merta outdoor itu boleh tidak memakai masker. Tapi ada yang memang (aktivitas) indoor di mana orang-orang sudah divaksinasi penuh bisa,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah dapat melakukan komunikasi risiko yang baik kepada masyarakat agar jangan sampai timbul persepsi keliru dan euphoria yang berlebihan terkait dengan pelonggaran kebijakan pemakaian masker dalam masa pandemi ini.
“Sekali lagi tentang masker ini, kita harus bijak, tidak usah terburu-buru. Saya setuju dengan statement Pak Presiden yang menyebutkan sebelumnya bahwa kita akan bertahap dalam melakukan pelonggaran, di mana ada masa transisi selama enam bulan. Kita harus lihat, karena saya prediksikan akhir tahun ini kita sudah dalam situasi yang jauh lebih baik dan aman. Tapi, ya kalau banyak negara yang melakukan pengabaian, risikonya menjadi besar,” pungkasnya. [gi/ab]