Bintang “Jack Sparrow” Johnny Depp mengugat mantan istrinya Amber Heard, bintang “Aquaman", sebesar lima puluh juta dolar karena menulis artikel op-ed di surat kabar Washington Post pada 2018, dengan menyebutnya sebagai “figur publik yang mewakili kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT.”
Op-ed itu tidak menyebut nama Depp, tetapi bintang utama “Pirates of the Caribbean” itu menilai tulisan itu adalah fitnah atau pencemaran nama baiknya karena merujuk pada gugatan cerai yang diajukannya pada 2016 dan perintah penahanan sementara yang sempat dikenakan terhadapnya. Tak terima dengan gugatan itu, Amber Heard melayangkan gugatan hukum balik bernilai 100 juta dolar. Heard menilai Depp telah merusak karirnya dan membuat publik meragukan kesaksiannya sebagai korban KDRT.
Sidang pencemaran nama baik yang dilakukan di Fairfax, Virginia, itu berlangsung sejak awal April.
Selama hampir tujuh minggu, publik menyaksikan sidang pengadilan yang disiarkan secara langsung di televisi, pernyataan sejumlah saksi – antara lain dokter, perawat, psikolog, polisi, wartawan hiburan, aktris dan aktor, agen dan juru bicara perusahaan film, hingga kakak, mantan kekasih dan orang-orang yang mengenal dekat Johnny Depp dan Amber Heard.
Perdebatan tidak hanya berlangsung di ruang sidang, tetapi juga di dunia maya.
Mereka yang berpihak pada Amber Heard memuji keberaniannya mengungkapkan kekerasan yang dialami dalam perkawinan dan dampaknya pada dirinya secara fisik, psikis dan finansial. Sementara yang mendukung Johnny Depp yakin bintang ini yang justru telah menjadi korban kekerasan, dan inkonsistensi pernyataan Amber Heard seakan menjustifikasi hal itu.
Akankah Sidang Depp-Heard Surutkan Keberanian Korban KDRT?
Salah seorang di antaranya Sofia Cadena yang seminggu terakhir ini rajin datang ke depan pengadilan untuk memberi dukungan pada Johnny Depp, tetapi tetap khawatir dengan nasib perempuan yang menjadi korban kekerasan.
“Di mata publik, Johnny menang. Saya berharap Amber belajar dari hal ini, bahwa sebagai tokoh masyarakat ia seharusnya tidak berbohong dengan mengklaim telah menjadi penyintas KDRT. Karena perempuan seperti Amber, banyak laki-laki dan perempuan (yang menjadi korban) tidak berani bicara," kata Sofia.
Mantan Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, yang banyak bergelut membela perempuan korban kekerasan di Indonesia, menyampaikan pandangannya atas sidang di Fairfax, Virginia ini.
“Yang pertama, ini menunjukkan kerentanan terjadinya kekerasan di industri hiburan, di balik relasi domestik mereka. Kedua, ini menunjukkan kerentanan terjadinya kekerasan dari mantan partner intim. PBB memberi perhatian khusus soal ini karena terbukti kekerasan tidak berhenti ketika setelah relasi perkawinan selesai secara formal," katanya.
"Polanya pun beragam, mulai dari merusak integritas nama baiknya, menguntit, menjelek-jelekkan pasangan pada orang lain dan anak-anak, jika ada. Ketiga, ketidakpercayaan pada perempuan terkait pada relasi popularitas di publik. Ketika perempuan mengajukan gugatan hukum terhadap seseorang yang dikenal sebagai tokoh atau idola, apalagi di media sosial sekarang ini, lepas dari salah benar, publik memberi dukungan pada si idola. Publik menyangkal kesaksian mereka yang menentang si idola ini. Keempat, pembuktian KDRT ini khan paling sulit, dunia hukum percaya pada bukti-bukti fisik, kalau di lempar telpon, kenapa tidak ada bekas di wajahnya. Padahal bisa saja tidak ada dampak secara fisik, tapi kondisi psikologisnya sangat buruk," paparnya.
Devi Asmarani, pemimpin redaksi Magdalene.co – media online yang giat mempublikasikan artikel dan podcast perempuan, feminisme, seksualitas, sosial politik berperspektif gender – khawatir pengadilan Johnny Depp-Amber Heard ini menjadi preseden bagi pengadilan kasus KDRT serupa di kemudian hari.
“Entah siapa yang nantinya dinyatakan benar secara hukum, ini tidak signifikan karena yang dilihat publik ada siapa yang memiliki cloud paling besar. Akhirnya apapun hasil pengadilan ini, akan berdampak terhadap kredibilitas korban ketika mencari keadilan atau jalur hukum," katanya.
"Orang bisa mengatakan ini mispersepsi dll, dan kemudian kasus ini menjadi standar untuk kasus-kasus lain kelak. Inkonsistensi Amber dalam sidang ini akan menjadi preseden. Ini disayangkan karena ada preseden bahwa kasus-kasus KDRT ini hanya soal “he said, she said.” Ini jadi setback dan sangat disayangkan. Setback terhadap upaya mendorong perempuan korban KDRT untuk bicara, juga setback untuk sidang pengadilan yang nantinya bisa melihat putusan di Fairfax ini sebagai acuan. Bahwa bisa saja lho pelaku justru mengklaim menjadi korban," imbuh Devi.
Jadi Kritik Bagi Gerakan #MeToo?
Apakah ini menjadi akhir gerakan #MeToo #TimeIsUp #EnoughisEnough yang lima tahun terakhir ini berhasil mendorong keberanian korban kekerasan domestik dan di tempat kerja untuk bersuara? Menurut Yuniyanti hal ini tidak akan terjadi karena gerakan ini sudah cukup ajeg untuk memberi “hukuman” lebih dulu pada mereka yang diduga melakukan kekerasan.
“Ada kawan-kawan yang memang khawatir hal ini akan menyudahi gerakan-gerakan tadi, padahal mereka yang membela perempuan juga masih sangat besar. Saat ini bahkan ada gerakan “cancel culture” dengan memberi hukuman lebih dulu pada tersangka pelaku kekerasan. Dalam kasus Johnny Depp-Amber Heard, banyak perusahaan film yang secara terpisah memutuskan tidak lagi menggunakan Johnny dan juga Amber," ujar Yuniyanti.
"Hal senada terjadi di Indonesia, ketika ulama-ulama kondang yang berpoligami tidak lagi diundang berbicara di televisi; atau aktor-aktor yang diduga melakukan kekerasan maka ratingnya langsung turun. Saya tetap optimis gerakan #MeToo tidak akan surut langkah. Apalagi media mainstream dan media sosial mendukung hal ini," tambahnya.
Pada Jumat (27/5) sore tim pengacara Johnny Depp dan Amber Heard menyampaikan argumen penutup bagi juri. Juru bicara tim kuasa hukum Johnny Depp, Camille Vasquez meminta juri untuk mengembalikan nama baik Johnny Depp.
“Tim juri diberi kepercayaan dengan tugas yang berat. Yang dipertaruhkan dalam sidang ini adalah nama baik seorang laki-laki. Bahkan lebih dari itu, yang dipertaruhkan adalah kehidupan seorang laki-laki, kehidupan yang hilang ketika ia dituduh melakukan kejahatan keji," katanya.
Sementara juru bicara tim pengacara Amber Heard, Elaine Bredehoft memohon juri untuk meminta pertanggungjawaban Johnny Depp pada mantan istrinya.
“Jadi kami mengajukan gugatan balik dan kontra-klaim. Ia (Amber.red) mengatakan cukup sudah, dan kami meminta Anda untuk meminta pertanggungjawaban laki-laki ini,” ujarnya.
Juri dalam kasus gugatan hukum Johnny Depp dan Amber Heard diberi waktu seluas mungkin untuk mendiskusikan kasus ini, termasuk mengkaji ulang kesaksian dan bukti-bukti yang dipaparkan, dan diharapkan dapat menyampaikan putusannya pada Selasa (31/5). [em/ah]